Ketersediaan sarana seperti kartu pelaporan bahaya merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku, jika terdapat fasilitas yang kurang
mendukung maka akan berpengaruh terhadap perilaku. Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak
dipengaruhi oleh respon pihak pengawas. Pekerja yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya menyatakan tidak ada respon pihak
pengawas. Oleh sebab itu, perlu adanya pengawasan dan umpan balik dari safety officer
dilakukan rutin baik pengawasan pada pekerja maupun pengawasan sarana pendukung program agar apabila ada kondisi yang
berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dan diperbaiki secepatnya. Sesuai dengan penelitian Halimah 2010 pengawasan secara
teratur atau konsisten perlu dilakukan sehingga apabila ada kondisi yang berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan segera
dan dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya.
3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan
Bahaya
Rekan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seorang individu. Persepsi sesama pekerja mempengaruhi tingkat individu
tentang kepatuhan terhadap keselamatan Idirimanna, 2011. Seringkali pekerja tidak melakukan kegiatan pelaporan bahaya karena rekannya yang
lain juga melakukan hal demikian. Geller 2001 juga menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat semakin banyak orang terlibat
dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman. Ketika dalam satu grup
banyak pekerja yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya maka pekerja lain juga ikut tidak patuh melakukan pelaporan bahaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja mendukung lebih banyak 66,9, meskipun
masih ada yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang mendukung yaitu sebesar 33,1. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Riyadi
2005 di PT Peni Cilegon, jumlah pekerja yang menyatakan bahwa peran rekan kerja berpengaruh sama besar dengan pekerja yang menyatakan
rekan kerja kurang berpengaruh yaitu 50. Sedangkan, hasil penelitian Karyani 2005 di Schlumberger Indonesia memiliki jumlah pekerja yang
menyatakan peran rekan kerja rendah lebih banyak yaitu 55,75. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang
menyatakan sikap rekan kerja kurang mendukung lebih banyak yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya 95,6 daripada pekerja yang
menyatakan sikap rekan kerja mendukung 70,3. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara sikap rekan
kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Hasil perhitungan Odds Ratio menunjukkan pekerja yang menyatakan sikap rekan kerja kurang
mendukung memiliki risiko 9,070 kali untuk tidak patuh melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja yang memiliki sikap rekan kerja yang
mendukung. Hal ini menunjukkan semakin mendukung sikap rekan kerja maka akan semakin baik untuk patuh dalam melakukan pelaporan bahaya,
sebaliknya semakin kurang mendukung sikap rekan kerja pada seseorang maka semakin kecil kemungkinan pekerja untuk patuh melakukan
pelaporan bahaya. Hal ini juga menunjukkan bahwa mendukung atau tidak mendukungnya sikap rekan kerja pada pekerja mempengaruhi kepatuhan
pelaporan bahaya. Penelitian Karyani 2005 juga dapat membuktikan hipotesis dari
teori Geller 2001, penelitian pada 113 pekerja di Schlumberger Indonesia diperoleh bahwa salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap
perilaku aman adalah peran dari rekan kerja. Didukung pula oleh penelitian Halimah 2010 di PT SIM Plant Tambun II yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara peran rekan kerja dengan perilaku aman dengan Pvalue 0,000.
Hubungan bermakna antara sikap rekan kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya disebabkan karena sikap rekan kerja sangat penting
untuk dapat menjaga dan mengawasi keselamatan pekerja lain di area kerja. Seringkali pekerja berperilaku buruk atau tidak aman karena
rekannya yang lain juga berperilaku demikian. Sebagaimana Geller 2001 menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat semakin
banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman.
Griffiths 2003 juga menyatakan bahwa seorang pekerja harus memiliki hubungan sosial yang baik dengan pekerja yang lain, dimana masing-
masing pekerja harus mengawasi rekan kerja agar bertindak dengan aman dan mengingatkan apabila ada kesalahan.
Persamaan hasil penelitian ini dimungkinkan terjadi karena kondisi setiap individu mayoritas dipengaruhi dari hasil interaksi dengan rekan
kerja yang cukup kuat. Selain itu rekan kerja juga mampu mempengaruhi pekerja lain untuk memiliki kepatuhan pelaporan bahaya yang baik.
Menurut Idirimanna 2011 persepsi sesama pekerja mempengaruhi tingkat individu tentang kepatuhan terhadap keselamatan. Seringkali
pekerja tidak patuh melakukan pelaporan bahaya karena rekannya yang lain juga bertindak demikian.
Fakta di lapangan rata-rata usia pekerja di PT Pelita Air Service yaitu 43 tahun, merupakan pekerja berusia tua sehingga budaya yang
tumbuh di lingkungan kerja adalah adanya rasa tidak enak atau sungkan ketika pekerja harus menegur orang yang lebih tua. Ketika pekerja yang
lebih tua melakukan tindakan tidak aman, adanya rasa sungkan memicu pekerja muda lebih baik diam dan tidak mengisi kartu pelaporan bahaya.
Selain itu, menurut safety officer pengisian kurang juga dikarenakan ada keharusan untuk mengintervensi dalam pengisian kartu sehingga ada rasa
sungkan atau tidak enak dengan teman ataupun atasan jika ingin menuliskan perilaku tidak aman maupun menegur.
Dapat disimpulkan bahwa sikap rekan kerja dapat berpengaruh terhadap kepatuhan pelaporan bahaya. Pekerja yang menyatakan sikap
rekan kerja kurang mendukung memiliki risiko 9,070 kali tidak patuh melakukan pelaporan bahaya. Oleh sebab itu, rasa sungkan pekerja untuk
menegur dan berkomunikasi pada rekan kerja maupun atasan ketika melihat terdapat perilaku tidak aman harus segera diminimalisir.
Upaya untuk mengurangi rasa sungkan dalam berkomunikasi dan menegur dapat dilakukan dengan mengadakan diskusi dalam forum atau
meeting yang dapat dilakukan satu kali seminggu untuk membiasakan
komunikasi dua arah antara teman maupun dengan atasan dan mengurangi rasa sungkan pada pekerja dalam mengintervensi ketika
melihat perilaku tidak aman. Diperkuat oleh penelitian Cooper 2007 yang menyatakan bahwa salah satu kriteria yang sangat penting bagi
pelaksanaan program behavior safety adalah umpan balik, yang dapat berbentuk umpan balik verbal atau komunikasi yang langsung diberikan
saat mengintervensi dan umpan balik berupa briefing. Selain itu untuk mengurangi rasa sungkan pada pekerja dapat dilakukan dengan
mengadakan kegiatan kumpul bulanan bersama pekerja yang bertujuan untuk menciptakan suasana lingkungan kerja lebih akrab serta dukungan
dari rekan kerja dapat semakin menguat. Kegiatan yang bisa dilakukan adalah makan siang bersama.
4. Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan