Memahami Desa 2.3. Kewenangan Desa Keputusan Berdasarkan Mufakat Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak Pemungutan Suara Berita Acara Penetapan Keputusan Tindak Lanjut Keputusan Musyawarah Desa

PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | xiii Daftar Isi Daftar Istilah Kata Sambutan Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Daftar Isi Panduan Pelatih Pokok Bahasan 1: Dinamika Kelompok dan Pengorganisasian Peserta 1.1. Bina Suasana, Perkenalan dan Kontrak Belajar 1.2. Tujuan dan alur pelatihan Pokok Bahasan 2: Prespektif Undang-Undang Desa 2.1. Perubahan Mendasar Desa

2.2. Memahami Desa 2.3. Kewenangan Desa

2.4. Trimatra Pembangunan Desa

Pokok Bahasan 3: Tata Kelola dan Kelembagaan Desa 3.1. Kelembagaan Desa 3.2. Musyawarah Desa sebagai Demokratisasi Desa 3.3. Tata Kelola Pemerintahan Desa Bahan SOTK Desa Pokok Bahasan 4: Pembangunan Desa 4.1. Dimensi Pembangunan dalam Kerangka Indeks Desa Membangun 4.2. Fasilitasi Evaluasi Rencana Pembangunan Desa instrumen penilaian Pokok Bahasan 5: Fasilitasi Kerjasama Antar Desa 5.1. Fasilitasi Kerjasama Antar Desa 5.2. Fasilitasi Kerjasama dengan Pihak Ketiga 5.3. Teknik Fasilitasi Peraturan Bersama Kepala Desa Pokok Bahasan 6: Pemberdayaan Masyarakat Desa 6.1. Hakekat Pemberdayaan Masyarakat 6.2. Penguatan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Pokok Bahasan 7: Pengasrusutamaan Inklusi Sosial PENDAMPING DESA xiv | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa 7.1. Konsep Dasar dan Indikator Inklusi Sosial 7.2. Inklusi Sosial di Desa 7.3. Strategi Pemberdayaan Perempuan, Kelompok Miskin dan Berkebutuhan Khusus Pokok Bahasan 8: Pendampingan Desa 8.1. Pokok-Pokok Kebijakan Pendampingan Desa 8.2. Tugas Pokok dan Fungsi Pendamping Desa 8.3. Etika Kerja Pendamping Desa 8.4. Kerangka Kerja Pendamping Desa Pokok Bahasan 9: Membangun Tim Kerja di Kecamatan 9.1. Pemetaan Pemangku Kepentingan 9.2. Koordinasi Sektoral SKPDUPTD 9.3. Kerjasama dan Jejaring Pokok Bahasan 10: Fasilitasi Peningkatan Kapasitas Pendamping Lokal Desa 10.1. Mengkaji Kebutuhan Peningkatan Kapasitas Pendamping Lokal Desa 10.2. Strategi Pengembangan Kapasitas Pendamping Desa 10.3. Pendalaman Kurikulum dan Modul Pelatihan Pendamping Lokal Desa 10.4. Praktek Melatih Pokok Bahasan 11: Supervisi Pendamping Lokal Desa 11.1. Konsep Supervisi 11.2. Teknik Supervisi 11.3. Penilaian Kinerja Pendamping Lokal Desa 11.4. Pembimbingan Kinerja Pendamping Lokal Desa Pokok Bahasan 12: Rencana Kerja Tindak Lanjut 12.1. Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan 12.2. Rencana Kerja Tindak Lanjut Daftar Pustaka PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | xv Pokok Bahasan 1 DINAMIKA KELOMPOK DAN PENGORGANISASIAN PESERTA PENDAMPING DESA xvi | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi |1 SPB 1.1.1 Lembar Informasi Panduan Memulai Pelatihan Kontrak Belajar dan Pemetaan Harapan A. Pengantar Memulai proses pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator bersama peserta untuk membangun kerangka pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai serta kesiapan mental menghadapi berbagai aktivitas belajar sesuai situasi dan rencana pelatihan yang telah ditetapkan. Memulai pelatihan merupakan tema pokok dan hal prinsip yang harus dipegang oleh fasilitator untuk menelaah kembali kesesuaian materi pelatihan dengan kondisi dan kebutuhan para peserta, bukan sepenuhnya dirumuskan secara sepihak oleh fasilitator atau penyelenggara saja. Namun tidak berarti fasilitator tidak menyiapkan rancangan pelatihan secara utuh. Hanya saja rancangan itu perlu dikenalkan kepada peserta dan disesuaikan dengan harapan peserta. Apabila rancangan pelatihan yang telah disusun oleh pelatih atau penyelenggara benar-benar didasarkan atas asumsi dan pengalaman yang telah teruji kehandalannya, maka biasanya tidak akan berbeda dengan harapan yang dikemukakan peserta. Apalagi jika peserta telah memperoleh informasi awal berkaitan dengan tujuan dan materi yang akan disampaikan melalui pelatihan itu. Sekaligus bagi pelatih menegaskan kembali pokok-pokok pikiran, tujuan dan pengalaman yang telah dirancang dengan kebutuhan siswa agar proses belajar berjalan secara efektif. Secara psikologis kegiatan ini sangat menentukan proses dan hasil yang ingin dicapai selama pelatihan berlangsung, terutama menyangkut kesiapan peserta dalam menerima materi, pemahaman harapan dan tujuan, tingkat kesulitan yang akan dihadapi pada saat interaksi pembelajaran di laksanakan. Bagi pelatih pengenalan yang menyeluruh tentang kesiapan penyelenggaraan dan karakteristik kelompok sasaran akan menentukan bentuk interaksi dan strategi pelatihan yang akan digunakan. Sedangkan bagi peserta kegiatan ini akan mendorong kesiapan untuk menerima pengalaman baru terutama bagi mereka yang belum memahami pokok materi yang akan dipelajarinya. PENDAMPING DESA 2 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa Cara yang dapat dilakukan dengan menggali pemahaman awal peserta melalui pengukuran cepat terhadap pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang berkaitan dengan materi pelatihan yang akan diberikan. Pada saat proses belajar berlangsung peserta dapat dilibatkan sebagai nara sumber bagi sesama peserta. Pelatih juga dapat menentukan kedalam dan keluasan bahan atau materi yang akan disampaikan, meskipun hal ini telah disiapkan sebelumnya dalam rencana pelatihan. Paling tidak, asumsi yang ditetapkan sebelum pelatihan itu berlangsung sesuai dengan kondisi peserta.

B. Perkenalan

Perkenalan dilakukan pada awal pelatihan untuk membantu peserta agar saling mengenal satu dengan lainnya, membangun kebersamaan, kepercayaan diri, dan mengembangkan suasana akrab selama pelatihan. Perkenalan mendorong kesiapan belajar peserta dan memberikan gambaran situasi yang akan dihadapi oleh peserta. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode perkenalan; 1 Kondisi awal menghadapi situasi baru; 2 Sejauhmana diantara peserta untuk saling mengenal satu dengan lainnya; 3 Waktu dan lamanya pelatihan akan berlangsung. Kondisi awal peserta akan menentukan persepsi dan respon terhadap lingkungan yang baru. Jika peserta pelatihan sudah saling mengenal dan pelatihan berlangsung hanya satu atau dua hari, mungkin perkenalan dilakukan seperlunya dan bersifat penegasan atau pelatih sendiri yang memperkenalkannya. Apabila peserta belum saling mengenal dan waktu pelatihan cukup lama, perkenalan dapat dilakukan dalam beberapa kali kegiatan dengan metode yang bervariasi. Dianjurkan pelatih mengikuti proses perkenalan.

C. Harapan Peserta

Kegiatan ini dilaksanakan untuk menggali maksud dan harapan peserta dalam mengikuti pelatihan. Kegiatan ini memberikan kepada peserta untuk membahas tentang hasil yang diharapkan dan hal-hal yang perlu dihindarkan selama mengikuti pelatihan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui curah pendapat, diskusi kelompok atau memvisualisasikannya dalam bentuk gambar. Harapan yang muncul dari peserta menjadi masukan bagi pelatih atau tim penyelenggara untuk menegosiasikan hal apa saja yang bisa diakomodir dan menyamakan persepsi tentang pelatihan yang akan berlangsung. Jika terdapat kekhawatiran dari peserta dapat menjadi catatan penting untuk perbaikan proses pembelajaran. Jika rancangan pelatihan yang disusun mencerminkan pengalaman yang sudah teruji, maka biasanya harapan peserta tidak akan banyak berbeda. Apabila peserta sebelumnya sudah memperoleh informasi yang cukup mengenai apa dan untuk apa PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 3 pelatihan itu diselenggarakan. Pelatih dapat mengingatkan dan menegaskan kembali tentang tema atau pokok bahasan yang akan dibahas. Meskipun sebelum pelatihan telah dilakukan penjajakan kebutuhan training nedd assessment , pembahasan harapan penting dilakukan untuk menyamakan persepsi pelatih dan peserta tentang tujuan pelatihan, sehingga terjadi satu kesatuan pemahaman. Informasi yang diungkapkan oleh peserta pada awal pelatihan akan bermanfaat sebagai alat ukur indikator untuk menilai hasil belajar yang dilakukan setelah pelatihan dengan melihat kembali harapan yang dapat dicapai atau tidak. Oleh karena itu, harapan peserta yang ditulis bersama di tempelkan di depan kelas atau dinding agar memudahkan seluruh peserta untuk melihat kembali pada akhir pelatihan.

D. Aturan Main

Dalam pembelajaran orang dewasa, aturan main sangat membantu pelatih dalam memandu, mengatur dan mengelola proses belajar. Karena pada topik-topik tertentu yang membutuhkan pendalaman, peserta antusias dengan perdebatan dan cenderung sulit dikendalikan. Aturan main ditetapkan untuk menjembatani kebutuhan pelatih, peserta dan penyelenggara. Kegiatan ini dilaksanakan dengan membuat aturan atau tata tertib sebagai pedoman yang disepakati oleh peserta dan pelatih dalam pelaksanaan pelatihan. Aturan yang dibuat berguna untuk mengikat seluruh peserta, pelatih dan panitia penyelenggara agar proses pelatihan dapat berjalan dengan lancar serta mencapai tujuan pelatihan. Aturan main penting untuk mengatasi konflik yang terjadi selama pelatihan berlangsung. Aturan yang dikembangkan dalam kontrak belajar terkait dengan kedisiplinan, kebersihan, kenyamanan, ruang, kesediaan alat-alat belajar, waktu, tata cara diskusi, Pembuatan aturan main disesuaikan dengan lama dan tujuan pelatihan serta dilaksanakan secara partisipatif dengan menunjuk atau menawarkan kesediaan relawan sebagai penanggung jawab terhadap kelancaran pelatihan.

E. Jadual Pelatihan

Hal lain yang perlu dikomunikasikan kepada peserta ialah waktu atau jadwal belajar yang akan dilaksanakan. Biasanya jadwal pelatihan dirancang berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan. Penentuan jadwal sangat tergantung dari persiapan dan rancangan pelatihan itu sendiri. Jika sebelum pelatihan, jadwal tersebut sudah didiskusikan tidak perlu lagi dibahas cukup ditampilkan saja kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya. Namun, jika belum disepakati jadwal pelatihan perlu dibahas bersama-sama. Peserta dapat mengubah dan menyesuaikan jadwal, sehingga diperoleh kesepakatan. Penyepakatan jadwal pelatihan perlu mempertimbangkan harapan peserta, sehingga dapat menilai apakah harapan peserta terlalu tinggi, sulit dicapai dalam waktu pendek atau terlalu lama. PENDAMPING DESA 4 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

F. Pemetaan Kemampuan Awal Peserta

Memahami kemampuan awal peserta menjadi bagian penting dari keseluruhan proses pelatihan. Mengawali sesuatu dengan benar lebih penting dari pada memperbaikinya pada saat proses berjalan. Pelatih harus mempu mengidentifikasi kemampuan apa saja pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan nilai-nilai yang berkaitan dengan tema pelatihan. Hal ini sangat penting untuk memahami kondisi dan kapasitas awal peserta sehingga mempermudah dalam menetapkan mulai dari mana urutan penyajian dimulai dan metode apa yang sesuai. Kemampuan awal digali melalui pertanyaan pemicu atau permainan tentang topik yang akan dibahas. Cara lain yang dapat ditempuh dengan meminta kepada beberapa orang peserta menjadi nara sumber untuk menjelaskan pengalaman tentang bidang dibahas. Keuntungan cara ini untuk menghindari pengulangan yang tidak berguna dan membuat suasana menjemukan pada saat memulai pelatihan karena peserta telah mengetahui banyak tentang hal tersebut. Dari sisi waktu akan lebih efektif untuk membahas hal lain yang belum dipahami peserta. LINGUISTIK Peraturan ditulis dan di temple di dalam ruang kelas dengan menggunakan papan tulis atau kertas plano. Cara ini lazim di gunakan dalam setiap pelatihan MUSIKAL Peraturan dirubah dalam bentuk musik atau syair lagu baik digubah oleh peserta maupun dengan melodi atau lirik lagu terkenal yang mudah diingat peserta. Atau Anda dapat merancang peraturan disesuaikan dengan tema atau lirik lagu tertentu. MATEMATIKA-LOGIS Peraturan diberi simbol berupa nomor dan penyebutannya dilakukan dengan menggunakan angka. Misalnya: Anda telah melanggar aturan nomor 3” INTERPERSONAL Peserta bertanggung jawab merumuskan peraturan pada awal sesi pelatihan dan mengembangkan cara-cara yang unik dengan kerjasama kelompok dan mengkomunikasikan peraturan tersebut. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 5 SPASIAL Peraturan dituangkan dalam simbol grafis yang mewakili apa yang „boleh‟ dan „tidak boleh‟ dilakukan pada saat pembelajaran. Misalnya: tanda dilarang merokok dengan menggambarkan rokok ditandai silang. INTRAPERSONAL Masing-masing peserta bertanggung jawab pada satu peraturan, mengetahui seluk beluk peraturan, konsekuensi, konsistensi, dan menterjemahkan dalam tindakan. KINESTETIS-JASMANI Setiap aturan di kelas memiliki ciri khusus. Peserta dapat menunjukkan pemahamannya tentang peraturan itu dengan memberikan isyarat tubuh. NATURALIS Setiap peraturan yang disepakati peserta dihubungkan dengan sifat atau karakteristik lingkungan alam atau benda hidup lain, seperti tumbuhan dan binatang PENDAMPING DESA 6 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 7 SPB 1.2.1 Lembar Informasi Memahami Karakteristik dan Kemampuam Awal Peserta Pembelajar

A. Pengertian

Pembelajar, warga belajar atau peserta pelatihan adalah manusia dengan segala fitrahnya memiliki perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. Pembelajar sebagai peserta pelatihan mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi, kebutuhan akan rasa aman, dihargai, mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya. Dalam perkembangan psikologis, pembelajar memiliki tahapan tertentu yang menunjukkan potensi dan kemampuan aktualnya. Bagi orang dewasa ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak, logis, terstruktur, aktualisasi diri dan memecahkan masalah. Pelatih juga harus memahami perkembangan intelektual pembelajar sebagaimana diuraikan oleh Piaget menggambarkan fungsi intelektual kedalam tiga persfektif, yaitu: 1 proses mendasar bagaimana terjadinya perkembangan kognitif asimilasi, akomodasi, dan equilibirium; 2 cara bagaimana pembentukan pengetahuan; dan 3 tahap-tahap perkembangan intelektual. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Pembelajaran akan berhasil kalau penyusun silabus dan pelatih mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik peserta didik sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal. Dalam penyusunan silabus pelatihan, perlu dipahami benar karakteristik dan tingkat kemampuan peserta atau pembelajar. Dimana setiap orang memiliki keunikan dalam potensi dan kecerdasannya.

B. Potensi Pembelajar

Salah satu temuan yang menarik dikemukan oleh Howard Gardner 1995 tentang kecerdasan majemuk Multiple Intelligences, diantaranya: kecerdasan linguistik kemampuan berbahasa yang fungsional, logis-matematis kemampuan berfikir PENDAMPING DESA 8 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa runtut, musikal kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama, spasial kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas, kinestetik-ragawi kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus, intra-pribadi kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan rasa jati diri, kecerdasan antarpribadi kemampuan memahami orang lain. Di antara ketujuh macam kecerdasan tersebut, seorang pelatih ditunut mampu meramu pembelajaran yang sesuai dengan karakter peserta didik yang dipadukan dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran, maka akan dapat membantu peserta untuk melalukan eksplorasi dan elaborasi dalam rangka membangun konsep, keterampilan dan perubahan perilaku positif.

C. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan

Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang bersifat dinamis, tumbuh dan berkembang. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan;

1. Pengalaman

Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong pertumbuhan potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengalaman hidup yang dilaluinya. Sejak lahir hingga masa kanak- kanak yang memperoleh pengasuhan yang baik dari ibunya akan tumbuh lebih cepat dan lebih sukses dibanding anak yang kurang mendapat perhatian cenderung menimbulkan rasa rendah diri dan frustasi. Bila hal ini berjalan secara berulang-ulang akan menentukan besaran potensi kecerdasan yang dimilikinya.

2. Lingkungan

Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian termasuk potensi kecerdasan seseorang. Lingkungan yang memberikan stimulus dan tantangan diikuti upaya pemberdayaan serta dukungan akan memperkuat otot mental dan kecerdasan. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa lingkungan yang kaya akan stimulus mendorong pertumbuhan koneksi sel otak. Hal ini terjadi pula pada proses perkembangan otak manusia.

3. Kemauan dan Keputusan

Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu meningkatkan daya nalar dan kemampuan memecahkan masalah. Kemauan dan keputusan sering dijelaskan dalam teori motivasi. Dorongan positif akan timbul dalam diri seseorang sejalan dengan lingkungan yang kondusif, sebaliknya jika lingkungan kurang menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk berkreasi. Otak yang paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan potensi intelektualnya. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 9

4. Genetika

Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang besaran pengaruh genetika atau faktor keturunan dalam perkembangan kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit banyak berpengaruh. Hasil riset dibidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor genetika berpengaruh terhadap respon kognitif seperti kewaspadaan, memori, dan sensori. Artinya seseorang akan berpikir dan bertindak dengan menggunakan ketiga aspek itu secara simultan.

5. Gaya HIdup

Gaya hidup erat kaitannya dengan respon seseorang terhadap budaya dan lingkungan. Pilihan gaya hidup berpengaruh besar terhadap tingkat perkembangan kognitif, seperti pola makan, jam tidur, olah raga, obat-obatan, minuman, dan musik. Suatu riset yang dilakukan oleh University of California membuktikan bahwa IQ dapat ditingkatkan 8-9 poin dengan mendengarkan musik Mozart.

D. Kecerdasan Majemuk

Gardner 1983 mengembangkan model kecerdasan selama lebih dari dua puluh tahun dengan menjelajahi berbagai disiplin ilmu seperti neoubiologi, antropologi, psikologi, filsafat dan sejarah. Tipe kecerdasan majemuk dikembangkan berdasakan hasil penelitian para pakar, salah satunya Jean Piaget. Gardner akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap. Kecerdasan merupakan serangkaian kemampuan dan keterampilan yang dapat dikembangkan. Kecerdasan ada pada setiap manusia tetapi dengan tingkat yang berbeda-beda. Berdasarlan kerangka yang dikemukakan Gardner, penulis mencoba memetakan kemampuan manusia dalam sembilan kecerdasan dasar yang komprehensif, masing- masing kecerdasan memiliki bentuk kemampuan dan pola belajar tersindiri. Gardner terakhir memperkenalkan 8 kecerdasan dan sebagai tambahan penulis melengkapi dengan 1 kemampuan dasar lain yang sangat pokok yaitu kecerdasan spiritual SQ sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut; Tabel Delapan Kecerdasan Majemuk menurut Gardner No Kecerdasan Penjelasan 1. Linguistik Kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik lisan seperti bercerita, berpidato, orator atau politisi dan tertulis seperti, wartawan, sastrawan, editor dan penulis. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa atau struktur, fonologi, semantik dan pragmatik. Penggunaan bahasa ini mencakup retorika, mnemonik atau hafalan, eksplanasi, dan metabahasa PENDAMPING DESA 10 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa No Kecerdasan Penjelasan 2. Matematis Logis Kemampuan menggunakan angka dengan baik misalnya ahli matematika, fisikawan, akuntan pajak, dan ahli statistik. Melakukan penalaran misalnya, programmer, ilmuwan dan ahli logika. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola hubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi logis dan abstraksi lain. Proses yang digunakan dalam kecerdasan matematis-logis yaitu: katagorisasi, pengambilan keputusan, generalisasi, perhitungan dan pengujian hipotesis 3. Spasial Kemampuan mempersepsikan dunia spasial-visual secara akurat. Misalnya pemandu, pramuka, pemburu. Mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual dalam bentuk tertentu. Misalnya dekorator interior, arsitek, seniman dan penemu. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antarunsur tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, Mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial. 4. Kinestetis-Jasmani Kemampuan menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan. Misalnya sebagai aktor, pemain pantomim, atlit atau penari. Keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu. Misalnya pengrajin, pematung, tukang batu, ahli mekanik, dokter bedah. Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik spesifik seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan atau kemampuan menerima rangsangan proprioceptive dan hal yang berkaitan dengan sentuhan tactile dan Haptic 5. Musikal Kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal dengan cara mempersepsikan, membedakan, mengubah dan mengekspresikan. Misalnya penikmat musik, kritikus musik, komposer, penyanyi. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap irama, pola nada, melodi, warna nada atau suara suatu lagu. Seseorang dapat memiliki pemahaman musik figural atau “atas-bawah” global, intuitif, pemahaman formal atau “bawah-atas” analisis, teknis dan keduanya. 6. Interpersonal Kemampuan mempresepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, gerakisyarat. Kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu. Misalnya mempengaruhi kelompok untuk melakukan tindakan tertentu. 7. Intrapersonal Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 11 No Kecerdasan Penjelasan berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri secara akurat mencakup kekuatan dan keterbatasan. Kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, keinginan, disiplin diri, memahami dan menghargai diri. 8. Naturalis Keahlian mengenali dan mengkatagorikan spesies, flora dan fauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam. Misalnya formasi awan dan gunung. Bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan, kemampuan membedakan benda mati seperti mobil, rumah, dan sampul kaset CD. 9. Spiritual Keyakinan dan mengaktualisasikan akan sesatu yang bersifat transenden atau penyadaran akan nilai-nilai akidah- keimanan, keyakinan akan kebesaran Allah SWT. Kecerdasan ini meliputi Kesadaran suara hati, internalisasi nilai, visioning, aktualisasi, keikhlasan, ihsan. Misalnya menghayati batal dan haram dalam agama, toleransi, sabar, tawakal, dan keyakinan akan takdir baik dan buruk. Mengaktualisasikan hubungan dengan Al Khaliq berdasarkan keyakinannya.

E. Memetakan Kebutuhan Peserta

Menilai kebutuhan pembelajar merupakan langkah awal dalam mengenal kompetensi yang akan dikembangkan melalui pelatihan tertentu. Tidak ada satu tes pun di masyarakat yang dapat menghasilkan instrumen yang komprehensif mengenai kecerdasan dan potensi pembelajar. Tidak selamanya tes formal mampu memberikan informasi yang cukup mengenai potensi dan kemampuan seseorang, namun perlu dilengkapi dengan alat uji sederhana yang telah tersedia selama ini yaitu observasi. Indikator pengamatan yang baik dapat menunjukkan kecenderungan kecerdasan seseorang terutama cara menggunakan waktu luang, minat terhadap suatu objek, kebiasaan dan tindakan yang menonjol. Pengamatan dan penilaian terhadap kemampuan awal peserta sangat diperlukan untuk menentukan ke dalam dan keluasan materi yang akan disampaikan. Berikut beberapa teknik dalam menggali kebutuhan pembelajar: 1 Checklist penilaian merupakan cara yang paling sederhana dan praktis yang digunakan secara informal untuk kepentingan praktis pelatihan terutama untuk mengenal secara cepat kecerdasan masing-masing individu. Checklist bukan tes untuk menguji kahandalan dan kesesuaiannya. Checklist digunakan sebagai alat bantu untuk mengumpulkan informasi dengan menggunakan teknik lainnya; 2 Dokumentasi. Catatan tertulis atau bentuk visual lain untuk memperlihatkan kecerdasan majemuk. Dokumentasi foto sangat bermanfaat untuk mengabadikan suatu perilaku tindakan dan bentuk kecerdasan yang menonjol yang mungkin tidak akan berulang lagi pada waktu lain. Misalnya petani sedang menanam PENDAMPING DESA 12 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa tanaman umur panjang atau seorang pengrajin sedang membuat tenunan, dokumentasikan langkah-langkah dan kemahiran dalam melakukannya. Penggunaan teknologi CD ROM memungkinkan seluruh informasi dapat direkam dalam suatu piringan disket praktis dan mudah ditelaah pelatih, petani, pedagang atau pengusaha kecil dan peserta pelatihan lain. 3 Data evaluasi. Catatan komulatif yang menunjukkan prestasi baik dari hasil pretest-posttest atau tindakan dalam setiap kegiatan pelatihan. Apakah kemampuan pembelajar lebih kuat dibidang visual melalui presentasi atau dalam menyusun urutan logis kegiatan. Hal ini dapat diukur melalui beberapa tes yang ada. 4 Berdiskusi dengan kelompok. Jika pelatih ingin mengenal pembelajar lebih dekat terkait dengan prestasi dan kecerdasan majemuk dapat dilakukan melalui diskusi dengan kelompoknya. Misalnya tanyakan kepada kelompok tani tentang kontribusi dan kemampuan yang diberikan anggota bersangkutan dalam menerapkan teknologi pertanian atau pasca panen. 5 Berbicara dengan pembimbing atau pelatih lain. Kerapkali pelatihan merupakan kegiatan serial dan bersambung untuk mengembangkan berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang beragam. Jika pelatih akan melatih penerapan rencana strategis desa, maka perlu mendapat informasi tambahan dari pelatih atau ahli lain yang pernah memberikan kemampuan sejenis untuk matematis-logis, spasial dan naturalis dalam pelatihan yang berbeda; 6 Berdiskusi dengan masyarakat dan organisasi lokal. Cara ini dilakukan untuk mendukung penilaian lain terutama dalam mengembangkan beberapa keterampilan dasar menyangkut kebiasaan dan pola hidup masyarakat. Jika ingin mengetahui kemampuan berhubungan dengan pemerintah, LSM, koperasi dan organisasi lainnya, dapat berdiskusi dengan lembaga di mana peserta atau pembelajar terlibat dan berhubungan aktif dengannya. 7 Bertanya langsung kepada pembelajar. Orang dewasa yang sangat tahu cara mereka belajar dan memecahkan masalah yang dihadapinya adalah dirinya sendiri. Mereka menggunakan kemampuan belajarnya selama 24 jam sejak dilahirkan. Pelatih dapat berdiskusi bersama pembelajar dan bertanya langsung tentang kecerdasan yang paling berkembang atau melengkapinya dengan karya, gambar dan foto pada saat menunjukkan kecerdasannya; 8 Kegiatan khusus. pelatih dapat mengembangkan beberapa kegiatan untuk menguji kecerdasan dengan memberikan wahana agar pembelajar menunjukkan kinerja yang dapat diamati. Gunakan cara atau teknik tertentu untuk mengukur seluruh wilayah potensi dan kebutuhan belajar peserta, misalnya dengan menggambar, bercerita, menari, berhitung dan bermain peran, bernyayi, dan tugas tim. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 13 Pokok Bahasan 2 PRESPEKTIF UNDANG-UNDANG DESA PENDAMPING DESA 14 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 15 SPB 2.1.1 Lembar Informasi Paradigma Desa Baru

A. Latar Belakang

Sejak kemerdekaan 1945, Republik Indonesia tidak pernah memiliki kebijakan dan regulasi tentang desa yang kokoh, legitimate dan berkelanjutan. Perdebatan akademik yang tidak selesai, tarik menarik politik yang keras, kepentingan ekonomi politik yang menghambat, dan hasrat proyek merupakan rangkaian penyebabnya. Prof. Selo Soemardjan, Bapak Sosiologi Indonesia dan sekaligus promotor otonomi desa, berulangkali sejak 1956 menegaskan bahwa sikap politik pemerintah terhadap Desa tidak pernah jelas. Perdebatan yang berlangsung di sepanjang hayat selalu berkutat pada dua hal. Pertama , debat tentang hakekat, makna dan visi negara atas Desa. Sederet masalah konkret kemiskinan, ketertinggalan, keterbelakangan, ketergantungan yang melekat pada Desa, senantiasa menghadirkan pertanyaan: Desa mau dibawa kemana? Apa hakekat Desa? Apa makna dan manfaat Desa bagi negara dan masyarakat? Apa manfaat Desa yang hakiki jika Desa hanya menjadi tempat bermukim dan hanya unit administratif yang disuruh mengeluarkan berbagai surat keterangan? Kedua , debat politik-hukum tentang frasa kesatuan masyarakat hukum adat dalam UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2 serta kedudukan Desa dalam tata negara Republik Indonesia. Satu pihak mengatakan bahwa Desa bukanlah kesatuan masyarakat hukum adat, melainkan sebagai struktur pemerintahan yang paling bawah. Pihak lain mengatakan berbeda, bahwa yang disebut kesatuan masyarakat hukum adat adalah Desa atau sebutan lain seperti nagari, gampong, marga, kampung, negeri dan lain-lain yang telah ada jauh sebelum NKRI lahir. Debat yang lain mempertanyakan status dan bentuk Desa. Apakah Desa merupakan pemerintahan atau organisasi masyarakat? Apakah Desa merupakan local self government atau self governing community? Apakah Desa merupakan sebuah organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupatenkota? Dua Undang-undang yang lahir di era reformasi, yakni UU No. 221999 dan UU No. 322004, ternyata tidak mampu menjawab pertanyaan tentang hakekat, makna, visi, PENDAMPING DESA 16 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa dan kedudukan Desa . Meskipun frasa “kesatuan masyarakat hukum” dan adat melekat pada definisi Desa, serta mengedepankan asas keragaman, tetapi cita rasa “Pemerintahan Desa” yang diwariskan oleh UU No. 51979 masih sangat dominan. Karena itu para pemikir dan pegiat Desa di berbagai tempat terus-menerus melakukan kajian, diskusi, publikasi, dan advokasi terhadap otonomi Desa serta mendorong kelahiran UU Desa yang jauh lebih baik, kokoh dan berkelanjutan. Pada tahun 2005, pemerintah dan DPR mengambil kesepakatan memecah UU No. 322004 menjadi tiga UU: UU Pemerintahan Daerah, UU Pilkada Langsung, dan UU Desa. Keputusan ini semakin menggiatkan gerakan pada pejuang Desa. Pada tahun 2007, pemerintah menyiapkan Naskah Akademik dan RUU Desa. Baru pada bulan Januari 2012 Presiden mengeluarkan Ampres dan menyerahkan RUU Desa kepada DPR, dan kemudian DPR RI membentuk Pansus RUU Desa. Baik pemerintah maupun DPD dan DPR membangun kesepahaman untuk meninggalkan Desa lama menuju Desa baru. Mereka berkomitmen untuk mengakhiri perdebatan panjang dan sikap politik yang tidak jelas kepada Desa selama ini, sekaligus membangun UU Desa yang lebih baik, kokoh dan berkelanjutan. Setelah menempuh perjalanan panjang selama tujuh tahun 2007-2013, dan pembahasan intensif 2012- 2013, RUU Desa akhirnya disahkan menjadi Undang-undang Desa pada Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 18 Desember 2013. Mulai dari Presiden, Menteri Dalam Negeri beserta jajarannya, DPR, DPD, para Kepala Desa dan perangkat Desa, hingga para aktivis pejuang Desa menyambut kemenangan besar atas kelahiran UU Desa. Berbeda dengan kebijakan sebelumnya, UU Desa yang diundangkan menjadi UU No. 62014, menegaskan komitmen politik dan konstitusional bahwa negara melindungi dan memberdayakan Desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kokoh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Visi dan komitmen tentang perubahan Desa juga muncul dari pemerintah, setelah melewati deliberasi yang panjang dan membangun kompromi agung dengan DPR. Pidato Menteri Dalam Negeri, Gawaman Fauzi, dalam Sidang Paripurna berikut ini mencerminkan visi dan komitmen baru pemerintah tentang perubahan Desa: Rancangan Undang-Undang tentang Desa akan semakin komprehensif dalam mengatur Desa serta diharapkan akan mampu memberikan harapan yang besar bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat dan pemerintahan Desa. Rancangan Undang-Undang tentang Desa yang hari ini disahkan, diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan di Desa yang meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, serta memulihkan basis penghidupan masyarakat Desa dan memperkuat Desa sebagai entitas masyarakat yang kuat dan mandiri. Desa juga diharapkan dapat menjalankan mandat dan penugasan beberapa urusan yang diberikan oleh pemerintah provinsi, dan terutama pemerintah kabupatenkota yang berada diatasnya, serta menjadi ujung tombak dalam setiap pelaksanan pembangunan dan kemasyarakatan. Sehingga, pengaturan Desa juga dimaksudkan untuk mempersiapkan Desa dalam merespon proses modernisasi, globalisasi dan demoktratisasi yang terus berkembang tanpa kehilangan jati dirinya. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 17 Dengan pengaturan seperti ini, diharapkan Desa akan layak sebagai tempat kehidupan dan penghidupan. Bahkan lebih dari itu, Desa diharapkan akan menjadi fondasi penting bagi kemajuan bangsa dan negara dimasa yang akan datang. Disamping itu, Undang-Undang tentang Desa ini diharapkan mengangkat Desa pada posisi subyek yang terhormat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena akan menentukan format Desa yang tepat sesuai dengan konteks keragaman lokal, serta merupakan instrumen untuk membangun visi menuju kehidupan baru Desa yang mandiri, demokratis dan sejahtera.

B. Paradigama Desa Lama dan Desa Baru

Secara garis besar perubahan ditunjukkan dengan pembalikan paradigma dalam memandang Desa, pemerintahan dan pembangunan yang selama ini telah mengakar di Indonesia. Pembalikan itu membuahkan perspektif “Desa Lama” yang berubah menjadi “Desa Baru” sebagaimana tersaji dalam tabel berikut: Tabel Desa Lama Vs Desa Baru Unsur-Unsur Desa Lama Desa Baru Dasar konstitusi UUD 1945 Pasal 18 ayat 7 UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 18 ayat 7 Payung hukum UU No. 322004 dan PP No. 722005 UU No. 62014 Visi-misi Tidak ada Negara melindungi dan memberdayakan Desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera Asas utama Desentralisasi-residualitas Rekognisi-subsidiaritas Kedudukan Desa sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupatenkota local state government Sebagai pemerintahan masyarakat, hybrid antara self governing community dan local self government. Delivery kewenangan dan program Target: pemerintah menentukan target-target kuantitatif dalam membangun Desa Mandat: negara memberi mandat kewenangan, prakarsa dan pembangunan Kewenangan Selain kewenangan asal usul, menegaskan tentang sebagian urusan kabupatenkota yang diserahkan kepada Desa Kewenangan asal-usul rekognisi dan kewenangan lokal berskala Desa subsidiaritas. Politik tempat Lokasi: Desa sebagai lokasi proyek dari atas Arena: Desa sebagai arena bagi orang Desa untuk menyelenggarakan PENDAMPING DESA 18 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa Unsur-Unsur Desa Lama Desa Baru pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan kemasyarakatan Posisi dalam pembangunan Obyek Subyek Model pembangunan Government driven development atau community driven development Village driven development Village driven development, dengan penekanan pada peningkatan kapasitas, kepemilikan aset ekonomi dan revitalisasi budaya Desa. Karakter politik Desa parokhial, dan Desa korporatis Desa Inklusif Demokrasi Demokrasi tidak menjadi asas dan nilai, melainkan menjadi instrumen. Membentuk demokrasi elitis dan mobilisasi partisipasi Demokrasi menjadi asas, nilai, sistem dan tatakelola. Membentuk demokrasi inklusif, deliberatif dan partisipatif

C. Penguatan Desa

1. Desa Maju, Kuat, Mandiri dan Demokratis

Desa harus semakin maju tetapi tidak meninggalkan tradisi, dan tetap merawat tradisi tetapi tidak ketinggalan jaman. Desa maju juga paralel dengan desa kuat dan desa mandiri. Desa kuat dan desa mandiri, keduanya menjadi visi-misi UU Desa, merupakan dua sisi mata uang. Di dalam desa kuat dan desa mandiri terkandung prakarsa lokal, kapasitas, bahkan pada titik tertinggi adalah desa yang berdaulat secara politik. Konsep desa kuat senantiasa diletakkan dalam satu tarikan nafas dengan daerah kuat dan negara kuat. Negara kuat bukan berarti mempunyai struktur yang besar dan berkuasa secara dominan terhadap semua aspek kehidupan. Otonomi dan kapasitas merupakan tolok ukur negara kuat. Negara otonom adalah negara yang sanggup mengambil keputusan secara mandiri, sekaligus kebal dari pengaruh berbagai kelompok ekonomi politik maupun kekuatan global. Kapasitas negara terkait dengan kemampuan negara menggunakan alat-alat kekerasan dan sistem pemaksa untuk menciptakan law and order keamanan, keteraturan, ketertiban, ketentraman, dan sebagainya, mengelola pelayanan publik dan pembangunan untuk fungsi welfare kesejahteraan, serta melakukan proteksi terhadap wilayah, tanah air, manusia, masyarakat maupun sumberdaya alam. Desa kuat dan desa mandiri, merupakan sebuah kesatuan organik. Dalam Desa kuat terdapat kemandirian Desa, dan dalam Desa mandiri terdapat kandungan Desa kuat. Kapasitas Desa menjadi jantung kemandirian Desa. Secara khusus dalam Desa kuat terdapat dua makna penting. Pertama, Desa memiliki legitimasi di mata masyarakat Desa. Masyarakat menerima, menghormati dan mematuhi terhadap institusi, kebijakan dan regulasi Desa. Tentu legitimasi bisa terjadi kalau Desa mempunyai kinerja dan bermanfaat secara nyata bagi masyarakat, bukan hanya manfaat secara administratif, tetapi juga manfaat sosial dan ekonomi. Kedua, Desa memperoleh pengakuan dan penghormatan rekognisi dan kepercayaan dari pihak PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 19 negara institusi negara apapun, pemerintah daerah, perusahaan, dan lembaga- lembaga lain. Jika mereka meremehkan Desa, misalnya menganggap Desa tidak mampu atau Desa tidak siap, maka Desa itu masih lemah. Rekognisi itu tidak hanya di atas kertas sebagaimana pesan UU Desa, tetapi juga diikuti dengan sikap dan tindakan konkret yang tidak meremehkan tetapi memercayai. Rekognisi dan subsidiaritas merupakan solusi terbaik untuk menata ulang hubungan Desa dengan negara, maka demokrasi merupakan solusi terbaik untuk menata ulang hubungan antara Desa dengan warga atau antara pemimpin Desa dengan warga masyarakat. Rekognisi, subsidiaritas dan demokrasi merupakan satu kesatuan dalam UU Desa. Rekognisi dan subsidiaritas, seperti halnya desentralisasi, hendak membawa negara, arena dan sumberdaya lebih dekat kepada Desa; sementara demokrasi hendak mendekatkan akses rakyat Desa pada negara, arena dan sumberdaya. Tanpa demokrasi, rekognisi-subsidiaritas dan kemandirian Desa hanya akan memindahkan korupsi, sentralisme dan elitisme ke Desa. Sebaliknya, demokrasi tanpa rekognisi-subsidiritas hanya akan membuat jarak yang jauh antara rakyat dengan arena, sumberdaya dan negara.

2. Desa sebagai suatu Kesatuan Pemerintahan dan Masyarakat

Desa sebagai sebuah kesatuan organik, Desa memiliki masyarakat, masyarakat memiliki Desa. Desa memiliki masyarakat berarti Desa ditopang oleh institusi lokal atau modal sosial. Dalam UU Desa hal ini tercermin pada asas kekeluargaan, kebersamaan dan kegotongroyongan. Sementara masyarakat memiliki Desa bisa disebut juga sebagai tradisi berdesa, atau masyarakat menggunakan Desa sebagai basis dan arena bermasyarakat, bernegara, berpolitik atau berpemerintahan oleh masyarakat. Desa sebagai basis sosial merupakan tempat menyemai dan merawat modal sosial kohesi sosial, jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan sosial sehingga Desa mampu bertenaga secara sosial. Sebagai basis politik, Desa menyediakan arena kontestasi politik bagi kepemimpinan lokal, sekaligus arena representasi dan partisipasi warga dalam pemerintahan dan pembangunan Desa. Dengan kalimat lain, Desa menjadi arena bagi demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan warga. Sebagai basis pemerintahan, Desa memiliki organisasi dan tatapemerintahan yang mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan layanan dasar yang bermanfaat untuk warga. Sebagai basis ekonomi, Desa sebenarnya mempunyai aset-aset ekonomi hutan, kebun, sawah, tambang, sungai, pasar, lumbung, perikanan darat, kerajinan, wisata, dan sebagainya, yang bermanfaat untuk sumber-sumber penghidupan bagi warga. Sudah banyak contoh yang memberi bukti-bukti tentang identitas ekonomi yang memberikan penghidupan bagi warga: Desa cengkeh, Desa kopi, Desa vanili, Desa keramik, Desa genting, Desa wisata, Desa ikan, Desa kakao, Desa madu, Desa garam, dan lain-lain Hakekat Desa sebagai basis kehidupan dan penghidupan itu ditemukan dalam lintasan sejarah. Banyak cerita yang memberikan bukti bahwa Desa bermakna dan bermanfaat bagi warga. Banyak peran dan manfaat Desa bagi masyarakat di masa lalu, PENDAMPING DESA 20 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa seperti menjaga keamanan Desa, mengelola persawahan dan irigasi, penyelesaian sengketa, pendirian sekolah-sekolah rakyat dan sekolah dasar, dan masih banyak lagi. Dalam hal hukum dan keadilan, studi Bank Dunia menunjukkan bahwa masyarakat lebih banyak memilih kepala Desa 42 persen dan tokoh masyarakat 35 persen ketimbang pengadilan 4 persen dalam menyelesaikan masalahnya Bank Dunia, Justice for Poor, 2007. Pengalaman ini yang menjadi salah satu ilham bagi Suhardi Suryadi dan Widodo Dwi Saputro 2007 menggagas dan mempromosikan balai mediasi Desa, sebagai salah satu alternatif yang paling layak untuk melibatkan masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Gagasan tentang community justice sytem berbasis Desa ini memang berasalan karena sejarah telah membuktikan bahwa Desamasyarakat adat memiliki akar sosial-budaya yang secara adil menyelesaikan sengketa secara lokal.

3. Desa Sebagai Masyarakat Berpemerintahan

Kedudukan posisi Desa dalam bangunan besar tatanegara Indonesia, sekaligus relasi antara negara, Desa dan warga merupakan jantung persoalan UU Desa. Jika regulasi sebelumnya menempatkan Desa sebagai pemerintahan semu bagian dari rezim pemerintahan daerah, dengan asas desentralisasi-residualitas, maka UU Desa menempatkan Desa dengan asas rekognisi-subsidiaritas. Rekognisi bukan saja mengakui dan menghormati terhadap keragaman Desa, kedudukan, kewenangan dan hak asal-usul maupun susunan pemerintahan, namun UU Desa juga melakukan redistribusi ekonomi dalam bentuk alokasi dana dari APBN maupun APBD. Di satu sisi rekognisi dimaksudkan untuk mengakui dan menghormati identitas, adat-istiadat, serta pranata dan kearifan lokal sebagai bentuk tindakan untuk keadilan kultural. Di sisi lain redistribusi uang negara kepada Desa merupakan resolusi untuk menjawab ketidakailan sosial-ekonomi karena intervensi, eksploitasi dan marginalisasi yang dilakukan oleh negara. Bahkan UU Desa juga melakukan proteksi terhadap Desa, bukan hanya proteksi kultural, tetapi juga proteksi Desa dari imposisi dan mutilasi yang dilakukan oleh supradesa, politisi dan investor. Penerapan asas rekognisi tersebut juga disertai dengan asas subsidiaritas. Asas subsidiaritas berlawanan dengan asas residualitas yang selama ini diterapkan dalam UU No. 322004. Asas residualitas yang mengikuti asas desentralisasi menegaskan bahwa seluruh kewenangan dibagi habis antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan terakhir di tangan pemerintah kabupatenkota. Dengan asas desentralisasi dan residualitas itu, Desa ditempatkan dalam sistem pemerintahan kabupatenkota, yang menerima pelimpahan sebagian sisa-sisa kewenangan dari bupatiwalikota. Prinsip subsidiaritas menegaskan bahwa dalam semua bentuk koeksistensi manusia, tidak ada organisasi yang harus melakukan dominasi dan menggantikan organisasi yang kecil dan lemah dalam menjalankan fungsinya. Sebaliknya, tanggungjawab moral lembaga sosial yang lebih kuat dan lebih besar adalah memberikan bantuan kepada organisasi yang lebih kecil dalam pemenuhan aspirasi secara mandiri yang ditentukan pada level yang lebih kecil-bawah, ketimbang dipaksa PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 21 dari atas Alessandro Colombo, 2012; Soetoro Eko . Dengan kalimat lain, subsidiarity secara prinsipil menegaskan tentang alokasi atau penggunaan kewenangan dalam tatanan politik, yang notabene tidak mengenal kedaulatan tunggal di tangan pemerintah sentral. Subsidiaritas terjadi dalam konteks transformasi institusi, sering sebagai bagian dari tawar-menawar bargaining antara komunitasotoritas yang berdaulat mandiri dengan otoritas lebih tinggi pusat. Prinsip subsidiarity juga hendak mengurangi risiko-risiko bagi subunit pemerintahan atau komunitas bawah dari pengaturan yang berlebihan overruled oleh otoritas sentral. Berangkat dari ketakutan akan tirani, subsidiarity menegaskan pembatasan kekuasaan otoritas sentral pemerintah lebih tinggi dan sekaligus memberi ruang pada organisasi di bawah untuk mengambil keputusan dan menggunakan kewenangan secara mandiri Christopher Wolfe, 1995; David Bosnich, 1996; Andreas Føllesdal, 1999. Sotoro Eko 2015 memberikan tiga makna subsidiaritas. Pertama, urusan lokal atau kepentingan masyarakat setempat yang berskala lokal lebih baik ditangani oleh organisasi lokal, dalam hal ini Desa, yang paling dekat dengan masyarakat. Dengan kalimat lain, subsidiaritas adalah lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan tentang kepentingan masyarakat setempat kepada Desa. Kedua , negara bukan menyerahkan kewenangan seperti asas desentralisasi, melainkan menetapkan kewenangan lokal berskala Desa menjadi kewenangan Desa melalui undang-undang. Dalam penjelasan UU No. 62014 subsidiaritas mengandung makna penetapan kewenangan lokal berskala Desa menjadi kewenangan Desa. Penetapan itu berbeda dengan penyerahan, pelimpahan atau pembagian yang lazim dikenal dalam asas desentralisasi maupun dekonsentrasi. Sepadan dengan asas rekognisi yang menghormati dan mengakui kewenangan asal-usul Desa, penetapan ala subsidiaritas berarti UU secara langsung menetapkan sekaligus memberi batas- batas yang jelas tentang kewenangan Desa tanpa melalui mekanisme penyerahan dari kabupatenkota. Ketiga , pemerintah tidak melakukan campur tangan intervensi dari atas terhadap kewenangan lokal Desa, melainkan melakukan dukungan dan fasilitasi terhadap Desa. Pemerintah mendorong, memberikan kepercayaan dan mendukung prakarsa dan tindakan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Tindakan ini sejalan dengan salah satu tujuan penting UU No. 62014, yakni memperkuat Desa sebagai subyek pembangunan, yang mampu dan mandiri mengembangkan prakarsa dan aset Desa untuk kesejahteraan bersama.

4. Kedaulatan, Kewenangan dan Prakarsa Lokal

Desa, sebagai kesatuan masyarakat hukum atau badan hukum publik juga memiliki kewenangan meskipun tidak seluas kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan Desa adalah hak Desa untuk mengatur, mengurus dan bertanggung jawab atas urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Mengatur dan mengurus mempunyai beberapa makna: PENDAMPING DESA 22 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa 1 Mengeluarkan dan menjalankan aturan main peraturan, tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sehingga mengikat kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Misalnya Desa menetapkan besaran jasa pelayanan air minum yang dikelola BUM Desa Air Bersih; atau Desa menetapkan larangan truck besar masuk ke jalan kampung. 2 Bertanggungjawab merencanakan, menganggarkan dan menjalankan kegiatan pembangunan atau pelayanan, serta menyelesaikan masalah yang muncul. Sebagai contoh, karena Posyandu merupakan kewenangan lokal, maka Desa bertanggungjawab melembagakan Posyandu ke dalam perencanaan Desa, sekaligus menganggarkan untuk kebutuhan Posyandu, termasuk menyelesaikan masalah yang muncul. 3 Memutuskan dan menjalankan alokasi sumberdaya baik dana, peralatan maupun personil dalam kegiatan pembangunan atau pelayanan, termasuk membagi sumberdaya kepada penerima manfaat. Sebagai contoh, Desa memutuskan alokasi dana sekian rupiah dan menetapkan personil pengelola Posyandu. Contoh lain: Desa memberikan beasiswa sekolah bagi anak-anak Desa yang pintar berprestasi tetapi tidak mampu miskin. 4 Mengurus berarti menjalankan, melaksanakan, maupun merawat public goods yang telah diatur tersebut. Implementasi pembangunan maupun pelayanan publik merupakan bentuk konkret mengurus. Kewenangan mengatur dan mengurus tersebut ditujukan kepada urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Urusan pemerintahan pada dasarnya mencakup tiga fungsi yang dijalankan oleh pemerintah, yaitu: pengaturan public regulation, pelayanan publik public goods dan pemberdayaan masyarakat empowerment. Pengaturan merupakan kegiatan mengatur membuat peraturan tentang perintah yang harus dijalankan dan larangan yang harus dihindari tentang pemanfaatan barang-barang publik seperti pendidikan, kesehatan, jalan, laut, sungai, hutan, kebun, air, udara, uang dan lain-lain. Sedangkan pemberdayaan adalah fungsi pemerintah memperkuat kemampuan masyarakat dalam mengakses atau memanfaat- kan barang-barang publik tersebut serta mengembangkan potensi dan aset yang dimiliki masyarakat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, apa yang disebut urusan pemerintahan tersebut sudah diatur dan diurus oleh pemerintah, bahkan sudah dibagi habis kepada pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenkota sesuai dengan UU No. 222014 dan undang-undang sektoral lainnya. Apa yang disebut kepentingan masyarakat setempat sebenarnya juga tercakup sebagai urusan pemerintahan. Tetapi ada perbedaan khusus antara urusan pemerintahan dengan kepentingan masyarakat setempat. Urusan pemerintahan berkaitan dengan pelayanan publik kepada warga yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Sementara kepentingan masyarakat setempat adalah kebutuhan bersama masyarakat yang terkait dengan penghidupan dan kehidupan sehari-hari masyarakat, muncul dari PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 23 prakarsa masyarakat, berskala dan bersifat lokal setempat, dan terkadang belum tercakup dalam peraturan dan kebijakan pemerintah. Karena kedudukan, bentuk dan sifat Desa berbeda dengan pemerintah daerah, maka kewenangan ”mengatur dan mengurus” yang dimiliki Desa sangat berbeda dengan kewenangan pemerintah daerah. UU No. 62014 memang tidak memuat norma yang tersurat tentang prinsip dan ketentuan tentang kewenangan Desa. Namun di balik jenis-jenis kewenangan yang tersurat, ada makna dan nalar yang dapat dipahami. Berbeda dengan kewenangan pemerintah, ada beberapa prinsip penting yang terkandung dalam kewenangan Desa: 1 Baik kewenangan asal usul maupun kewenangan lokal bukanlah kewenangan yang diserahkan oleh pemerintah, bukan juga merupakan sisa residu yang dilimpahkan oleh pemerintah kabupatenkota sebagaimana pernah diatur dalam UU No. 322004 dan PP No. 722005. Sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas, kedua jenis kewenangan itu diakui dan ditetapkan langsung oleh undang-undang dan dijabarkan oleh peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah dalam ini bukanlah perintah yang absolut melainkan sebagai pandu arah yang di dalamnya akan membuat daftar positif positive list, dan kemudian menentukan pilihan atas positive list itu dan ditetapkan dengan peraturan Desa sebagai kewenangan Desa. 2 Sebagai konsekuensi Desa sebagai masyarakat yang berpemerintahan self governing community , kewenangan Desa yang berbentuk mengatur hanya terbatas pada pengaturan kepentingan lokal dan masyarakat setempat dalam batas-batas wilayah administrasi Desa. Mengatur dalam hal ini bukan dalam bentuk mengeluarkan izin baik kepada warga maupun kepada pihak luar seperti investor, melainkan dalam bentuk keputusan alokatif kepada masyarakat, seperti alokasi anggaran dalam APB Desa, alokasi air kepada warga, dan lain-lain. Desa tidak bisa memberikan izin mendirikan bangunan, izin pertambangan, izin eksploitasi air untuk kepentingan bisnis dan sebagainya. 3 Kewenangan Desa lebih banyak mengurus, terutama yang berorientasi kepada pelayanan warga dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai contoh Desa melayani dan juga membiayai kegiatan kelompok tani, melatih kader perempuan, membiayai Posyandu, mengembangkan hutan rakyat bersama masyarakat, membikin bagan ikan untuk kepentingan nelayan, dan sebagainya. 4 Selain mengatur dan mengurus, Desa dapat mengakses urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupatenkota untuk dimanfaatkan memenuhi kepentingan masyarakat. Selain contoh di atas tentang beberapa Desa menangkap air sungai Desa dapat mengakses dan memanfaatkan lahan negara berskala kecil yang tidak termanfaatkan atau tidak bertuan untuk memenuhi kepentingan masyarakat setempat. Lahan sisa proyek pembangunan, tanggul dan bantaran sungai, maupun tepian jalan kabupatenkota merupakan contoh konkret. Desa dapat memanfaatkan dan menanam pohon di atas lahan itu dengan cara mengusulkan dan memperoleh izin dari bupatiwalikota. PENDAMPING DESA 24 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa Daftar Pustaka Soetoro Eko., dkk. 2015. Regulasi Baru Desa Baru: Ide, Misi dan Semangat Undang- Undang Desa . Jakarta: Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. _______________ , 2014. Desa Membangun Indonesia. Yogyakarta: Forum Pengembangan Pembaharuan Desa FPPD PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 25 SPB 2.2.1 Lembar Informasi Paradigma Desa dalam Undang-Undang Desa

A. Pendahuluan

Dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Definisi Desa dijelasakan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, danatau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa berkedudukan di wilayah KabupatenKota. Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentangg Desa, membuka harapan bahwa desa didudukkan kembali posisinya sebagai kesatuan masyarakat hukum adat sesuai hak asal usul desa, sehingga otonomi desa diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Repubik Indonesia. Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government , diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asalusul, terutama menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hokum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli. Dengan demikian, kewenangan desa selain berupa urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa, juga memperoleh kewenangan dari pemerintah tingkat atasnya Pemerintah Pusat, Provinsi danatau Kabupatenkota untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu, yaitu penugasan. Pasal 22 UU. No.6 Tahun 2014, Penugasan dari Pemerintah danatau Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Penugasan tersebut disertai dengan biaya. Dalam setiap entitas pemerintahan, keberadaan setiap ”lembaga pemerintahan” merupakan prasyarat pokok dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang PENDAMPING DESA 26 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa menjadi kewenangan pemerintahan. Dengan kata lain, keberadaan setiap lembaga pemerintahan merupakan implikasi dari adanya kewenangan pemerintahan, karena kehadiran lembaga pemerintahan tersebut ditujukan untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang menjadi tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga pemerintahan tersebut. Hal yang sama juga berlaku bagi Pemerintahan Desa, dimana keberadaan lembaga-lembaga desa senantiasa berperan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa, sehingga keberadaan ”lembaga desa” perlu diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Tatkala kewenangan-kewenangan desa diderivasi menjadi peran lembaga- lembaga desa, maka kewenangan desa berubah menjadi tugas dan fungsi setiap lembaga desa. Dengan kata lain, keberadaan setiap lembaga desa merupakan amanah untuk melaksanakan kewenangan desa, sebagaimana tercermin di dalam tugas dan fungsi setiap lembaga desa tersebut. Pembagian tugas dan fungsi setiap lembaga desa ditujukan untuk mengefektifkan pelaksanaan seluruh kewenangan desa, sehingga senantiasa dihindari kemungkinan adanya tumpang tindih tugas dan fungsi antar lembaga desa. Namun, mengingat pelaksanaan kewenangan desa merupakan satu kesatuan sistemik yang terbagi habis ke dalam tugas dan fungsi setiap lembaga desa, maka pasti akan terjadi hubungan kerja antar lembaga-lembaga desa tersebut. Oleh karena itu, keberadaan lembaga desa senantiasa berperan untuk melaksanakan kewenangan desa sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, dan mengingat kewenangan desa merupakan suatu kesatuan sistemik, maka pasti akan terjadi hubungan kerja antara lembaga-lembaga desa tersebut, serta dihindari kemungkinan adanya tumpang tindih tugas antar lembaga-lembaga desa tersebut.

B. Asas dan Prinsip Desa Sebagai Masyarakat Berpemerintahan

Kedudukan posisi desa dalam bangunan besar tatanegara Indonesia, sekaligus relasi antara negara, desa dan warga merupakan jantung persoalan UU Desa. Jika regulasi sebelumnya menempatkan desa sebagai pemerintahan semu bagian dari rezim pemerintahan daerah, dengan asas desentralisasi-residualitas, maka UU Desa menempatkan desa dengan asas rekognisi-subsidiaritas. Rekognisi memang tidak lazim dibicarakan dalam semesta teori hubungan pusat dan daerah; ia lebih dikenal dalam pembicaraan tentang multikulturalisme. Dalam masyarakat multikultur, senantiasa menghadirkan perbedaan dan keragaman identitas baik suku, agama, warna kulit, seks dan lain-lain. Bahkan juga menghadirkan pemilahan antara mayoritas versus minoritas, dimana kaum minoritas sering menghadapi eksklusi secara sosial, budaya, ekonomi dan politik. Kaum minoritas merasa menjadi warga negara kelas dua yang tidak memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan kaum mayoritas. Karena menghadapi eksklusi, kelompok atau komunitas yang berbeda maupun kaum minoritas memperjuangkan klaim atas identitas, sumberdaya, legitimasi dan hak. Tindakan negara menghadapi klaim-klaim itu menjadi isu penting dalam pembicaraan tentang rekognisi. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 27 Meskipun rekognisi lahir dari konteks multikulturalisme, tetapi ia terkait dengan keadilan, kewargaan dan kebangsaan; bahkan mempunyai relevansi dengan desentralisasi. Pada titik dasar, rekognisi terletak pada jantung kontestasi ganda di seputar kewargaan, hak, politik identitas, klaim redistribusi material dan tuntutan akan kerugian masa silam yang harus diakui dan ditebus Janice McLaughlin, Peter Phillimore dan Diane Richardson, 2011. Kontestasi klaim inilah yang menjadi salah satu alasan lahirnya konsep desentralisasi asimetris di banyak negara, termasuk Indonesia, yang melahirkan otonomi khusus bagi Aceh dan Papua serta keistimewaan bagi Yogyakarta. Dengan kalimat lain, desentralisasi asimetris untuk tiga daerah itu, yang berbeda dengan daerah-daerah lain, karena dilandasi oleh rekognisi terhadap perbedaan dan keragaman. Dalam konteks multikultural itu, beragam pengertian rekognisi hadir. Charles Taylor 1992, misalnya, memahami rekognisi dalam dua pengertian: “politik universalisme”, yakni proteksi terhadap otonomi individu, kelompok atau komunitas dengan cara menjamin hak- hak mereka; serta “politik perbedaan”, yakni proteksi terhadap identitas individu, kelompok atau komunitas dengan cara menghormati dan membolehkan mereka melindungi budayanya. Axel Honneth 1996 secara sederhana memahami rekognisi dalam dua pengertian, yakni: a menghormati kesamaan status dan posisi; b menghargai keberagaman atau keunikan. Tujuannya adalah untuk mencapai keadilan sosial. Bagi Honneth, keadilan sosial harus memasukkan provisi ruang bebas bagi setiap individu hadir dalam ruang publik tanpa rasa malu. Lebih radikal lagi, Nancy Fraser 1996 melihat rekognisi dalam konteks perjuangan politik untuk melawan ketidakadilan. Tujuan rekognisi bukan sekadar memberikan pengakuan, penghormatan dan afirmasi terhadap identitas kultural yang berbeda, tetapi yang lebih besar adalah keadilan sosial ekonomi. Bagi Fraser, rekognisi harus disertai dengan redistribusi. Rekognisi kultural semata hanya mengabaikan redistribusi sosial-ekonomi sebagai obat ketidakadilan sosial dan perjuangan politik. Karena itu rekognisi dimengerti untuk mencapai keadilan budaya cultural justice, dan redistribusi untuk menjamin keadilan ekonomi economic justice . Dalam belantara teori dan praktik rekognisi, desa dan desa adat, hampir tidak dikenal. Rekognisi umumnya mengarah pada daerah-daerah khusus seperti Quebec di Canada maupun Wales, Skotlandia dan Irlandia Utara di Inggris Raya, masyarakat adat indigenous people, kelompok-kelompok minoritas, Afro Amerika, gender, kelompok- kelompok budaya atau identitas tertentu yang berbeda, dan sebagainya. Namun dalam konteks Indonesia, desa atau yang disebut dengan nama lain, sangat relevan bagi rekognisi. Pertama, desa atau yang disebut dengan nama lain, sebagai kesatuan masyarakat hukum adat merupakan entitas yang berbeda dengan kesatuan masyarakat hukum yang disebut daerah. Kedua, desa atau yang disebut dengan nama lain merupakan entitas yang sudah ada sebelum NKRI lahir pada tahun 1945, yang sudah memiliki susunan asli maupun membawa hak asal-usul. Ketiga, desa merupakan bagian dari keragaman atau multikulturalisme Indonesia yang tidak serta merta bisa diseragamkan. Keempat, dalam lintasan sejarah yang panjang, desa secara struktural PENDAMPING DESA 28 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa menjadi arena eksploitasi terhadap tanah dan penduduk, sekaligus diperlakukan secara tidak adil mulai dari kerajaan, pemerintah kolonial, hingga NKRI. Kelima, konstitusi telah memberikan amanat kepada negara untuk mengakui dan menghormati desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Rekognisi terhadap desa yang dilembagakan dalam UU Desa tentu bersifat kontekstual, konstitusional, dan merupakan hasil dari negosiasi politik yang panjang antara pemerintah, DPR, DPD dan juga desa. Sesuai amanat konstitusi negara presiden, menteri, lembaga-lembaga negara, tentara, polisi, kejaksaan, perbankan, dan lembaga- lambaga lain, swasta atau pelaku ekonomi, maupun pihak ketiga LSM, perguruan tinggi, lembaga internasional dan sebagainya wajib melakukan pengakuan dan penghormatan terhadap keberadaan eksistensi desa sebagai kesatuan masyarakat hukum. Eksistensi desa dalam hal ini mencakup hak asal-usul bawaan maupun prakarsa lokal yang berkembang wilayah, pemerintahan, peraturan maupun pranata lokal, lembaga-lembaga lokal, identitas budaya, kesatuan masyarakat, prakarsa desa, maupun kekayaan desa. Konsep mengakui dan menghormati berarti bukan campur tangan intervensi, memaksa dan mematikan institusi tatanan, organisasi, pranata, kearifan yang sudah ada, melainkan bertindak memanfaatkan, mendukung dan memperkuat institusi yang sudah ada. Ada beberapa contoh tindakan yang bertentangan dengan asas pengakuan dan penghormatan rekognisi seperti: pemerintah mengganti nagari atau sebutan lain dengan sebutan desa; pemerintah maupun swasta menjalankan proyek pembangunan di desa tanpa berbicara atau tanpa memperoleh persetujuan desa; pihak luar membentuk kelompok-kelompok masyarakat desat anpa persetujuan desa; penggantian lembaga pengelola air desa menjadi P3A kecuali subak di Bali; penggantian sistem dan kelembagaan keamanan lokal menjadi polisi masyarakat, pejabat menuding desa melakukan subversi ketika desa membentuk Sistem Informasi Desa secara mandiri, dan lain-lain. Rekognisi bukan saja mengakui dan menghormati terhadap keragaman desa, kedudukan, kewenangan dan hak asal-usul maupun susunan pemerintahan, namun UU Desa juga melakukan redistribusi ekonomi dalam bentuk alokasi dana dari APBN maupun APBD. Di satu sisi rekognisi dimaksudkan untuk mengakui dan menghormati identitas, adat-istiadat, serta pranata dan kearifan lokal sebagai bentuk tindakan untuk keadilan kultural. Di sisi lain redistribusi uang negara kepada desa merupakan resolusi untuk menjawab ketidakailan sosial-ekonomi karena intervensi, eksploitasi dan marginalisasi yang dilakukan oleh negara. Bahkan UU Desa juga melakukan proteksi terhadap desa, bukan hanya proteksi kultural, tetapi juga proteksi desa dari imposisi dan mutilasi yang dilakukan oleh supradesa, politisi dan investor. Penerapan asas rekognisi tersebut juga disertai dengan asas subsidiaritas. Asas subsidiaritas berlawanan dengan asas residualitas yang selama ini diterapkan dalam UU No. 322004. Asas residualitas yang mengikuti asas desentralisasi menegaskan bahwa seluruh kewenangan dibagi habis antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan terakhir di tangan pemerintah kabupatenkota. Dengan asas desentralisasi dan residualitas itu, desa ditempatkan dalam sistem pemerintahan kabupatenkota, yang PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 29 menerima pelimpahan sebagian sisa-sisa kewenangan dari bupatiwalikota. Prinsip subsidiaritas menegaskan bahwa dalam semua bentuk koeksistensi manusia, tidak ada organisasi yang harus melakukan dominasi dan menggantikan organisasi yang kecil dan lemah dalam menjalankan fungsinya. Sebaliknya, tanggungjawab moral lembaga sosial yang lebih kuat dan lebih besar adalah memberikan bantuan dari bahasa Latin, subsidium afferre kepada organisasi yang lebih kecil dalam pemenuhan aspirasi secara mandiri yang ditentukan pada level yang lebih kecil-bawah, ketimbang dipaksa dari atas Alessandro Colombo, 2012. Dengan kalimat lain, subsidiarity secara prinsipil menegaskan tentang alokasi atau penggunaan kewenangan dalam tatanan politik, yang notabene tidak mengenal kedaulatan tunggal di tangan pemerintah sentral. Subsidiaritas terjadi dalam konteks transformasi institusi, sering sebagai bagian dari tawar-menawar bargaining antara komunitasotoritas yang berdaulat mandiri dengan otoritas lebih tinggi pusat. Prinsip subsidiarity juga hendak mengurangi risiko- risiko bagi subunit pemerintahan atau komunitas bawah dari pengaturan yang berlebihan overruled oleh otoritas sentral. Berangkat dari ketakutan akan tirani, subsidiarity menegaskan pembatasan kekuasaan otoritas sentral pemerintah lebih tinggi dan sekaligus memberi ruang pada organisasi di bawah untuk mengambil keputusan dan menggunakan kewenangan secara mandiri Christopher Wolfe, 1995; David Bosnich, 1996; Andreas Føllesdal, 1999. Tiga makna subsidiaritas. Pertama, urusan lokal atau kepentingan masyarakat setempat yang berskala lokal lebih baik ditangani oleh organisasi lokal, dalam hal ini desa, yang paling dekat dengan masyarakat. Dengan kalimat lain, subsidiaritas adalah lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan tentang kepentingan masyarakat setempat kepada desa. Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan seperti asas desentralisasi, melainkan menetapkan kewenangan lokal berskala desa menjadi kewenangan desa melalui undang-undang. Dalam penjelasan UU No. 62014 subsidiaritas mengandung makna penetapan kewenangan lokal berskala desa menjadi kewenangan desa. Penetapan itu berbeda dengan penyerahan, pelimpahan atau pembagian yang lazim dikenal dalam asas desentralisasi maupun dekonsentrasi. Sepadan dengan asas rekognisi yang menghormati dan mengakui kewenangan asal- usul desa, penetapan ala subsidiaritas berarti UU secara langsung menetapkan sekaligus memberi batas-batas yang jelas tentang kewenangan desa tanpa melalui mekanisme penyerahan dari kabupatenkota. Ketiga, pemerintah tidak melakukan campur tangan intervensi dari atas terhadap kewenangan lokal desa, melainkan melakukan dukungan dan fasilitasi terhadap desa. Pemerintah mendorong, memberikan kepercayaan dan mendukung prakarsa dan tindakan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Tindakan ini sejalan dengan salah satu tujuan penting UU No. 62014, yakni memperkuat desa sebagai subyek pembangunan, yang mampu dan mandiri mengembangkan prakarsa dan aset desa untuk kesejahteraan bersama. Kombinasi antara asas rekognisi dan subsidiaritas itu menghasilkan definisi desa dalam UU Desa yang berbeda dengan definisi-definisi sebelumnya: Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk PENDAMPING DESA 30 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, danatau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

C. Kewenangan Desa Dan Jenis-Jenis Kewenangan Desa

Kewenangan Desa, dalam posisi Desa sebagai bagian dari sistem penyelenggaraan pemerintahan secara nasional dan jajaran terdepan dalam penyelenggaraan pemerintahan secara nasional, maka desa juga diberi kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan. Pemberian kewenangan kepada desa untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu merupakan konsekwensi dari keberadaan Desa sebagai sebuah entitas pemerintahan. Dalam mengatur dan mengurus Desa, kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Kewenangan Desa meliputi: a. kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. kewenangan lokal berskala Desa; c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota; dan d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disisi lain, kewenangan desa tidak hanya diperoleh melalui pelimpahan atau pemberian, karena desa memiliki kewenangan asli indigenous authority atau genuine authority berdasarkan hak asal usul desa sesuai sistem nilai adat istiadat masyarakat setempat. Sistem nilai adat istiadat masyarakat setempat merupakan salah satu faktor pengikat yang diakui dan ditaati bersama oleh masyarakat setempat selain faktor- faktor lainnya. Dengan menyitir pendapat Prof. Dr. R. Van Dijk dalam bukunya Pengantar Hukum Adat Indonesia terjemahan Mr. A. Soehardi, Taliziduhu Ndraha 1996: 4 menyatakan bahwa ”Adat istiadat merupakan semua kesusilaan dan kebiasaan Indonesia di semua lapangan hidup, jadi juga semua peraturan tentang tingkah macam apapun juga, menurut mana orang Indonesia biasa bertingkah laku”. Sistem nilai adat istiadat sebagai faktor pengikat yang mengatur sikap dan perilaku masyarakat setempat inilah yang merupakan hak asal usul desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Mengingat adanya perbedaan sistem nilai adat istiadat di dalam masyarakat Indonesia, maka kewenangan asli desa senantiasa berbeda-beda antara desa-desa di Indonesia, meskipun pada hal-hal tertentu adanya kesamaan nilai adat istiadat antar suku-suku bangsa di Indonesia, seperti nilai-nilai perdamaian dalam menyelesaikan masalah perdata dalam kehidupan masyarakat desa. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 31 Kewenangan asli desa inilah yang merupakan kewenangan utama desa dalam menyelenggarakan rumah tangga desa, sehingga kewenangan desa yang bersifat pelimpahan atau pemberian dari pemerintah atasan, pada dasarnya merupakan kewenangan tambahan, karena Pemerintahan desa merupakan unit pemerintahan terendah dalam sistem pemerintahan secara nasional. Namun, mengingat adanya kecenderungan bahwa kewenangan asli desa semakin berkurang bahkan di beberapa desa di Indonesia cenderung memudar dalam mengatur dan mengurus kehidupan masyarakat desa, maka seakan-akan terlihat bahwa kewenangan desa yang diperoleh dari pelimpahan atau penyerahan kewenangan dari pemerintah atasan menjadi kewenangan utama Pemerintahan Desa. Pemahaman seperti ini dapat dipahami, mengingat tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Pemerintahan Desa lebih bersifat penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan secara nasional, ketimbang penyelenggaraan urusan rumah tangga desa berdasarkan sistem nilai adat istiadat masyarakat setempat atau berdasarkan hak asal usul desa. Dengan demikian, kewenangan Desa meliputi: a. kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. kewenangan lokal berskala Desa; c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota; dan d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala diatur dan diurus oleh Desa. Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota diurus oleh Desa. Penugasan dari Pemerintah danatau Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Berdasarkan UU. Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul paling sedikit terdiri atas: a. sistem organisasi masyarakat adat; b. pembinaan kelembagaan masyarakat; c. pembinaan lembaga dan hukum adat; d. pengelolaan tanah kas Desa; dan e. pengembangan peran masyarakat Desa. Demikianlah beberapa materi pokok yang berkenaan dengan ”Desa dan Kewenangan Desa”. Semoga bermanfaat bagi para peserta pelatihan dan para pembaca lainnya. PENDAMPING DESA 32 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 33 SPB 2.3.1 Lembar Informasi Kewenangan Desa Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Nomor 44 Tahun 2016

A. Pengantar

Kewenangan Desa dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, diatur di Bab IV Kewenangan Desa yang meliputi 5 lima pasal, yaitu pasal 18 sampai pasal 22. Ketentuan lebih lanjut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintahan Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah di atas, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menerbitkan Peraturan Menteri No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Sampai awal tahun 2016, Peraturan Menteri ini menjadi acuan legal dalam penyusunan regulasi di tingkat daerah dalam menerbitkan Peraturan tentang Kewenangan Desa. Tanggal 15 Juli 2016 Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa. Dengan terbitnya Peraturan tersebut, ketentuan teknis terkait kewenangan Desa selanjutnya mengacu pada Permendagri No. 44 tahun 2016. Bacaan di bawah ini merupakan ringkasan atas Permendagri tentang Kewenangan Desa tersebut.

B. Maksud, Tujuan Peraturan, dan Ruang Lingkup

Peraturan Menteri tentang Kewenangan Desa dimaksudkan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas Desa dalam menata kewenangan Desa sesuai asas rekognisi dan asas subsidiaritas dan pelaksanaan penugasan dari Pemerintah Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah KabupatenKota kepada Desa. Tujuan penetapan Peraturan Menteri tentang Kewenangan Desa adalah dalam rangka mendorong proporsionalitas pelaksanaan bidang kewenangan desa yang meliputi: PENDAMPING DESA 34 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa 1. penyelenggaraan Pemerintahan Desa; 2. pelaksanaan Pembangunan Desa; 3. pembinaan kemasyarakatan Desa; dan 4. pemberdayaan masyarakat Desa. 5. Ruang lingkup dalam Permendagri No. 442016 adalah: 6. Kewenangan Desa; dan 7. Kewenangan Desa Adat.

C. Penataan Kewenangan Desa

Ketentuan tentang pelaksanaan kewenangan Desa dilaksanakan melalui penataan kewenangan Desa, sebagai berikut. 1 Kewenangan Desa dilaksanakan melalui penataan kewenangan Desa. 2 Penataan kewenangan Desa meliputi: a. jenis dan perincian kewenangan Desa; dan b. kriteria kewenangan Desa.

D. Jenis dan Perincian Kewenangan Desa

Jenis kewenangan Desa meliputi: a. kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. kewenangan lokal berskala Desa; c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota; dan d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Masing-masing jenis di atas dirinci, sebagai berikut: Kewenangan berdasarkan hak asal usul 1 Perincian kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas: a. sistem organisasi masyarakat adat; b. pembinaan kelembagaan masyarakat; c. pembinaan lembaga dan hukum adat; d. pengelolaan tanah kas Desa; dan PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 35 e. pengembangan peran masyarakat Desa. 2 Selain kewenangan sebagaimana dimaksud di atas, Pemerintah Daerah KabupatenKota dapat melakukan identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul lainnya dengan mengikutsertakan Pemerintah Desa. 3 Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi kewenangan, Pemerintah Daerah KabupatenKota menetapkan kewenangan hak asal usul lainnya dengan memperhatikan situasi, kondisi, dan kebutuhan. 4 Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul diatur dan diurus oleh Desa. Kewenangan lokal berskala Desa 1 Perincian kewenangan lokal berskala Desa, paling sedikit terdiri atas: a. pengelolaan tambatan perahu; b. pengelolaan pasar Desa; c. pengelolaan tempat pemandian umum; d. pengelolaan jaringan irigasi; e. pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa; f. pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; g. pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar; h. pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan; i. pengelolaan embung Desa; j. pengelolaan air minum berskala Desa; dan k. pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian. 2 Selain kewenangan di atas, Pemerintah Daerah KabupatenKota dapat melakukan identifikasi dan inventarisasi kewenangan lokal berskala Desa lainnya dengan mengikutsertakan Pemerintah Desa. 3 Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi kewenangan lokal berskala Desa di atas, Pemerintah Daerah KabupatenKota menetapkan kewenangan lokal berskala Desa lainnya dengan memperhatikan situasi, kondisi, dan kebutuhan. 4 Kewenangan Desa berskala lokal diatur dan diurus oleh Desa. Kewenangan yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota kepada Desa. 1 Perincian Kewenangan yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota kepada Desa meliputi: a. penyelenggaraan Pemerintahan Desa; PENDAMPING DESA 36 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa b. pelaksanaan Pembangunan Desa; c. pembinaan kemasyarakatan Desa; dan d. pemberdayaan masyarakat Desa. 2 Kewenangan penugasan sebagaimana dimaksud diurus oleh Desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. Kriteria Kewenangan Desa

Kriteria kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul, antara lain: a. merupakan warisan sepanjang masih hidup; b. sesuai perkembangan masyarakat; c. sesuai prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kriteria kewenangan lokal berskala Desa, antara lain: a. sesuai kepentingan masyarakat Desa; b. telah dijalankan oleh Desa; c. mampu dan efektif dijalankan oleh Desa; d. muncul karena perkembangan Desa dan prakarsa masyarakat Desa; dan e. program atau kegiatan sektor yang telah diserahkan ke Desa. Kriteria kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota antara lain: a. sesuai kebutuhan dan kemampuan sumber daya manusia di Desa; b. memperhatikan prinsip efisiensi dan peningkatan akuntabilitas; c. pelayanan publik bagi masyarakat; d. meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan Desa; e. mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat; dan f. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat. Kriteria kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain: a. urusan pemerintahan umum dan tugas pembantuan; b. sesuai dengan prinsip efisiensi; c. mempercepat penyelenggaraan pemerintahan; dan d. kepentingan nasional yang bersifat khusus dan strategis. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 37

F. Kewenangan Desa Adat

Penataan kewenangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Permendagri No. 442016 berlaku mutatis mutandis bagi penataan kewenangan Desa Adat. Jenis kewenangan Desa sebagaimana dijelasakan dalam Pasal 6 Permendagri No. 442016 berlaku mutatis mutandis bagi jenis kewenangan Desa Adat. Perincian kewenangan berdasarkan hak asal-usul Desa Adat, meliputi: a. pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli; b. pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat; c. pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat; d. penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah; e. penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat; dan g. pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa Adat. Penyelenggaraan hak asal usul Desa Adat di atas paling sedikit meliputi: a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat; b. pranata hukum adat; c. pemilikan hak tradisional; d. pengelolaan tanah ulayat; e. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa Adat; f. pengelolaan tanah kas Desa Adat; g. pengisian jabatan Kepala Desa Adat dan Perangkat Desa Adat; dan h. masa jabatan Kepala Desa Adat dan Perangkat Desa Adat. Perincian kewenangan lokal berskala Desa dan kewenangan yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota kepada Desa berlaku mutatis mutandis bagi Desa Adat.

G. Kriteria Kewenangan Desa Adat

Kriteria kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul antara lain: a. adat istiadat dan hak tradisional yang masih hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan Desa Adat; PENDAMPING DESA 38 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa b. hak sosial budaya masyarakat Desa Adat; dan c. sesuai prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kriteria kewenangan lokal berskala Desa, kriteria kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah KabupatenKota dan kriteria kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah KabupatenKota sesuai dengan peraturan perundang- undangan berlaku mutatis mutandis bagi Desa Adat.

H. Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Desa dan Desa Adat

Kewenangan Desa dan Desa adat dilaksanakan dimulai dari identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa oleh Pemerintah KabupatenKota. Hasil identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa dijadikan bahan bagi BupatiWalikota untuk menyusun rancangan Peraturan BupatiWalikota tentang daftar kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rancangan Peraturan BupatiWalikota tentang daftar kewenangan Desa dan Desa Adat paling sedikit memuat: 1 jenis kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala Desa dan Desa Adat; 2 kriteria kewenangan Desa dan Desa Adat; 3 mekanisme pelaksanaan kewenangan Desa dan Desa Adat; 4 evaluasi dan pelaporan pelaksananan kewenangan Desa dan Desa Adat; dan 5 pendanaan. Sebelum Peraturan BupatiWalikota ditetapkan Permendagri No. 442016 juga mengatur tahapan konsultasi sebagai berikut: 1 Rancangan Peraturan BupatiWalikota tentang daftar kewenangan Desa dan Desa Adat sebelum ditetapkan oleh BupatiWalikota dikonsultasikan kepada Gubernur. 2 Gubernur dalam melakukan konsultasi atas Rancangan Peraturan BupatiWalikota tentang rincian daftar kewenangan Desa berkoordinasi dengan Menteri. 3 Hasil koordinasi Gubernur menjadi dasar diterbitkannya rekomendasi Gubernur kepada BupatiWalikota. 4 BupatiWalikota menetapkan Peraturan BupatiWalikota tentang daftar kewenangan Desa dan Desa Adat paling lama tujuh hari setelah mendapatkan rekomendasi. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 39 Setelah Peraturan BupatiWalikota terbit, langkah Pemerintah Desa adalah sebagai berikut: Berdasarkan Peraturan BupatiWalikota tentang daftar Kewenangan Desa dan Desa Adat, Pemerintah Desa menetapkan Peraturan Desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala Desa dan Desa Adat. Peraturan Desa sebagaimana dimaksud di atas sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal Desa yang bersangkutan.

I. Urusan yang Dilaksanakan Desa dan Desa Adat

Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah dapat ditugaskan sebagian pelaksanaannya kepada Desa dan Desa Adat. Urusan pemerintahan konkuren yang ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang tertentu setelah berkoordinasi dengan Menteri. Untuk melaksanakan identifikasi dan inventarisasi kewenangan pemerintah yang sebagian pelaksanaan urusannya akan ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat, Menteri membentuk kelompok kerja. Kelompok kerja ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dapat ditugaskan sebagian pelaksanaan urusannya kepada Desa dan Desa Adat. Penugasan oleh Pemerintah Daerah Provinsi kepada Desa ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Untuk melaksanakan identifikasi dan inventarisasi kewenangan pemerintah daerah provinsi yang sebagian pelaksanaan urusannya akan ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat, Gubernur membentuk kelompok kerja. Kelompok kerja ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah daerah Kabupaten Kota dapat ditugaskan sebagian pelaksanaan urusannya kepada Desa dan Desa Adat. Penugasan oleh pemerintah daerah kabupatenkota kepada Desa ditetapkan dengan Peraturan BupatiWalikota. Untuk melaksanakan identifikasi dan inventarisasi kewenangan pemerintah kabupatenkota yang sebagian pelaksanaan urusannya akan ditugaskan kepada Desa dan Desa Adat, BupatiWalikota membentuk kelompok kerja. Kelompok kerja ditetapkan dengan Keputusan BupatiWalikota. Urusan pemerintahan umum dan tugas pembantuan yang menjadi kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah KabupatenKota dapat ditugaskan sebagian pelaksanaan urusannya kepada Desa dan Desa Adat. Tata cara pelaksanaan penugasan, pembentukan kelompok kerja dan pendanaan untuk melaksanakan sebagian pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah KabupatenKota kepada Desa dan Desa Adat berlaku mutatis mutandis bagi urusan pemerintahan umum dan tugas pembantuan yang sebagian pelaksanaannya ditugaskan oleh PENDAMPING DESA 40 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah KabupatenKota kepada Desa dan Desa Adat.

J. Pelaporan

BupatiWalikota melaporkan kepada Gubernur pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa Adat di wilayahnya. Gubernur melaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa terhadap pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa Adat di KabupatenKota. Pelaporan dilakukan secara tertulis dan disampaikan paling sedikit satu kali dalam satu tahun atau sesuai kebutuhan. Hasil pelaporan dijadikan bahan Menteri untuk menyusun kebijakan terkait pelaksanaan penataan kewenangan Desa.

K. Pembinaan dan Pengawasan

Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa Adat secara nasional. Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa Adat di KabupatenKota. BupatiWalikota melakukan pembinaan dan pengawasaan terhadap pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa Adat. Pembinaan dilakukan melalui: a. fasilitasi dan koordinasi; b. peningkatan kapasitas aparatur Pemerintah Desa; c. monitoring dan evaluasi; dan d. dukungan teknis administrasi. Dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penataan dan pelaksanaan kewenangan Desa dan Desa Adat, BupatiWalikota dapat melimpahkan sebagian tugas kepada Camat.

L. Pembiayaan

Pembiayaan untuk pelaksanaan penataan kewenangan Desa dan Desa Adat dibebankan pada: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi; dan c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabupatenKota; d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; dan e. Sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 41

M. Ketentuan Lain

Hak-hak ulayat Desa diakui keberadaannya sepanjang kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengakuan sebagaimana dimaksud sesuai ketentuan peraturan perundangan. Penataan kewenangan Desa dan Desa Adat di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat selain berpedoman pada Peraturan Menteri ini Permendagri No. 442016, juga mempedomani ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur kekhususan daerah Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat. Desa dapat melaksanakan pungutan dalam rangka peningkatan pendapatan asli Desa sesuai dengan kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan peraturan perundang-undangan. PENDAMPING DESA 42 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 43 SPB 2.4.1 Lembar Informasi Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

A. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional

Secara umum arah kebijakan dan strategi pembangunan Desa dan kawasan perdesaan, termasuk di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi serta kepulauan dan pulau kecil, sebagai berikut: 1. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Desa termasuk permukiman transmigrasi sesuai dengan kondisi geografis Desa, melalui strategi: a. meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana perumahan dan fasilitas permukiman; b. meningkatkan ketersediaan tenaga pengajar serta sarana dan prasarana pendidikan; c. meningkatkan ketersediaan tenaga medis serta sarana dan prasarana kesehatan; meningkatkan ketersediaan sarana prasarana perhubungan antar permukiman ke pusat pelayanan pendidikan, pusat pelayanan kesehatan, dan pusat kegiatan ekonomi; dan d. meningkatkan ketersediaan prasarana pengairan, listrik dan telekomunikasi. 2. Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa termasuk di permukiman transmigrasi, melalui strategi: a. fasilitasi pengelolaan BUM Desa serta meningkatkan ketersediaan sarana prasarana produksi khususnya benih, pupuk, pasca panen, pengolahan produk pertanian dan perikanan skala rumah tangga desa; b. fasilitasi, pembinaan, maupun pendampingan dalam pengembangan usaha, bantuan permodalankredit, kesempatan berusaha, pemasaran dan kewirausahaan; dan PENDAMPING DESA 44 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa c. meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam pemanfaatan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tepat Guna. 3. Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa termasuk di permukiman transmigrasi melalui strategi: a. mengembangkan pendidikan berbasis ketrampilan dan kewirausahaan; b. memberi pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak-hak masyarakat adat; c. mengembangkan kapasitas dan pendampingan kelembagaan kemasyarakat an desa dan kelembagaan adat secara berkelanjutan; d. meningkatkan kapasitas dan partisipasi masyarakat termasuk perempuan, anak, pemuda dan penyandang disabilitas melalui fasilitasi, pelatihan, dan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring pembangunan desa; e. menguatkan kapasitas masyarakat desa dan masyarakat adat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam lahan dan perairan, serta lingkungan hidup desa termasuk desa pesisir secara berkelanjutan; dan f. meningkatkan partisipasi dan kapasitas tenaga kerja TKITKW di desa. 4. Pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan dengan strategi: a. konsolidasi satuan kerja lintas KementerianLembaga; b. memastikan berbagai perangkat peraturan pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi, jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan PP Sistem Keuangan Desa; c. memastikan distribusi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa berjalan secara efektif, berjenjang, dan bertahap; d. mempersiapkan Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota dalam mengoperasionalisasi pengakuan hak-hak masyarakat adat untuk dapat ditetapkan menjadi desa adat. 5. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Pembangunan Sumber Daya Manusia, Keberdayaan, dan Modal Sosial Budaya Masyarakat Desa Penguatan Pemerintahan Desa dan masyarakat Desa melalui strategi: a. melengkapi dan mensosialisasikan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; b. Meningkatkan kapasitas pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan kader pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring pembangunan desa, pengelolaan keuangan desa serta pelayanan publik melalui fasilitasi, pelatihan, dan pendampingan; PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 45 c. menyiapkan data dan informasi desa yang digunakan sebagai acuan bersama perencanaan dan pembangunan desa. 6. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup berkelanjutan, serta penataan ruang kawasan perdesaan termasuk di kawasan transmigrasi melalui strategi: a. menjamin pelaksanaan distribusi lahan kepada desa-desa dan distribusi hak atas tanah bagi petani, buruh lahan, dan nelayan; b. menata ruang kawasan perdesaan untuk melindungi lahan pertanian dan menekan alih fungsi lahan produktif dan lahan konservasi; c. menyiapkan dan melaksanakan kebijakan untuk membebaskan desa dari kantong-kantong hutan dan perkebunan; d. menyiapkan kebijakan tentang akses dan hak desa untuk mengelola sumber daya alam berskala lokal termasuk pengelolaan hutan negara oleh desa berorientasi keseimbangan lingkungan hidup dan berwawasan mitigasi bencana untuk meningkatkan produksi pangan dan mewujudkan ketahanan pangan; e. menyiapkan dan menjalankan kebijakan-regulasi baru tentang shareholding antara pemerintah, investor, dan desa dalam pengelolaan sumber daya alam; f. menjalankan program-program investasi pembangunan perdesaan dengan pola shareholding melibatkan desa dan warga desa sebagai pemegang saham; g. merehabilitasi kawasan perdesaan yang tercemar dan terkena dampak bencana khususnya di daerah pesisir dan daerah aliran sungai. 7. Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan termasuk kawasan transmigrasi untuk mendorong keterkaitan desa-kota dengan strategi: a. mewujudkan dan mengembangkan sentra produksi, sentra industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan, serta destinasi pariwisata; b. meningkatkan akses transportasi desa dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokalwilayah; c. mengembangkan kerjasama antar desa, antar daerah, dan antar pemerintah-swasta termasuk kerjasama pengelolaan BUM Desa, melalui pembentukan lembaga BUM Desa Bersama atau kerjasama antar 2 BUM Desa dan membangun agribisnis kerakyatan melalui pembangunan bank khusus untuk pertanian, UMKM, dan Koperasi; d. membangun sarana bisnispusat bisnis di perdesaan; e. mengembangkan komunitas teknologi informasi dan komunikasi bagi petani untuk berinteraksi denga pelaku ekonomi lainnya dalam kegiatan produksi panen, penjualan, distribusi, dan lain-lain. PENDAMPING DESA 46 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan Pemberdayaan Desa

1. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Desa sesuai dengan kondisi geografis Desa, melalui strategi: menyusun dan memastikan terlaksananya NSPK SPM Desa antara lain perumahan, permukiman, pendidikan, kesehatan, perhubungan antar permukiman ke pusat pelayanan pendidikan, pusat pelayanan kesehatan, dan pusat kegiatan ekonomi, pengairan, listrik dan telekomunikasi; 2. Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa, melalui strategi: i penataan dan penguatan BUM Desa untuk mendukung ketersediaan sarana prasarana produksi khususnya benih, pupuk, pengolahan produk pertanian dan perikanan skala rumah tangga desa; ii fasilitasi, pembinaan, maupun pendampingan dalam pengembangan usaha, bantuan permodalankredit, kesempatan berusaha, pemasaran dan kewirausahaan; dan iii meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam pemanfaatan dan pengembangan Teknologi Tepat Guna Perdesaan; 3. Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa untuk mendukung peningkatan karakter jati diri bangsa melalui revolusi mental, dengan strategi: 1 mengembangkan pendidikan berbasis keterampilan dan kewirausahaan; 2 mendorong peran aktif masyarakat dalam pendidikan dan kesehatan; 3 mengembangkan kapasitas dan pendampingan lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat secara berkelanjutan; 4 menguatkan partisipasi masyarakat dengan pengarusutamaan gender termasuk anak, pemuda,lansia dan penyandang disabilitas dalam pembangunan desa; 5 menguatkan kapasitas masyarakat desa dan masyarakat adat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam lahan dan perairan, serta lingkungan hidup desa termasuk desa pesisir secara berkelanjutan; 6 meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan masyarakat desa dalam meningkatkan ketahanan ekonomi, sosial, lingkungan keamanan dan politik; vii meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring pembangunan desa; dan 7 meningkatkan partisipasi dan kapasitas tenaga kerja TKITKW di desa.

C. Tugas Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat

Desa Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, pembangunan sarana PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 47 prasarana desa, dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa menjalankan fungsi : 1. perumusan kebijakan di bidang pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, dan pembangunan sarana prasarana desa, serta pemberdayaan masyarakat desa; 2. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, dan pembangunan sarana prasarana desa, serta pemberdayaan masyarakat desa; 3. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, danpembangunan sarana prasarana desa, serta pemberdayaan masyarakat desa; 4. pemberian Pembimbingan kinerja dan supervisi di bidang pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, dan pembangunan sarana prasarana desa, serta pemberdayaan masyarakat desa; 5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, danpembangunan sarana prasarana desa, serta pemberdayaan masyarakat desa; 6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan 7. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

D. Tiga Pilar Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra. Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa Jamu Desa. Matra ini diarahkan untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa sehingga mereka menjadi subyek berdaulat atas pilihan yang diambil. Kedua, Lumbung Ekonomi Desa Bumi Desa. Matra ini mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa Karya Desa. Matra ini mempromosikan pembangunan yang PENDAMPING DESA 48 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. 1. Jaring Komunitas Wiradesa Jamu Desa Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan martabat. Memajukan kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga Desa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Fakta ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup bermartabat dan sejahtera. Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar hak asasi. Situasi ini diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, maupun informasi. Sehingga kehidupan masyarakat miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di sini, matra Jaring Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan diluar sekolah non formal. Melalui penciptaan komunitas belajar dan balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan, peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol jalanny a kegiatan ekonomi dan politik. 2. Lumbung Ekonomi Desa Bumi Desa Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 49 sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang berkeadilan. Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa. Hal ini berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek ini, organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas, pemerataan, dan solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi, Badan Usaha Milik Desa BUM Desa, lembaga keuangan mikro, usaha bersama, atau yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga ekonomi ini haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam menjalankan usaha perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa, misalnya pembentukan BUM Desa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh orang-orang Desa yang teruji secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi. Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga kerja tidak terampil unskill labour telah menyebabkan terus meluasnya persoalan bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan, rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga resilience dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya: terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi PENDAMPING DESA 50 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia lokal. 3. Lingkar Budaya Desa Karya Desa Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja budaya kolektivisme yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material ekonomi, tetapi lebih dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan mensejahterahkan. Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa tersebut di atas memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen untuk menjalankan program dan kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD dengan menggunakan pendekatan metode ini, diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan sustained impact untuk kemajuan dan kesejahteraan Desa.

E. Pemberdayaan Masyarakat Desa PMD

Pemberdayaan masyarakat Desa, dapat diartikan sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat di Desa, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Tujuan utama dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat. Prioritas penggunaan Dana Desa untuk program dan kegiatan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain: PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 51 1. Peningkatan investasi ekonomi desa melalui pengadaan, pengembangan atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pemagangan; 2. Dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya; 3. Bantuan peningkatan kapasitas untuk program dan kegiatan ketahanan pangan Desa; 4. Pengorganisasian masyarakat, fasilitasi dan pelatihan paralegal dan bantuan hukum masyarakat Desa, termasuk pembentukan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa KPMD dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa Community Centre; 5. Promosi dan edukasi kesehatan masyarakat serta dan ketersediaan atau keberfungsian tenaga medisswamedikasi di Desa; 6. Dukungan terhadap kegiatan pengelolaan HutanPantai Desa dan HutanPantai Kemasyarakatan; 7. Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untuk energi terbarukan dan pelestarian lingkungan hidup; danatau 8. Bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan analisis kebutuhan desa dan telah ditetapkan dalam Musyawarah Desa.

F. Infrastruktur Desa ID

Arah kebijakan dan strategi pembangunan kawasan perdesaan nasional dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJPN Tahun 2005-2025. Pemerintah pusat telah merealisasikan penyaluran dana desa tahap pertama kepada pemerintah desa. Dana desa tersebut telah disalurkan oleh Kementerian Keuangan Kemenkeu. Setelah disalurkan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Kemendesa PDTT bertugas mengawal prioritas penggunaan Dana Desa agar sesuai dengan Peraturan Menteri yang telah ditetapkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa, dana desa di tahun 2016 ini digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal desa bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Sesuai Permendes 21 tahun 2015, prioritas pertama penggunaan dana desa yaitu untuk membangun infrastuktur antara lain jalan, irigasi, jembatan sederhana, dan talud. Dalam tahap ini pembangunan perdesaan meliputi pengembangan agroindustri padat karya, hingga intervensi harga dan kebijakan propertanian. Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan merupakan salah satu program pembangunan infrastruktur untuk desa dan kawasan desa yang berbasis pada partisipasi masyarakat. PENDAMPING DESA 52 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa Ruang lingkup pembangunan infrastruktur dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Pembangunan infrastruktur transportasi perdesaan guna mendukung peningkatan aksessibilitas masyarakat desa, yaitu: jalan, jembatan, tambatan perahu; 2. Pembangunan infrastruktur yang mendukung produksi pertanian, yaitu: irigasi perdesaan. 3. Pembangunan infrastruktur yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, meliputi: penyediaan air minum, sanitasi perdesaan.[4] Dalam mendukung upaya pengentasan kemiskinan di kawasan perdesaan ini merupakan program lanjutan dari program pembangunan infrastruktur perdesaan sebelumnya, dengan pendekatan salah satunya adalah keberpihakan pada yang miskin, yaitu orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan yang hasilnya diupayakan dapat berdampak langsung pada penduduk miskin. Jenis-jenis infrastruktur tersebut menjadi dasar dalam pengelompokan pembangunan infrastruktur yang dilakukan melalui pendampingan Desa.

G. Pembangunan Partisipatif PP

Pembangunan yang partisipatif merupakan kegiatan pembangunan yang memadukan kebijakan pemerintah dengan aspirasi masyarakat. Model pembangunan partisipatif mengasumsikan bahwa, pertama masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan atau masalahnya sendiri; kedua, masyarakat memiliki pengalaman melaksanakan kegiatan pembangunan; ketiga, pembangunan bukan hanya tugas dan tanggungjawab pemerintah tetapi juga tugas dan tanggung jawab masyarakat. dalam proses pembangunan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan, perumusan kebutuhan, perumusan masalah yang dihadapi, dalam pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasinya. Tujuan akhir pembangunan partisipatif, meliputi: 1. Partisipasi dalam pembangunan dipandang sebagai hak terutama untuk rakyat miskin dan inheren dalam strategi pembangunan dan pemberdayaan yang berorientasi kepada orang miskin pro-poor; 2. Partisipasi seluruh pihak yang terlibat stakeholders terutama ditujukan untuk meningkatkan akurasi informasi dan relevansi realitas kehidupan yang diputuskan dan dibangun; 3. keikutsertaan pelaku atau pemanfaat utama pembangunan stakeholdersutama dapat meningkatkan rasa kepemilikan dalam proses pembangunan, penggunaan sumberdaya lebih baik untuk memobilisasi sumberdaya lokal dalam mensubstitusi input dari luar secara efektif dan efisien; 4. Proses partisipasi meningkatkan ketrampilan, kapasitas dan jaringan bagi partisipan sehingga mewujudkan pembangunan yang pro-poor, berbasis civil society dan pemberdayaan PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 53 Pola pembangunan partisipatif juga mendorong keswadayaan masyarakat. Swadaya masyarakat berupa bantuan atau sumbangan baik dalam bentuk uang, material dan non fisik dalam bentuk tenaga dan pemikiran dalam kegiatan pembangunan. Bentuk konkret swadaya masyarakat diantaranya adanya gotong royong masyarakat, yaitu kegiatan kerjasama masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan yang diarahkan pada penguatan persatuan dan kesatuan masyarakat serta peningkatan peran aktif masyarakat dalam pembangunan..

H. Pengembangan Ekonomi Desa PED

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal PDT, dan Transmigrasi sedang mendorong terbangunnya keterkaitan antara desa dan kota sebagai bagian dari strategi pengembangan kawasan pedesaan di Indonesia. Mengacu pada Perpres 22015 tentang RPJMN 2015-2019, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi membuat pemetaan tahapan-tahapan prosesnya. Untuk 5.000 desa tertinggal menjadi desa berkembang, tahapannya adalah tahun 2015-2016 sebanyak 500 desa, kemudian 2016- 2017 sebanyak 1.000 desa, lalu tahun 2017-2018 sebanyak 1.500 desa, dan tahun 2018- 2019 sebanyak 2000 desa, sehingga dalam lima tahun total 5000 desa tertinggal dapat menjadi desa berkembang. Salah satu upaya yang dilakukan dengan mengembangkan ekonomi kawasan perdesaan sebagai wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pengembangan ekonomi kawasan pedesaan akan dilakukan dengan mengembangkan sentra produksi, sentra industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan, serta membangun destinasi pariwisata. Selanjutnya, akses transportasi desa dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal atau pun wilayah harus terus ditingkatkan. Disamping itu, dikembangkan juga kerjasama antar desa, antar daerah, dan antar pemerintah-swasta, termasuk kerjasama pengelolaan BUM Desa serta mendorong pembangunan sarana bisnis atau pun pusat bisnis di pedesaan. Ruang lingkup pengembangan Ekonomi Perdesaan meliputi: 1. Meningkatkan kegiatan ekonomi desa yang berbasis komoditas unggulan, melalui pengembangan rantai nilai, peningkatan produktivitas, serta penerapan ekonomi hijau; 2. Menyediakan dan meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan pasar desa; 3. Meningkatkan akses masyarakat desa terhadap modal usaha, pemasaran dan informasi pasar. Mengembangkan lembaga pendukung ekonomi desa seperti BUM Desa, koperasi dan lembaga ekonomi mikro lainnya. PENDAMPING DESA 54 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa

I. Teknologi Tepat Guna TTG

Teknologi Tepat Guna Teknologi Tepat Guna TTG lahir sebagai jawaban respons positif para ilmuan, peneliti, pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kebutuhan, dan tantangan hidup masyarakat. Tujuan Teknologi Tepat Guna: Menerapkan konsep-konsep manajemen modern ke dalam praktek dunia nyata dan perilaku masyarakat dalam upaya optimalisasi hasil produksipendapatannya. Teknologi tepat guna merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat Desa. Teknologi tersebut harus berpotensi memenuhi kriteria, yaitu: a mengkonversi sumberdaya alam, b menyerap tenaga kerja, c memacu industri rumah tangga, dan d meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara nasional, bahwa untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, mempercepat kemajuan desa dan menghadapi persaingan global dipandang perlu melakukan percepatan pembangunan perdesaan melalui pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang yang didukung oleh penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna. Konferensi Nasional Teknologi Tepat Guna 2014 dilakukan dalam dua kelompok Konferensi, yaitu Kelompok Kebijakan dan Kelembagaan serta Kelompok Pemanfaatan dan Pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna. Jumlah peserta yang hadir sekitar 100 orang, berasal dari lembaga pemerintah pusat dan daerah, peneliti dan akademisi dari perguruan tinggi, maupun praktisi pengusaha kecil menengah dan lembaga swadaya masyarakat. Para peserta Konferensi menyepakati pula hal-hal khusus di ranah Kebijakan, Kelembagaan, serta Pemanfaatan dan Pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna sebagai berikut: 1. Mendorong pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna untuk kemandirian masyarakat desa sesuai dengan amanat Undang undang Desa Nomor 6 Tahun 2014. 2. Mendorong penguatan landasan hukum pengembangan dan pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna dari semula, Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2001 tentang Penerapan dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna menjadi Peraturan Pemerintah tentang Pengembangan dan Penerapan Teknologi Tepat Guna. Kebijakan tersebut diperlukan sebagai landasan strategis nasional agar teknologi tepat guna Indonesia mampu berkontribusi mendukung Implementasi Undang- Undang Desa No 6 Tahun 2014. 3. Mendorong agar gerakan nasional pemanfaatan dan pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna untuk penanggulangan kemiskinan dapat dimasukan dalam RPJMN. 4. Mendorong adanya kebijakan finansialperbankan yang berpihak kepada UMKM, khususnya dalam hal kemudahan perolehan dan bunga pinjaman, sehingga penyediaan, implementasi maupun scaling up dan scaling down fine tunning Teknologi Tepat Guna sesuai kebutuhan dan berkesinambungan. 5. Diusulkan adanya Program Aksi Nasional untuk Pengembangan Pemanfaatan dan Pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna dengan melibatkan lebih banyak stakeholders multipihak secara sinergi, didasari semangat kemitraan antara PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 55 pemerintah, lembaga litbang, universitas, swasta, dan masyarakat quadruple helix dapat terbangun dan berkelanjutan. 6. Mendorong pemanfaatan Teknologi Tepat Guna untuk penanggulangan kemiskinan dengan cara mengintegrasikan program pemerintah, seperti: Pembangunan Wilayah Perbatasan, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Lokal, Pengembangan Perdesaan dan lain lain. Penguatan kelembagaan TTG meliputi: 1. Diperlukan adanya lembaga yang dibentuk berdasarkan kebijakan pemerintah dan berlandasan hukum, yang mampu berfungsi menjembatani kepentingan masyarakat terhadap teknologi tepat guna; 2. Memberikan arahan kepada Pemerintah Daerah untuk membangun lembaga intermediasi Teknologi Tepat Guna dalam bentuk Pos Pelayanan Teknologi Posyantek di kecamatan dan Warung Teknologi Wartek di desa, namun masih perlu dukungan kuat berbagai pihak baik di level pusat, provinsi, kabupatenkota, kecamatan dan desa; 3. Telah terbentuk Forum Komunikasi Nasional Teknologi Tepat Guna dan Forum Komunikasi Posyantek Nusantara sebagai ajang interaksi penyedia teknologi, pengguna teknologi, pemerintah daerah maupun lembaga intermediasi; 4. Telah terbentuk Clearing House Teknologi Tepat Guna Isi dari Clearing House ini adalah data dan informasi Teknologi Tepat Guna hasil litbang lembaga riset, perguruan tinggi, maupun inovasi akar rumput yakni hasil karya berbagai unsur masyarakat termasuk juga didalamnya panduan atau pedoman pemanfaatan dan pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna. Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna LIPI sebagai Clearring House: www.ttg ; www.lipi.go.id . Jl. KS. Tubun No. 5 Subang 41213, email: ttgmail.lipi.go.id . Pemanfaatan dan Pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna: 1. Diperlukan revitalisasi pemahaman baru mengenai terminologi teknologi tepat guna yang bukan terbatas pada alat piranti keras dan lunak atau teknologi semata akan tetapi lebih merupakan sebuah konsep pikir yang dimaknai sebagai pendekatan penerapan teknologi secara komprehensif dengan mempertimbang- kan elemen teknologi, sosial, ekonomi dan lingkungan yang mengedepankan pencapaian kesejahteraan masyarakat. 2. Diperlukan pedoman teknis Implementasi Teknologi Tepat Guna di masyarakat dengan mengapresiasi ke-khasan wilayah secara sosial, ekonomi dan lingkungan sebagai tindakan pra-implementasi Teknologi Tepat Guna perlu dilakukan penyiapan masyarakat pengguna sehingga strategi implementasi akan selalu selaras dengan kebutuhan dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. 3. Dalam melakukan pemasyarakatan teknologi tepat guna, mutlak harus disertai dengan pendampingan untuk memastikan keberhasilan alih teknologi sesuai dengan tujuan Teknologi Tepat Guna yakni mensejahterakan masyarakat. PENDAMPING DESA 56 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa 4. Diperlukan langkah strategis Pemetaan Teknologi Tepat Guna secara nasional untuk mengenali potensi dan kebutuhan masyarakat terhadap Teknologi Tepat Guna untuk kemudian dibangun Data Base yang mudah diakses oleh siapapun; 5. Membangun jejaring multisektor untuk peningkatan akses masyarakat ke dukungan teknologi, finansial, pasar, dan perlindungan hak kekayaan intelektual. Contoh konkrit keberpihakan Pemerintah Daerah yang layak diacu adalah Program Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan di Kabupaten Musi Banyuasin yang mengadopsi konsep PNPM dan mengintegrasikan teknologi tepat guna di dalam sebuah sistem yang mengarah pada pengejawantahan Undang Undang No 6 tahun 2014 tentang Desa; 6. Dasar pemikiran dari segala tindak strategis, seyogyanya adalah bagaimana membantu negara menyelesaikan permasalahan dengan mengembangkan serta mengimplementasikan teknologi tepat guna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; 7. Diperlukan lembaga inkubasi teknologi yang dapat membantu masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi Tepat Guna untuk peningkatan kesejahteraan.

J. Pelayanan Sosial Dasar PSD

Penyelenggaraan pelayanan sosial dasar dilakukan untuk mengupayakan terpenuhinya kebutuhan dasar dan taraf kesejahteraan sosial masyarakat di desa. Pelayanan sosial dasar dalam penyelenggaraan pembangunana dan pemberdayaan desa dilakukan secara terpadu dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan pelayanan sektoral secara efektif dan efisien. Berdasarkan isu-isu strategis yang harus ditangani, sasaran peningkatan pelayanan sosial dasar ke depan diharapkan dapat memenuhi lima hal. Pertama, terpenuhinya kebutuhan infrastruktur dasar permukiman yang memadai bagi masyarakat perbatasan. Kedua, terpenuhinya kebutuhan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakat perbatasan. Ketiga, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia SDM masyarakat perbatasan. Keempat, tertatanya sistem tata kelola pemerintahan kawasan perbatasan. Kelima, meningkatnya kualitas pelayanan serta sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan di kawasan perbatasan. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka arah kebijakan peningkatan pelayanan sosial dasar meliputi peningkatan infrastruktur dasar permukiman, peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, serta peningkatan sistem tata kelola pemerintahan kawasan perbatasan dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan. Ruang lingkup pelayanan sosial dasar di Desa, meliputi: 1. Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perdesaan dalam hal perumahan, sanitasi air limbah, persampahan, dan drainase lingkungan dan air minum; 2. Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perdesaan dalam bidang pendidikan dan kesehatan dasar penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan serta tenaga pendidikan dan kesehatan. Pemenuhan pelayanan pendidikan dan PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 57 kesehatan merupakan upaya terhadap pencapaian target Millenium Development Goals MDGs; 3. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana dasar dalam menunjang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat perdesaan yang berupa akses ke pasar, lembaga keuangan, dan toko saprodi pertanianperikanan; 4. Meningkatkan kapasitas maupun kualitas jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan jaringan transportasi; 5. Meningkatkan keberdayaan masyarakat adat, melalui penguatan lembaga adat dan Desa Adat, perlindungan hak-hak masyarakat adat sesuai dengan perundangan yang berlaku; 6. Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan sosial budaya masyarakat dan keadilan gender kelompok wanita, berkebutuhan khususdifabel, pemuda, anak, dan TKI. Daftar Pustaka Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015-2019. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan Teknologi Tepat Guna. Hanibal Hamidi, 2015 Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Direktur Pelayanan Sosial Dasar, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Seminar Internasional Temu Ilmiah Nasional XV Fossei. Jogjakarta, 4 Maret 2015 . PENDAMPING DESA 58 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 59 Pokok Bahasan 3 TATA KELOLA DAN KELEMBAGAAN DESA PENDAMPING DESA 60 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 61 SPB 3.1.1 Lembar Informasi Kelembagaan Desa

A. Pengantar

Kepala desadesa Adat sebagaimana UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, berkedudukan sebagai kepala Pemerintah DesaDesa Adat dan sebagai pemimpin masyarakat. Meskipun Kepala desa memperoleh banyak penugasan dari pemerintah, tetapi harus ditegaskan bahwa ia bukanlah petugas atau pesuruh pemerintah. Kepala desa adalah pemimpin masyarakat.Artinya kepala desa memperoleh mandat dari rakyat, yang harus mengakar dekat dengan masyarakat, sekaligus melindungi, mengayomi dan melayani warga masyarakat.Kepala desa berbeda dengan camat maupun lurah.Camat merupakan pejabat administratif yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada BupatiWalikota.BupatiWalikota yang berwenang mengangat dan memberhentikan Camat. UU Desa mengkonstruksikan pemerintahan Desa sebagai gabungan fungsi masyarakat berpemerintahan self governing community dengan pemerintahan lokal local self government.Dalam rangka self governing community Kepala Desa Kades sebagai pemimpin masyarakat bukan bawahan bupati, posisi bupati adalah pembinaan dan pengawasan tetapi tidak memerintah.Sedangkan dalam rangka local self government Kades merupakan kepala pemerintahan organisasi pemerintahan paling kecil dan paling bawah dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Masa jabatan kepala Desa diatur dalam Pasal 39 UU No. 62014 yakni; 1 Kepala Desa memegang jabatan selama 6 enam tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. 2 Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 tiga kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

B. Perangkat Desa

Perangkat Desa terdiri atas sekretariat Desa; pelaksana kewilayahan; dan pelaksana teknis. Perangkat desa bertugas membantu dan bertanggungjawab kepada Kepala PENDAMPING DESA 62 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa Desa. Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama BupatiWalikota. Persyaratan pengangkatan perangkat desa: 1 berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat; 2 berusia 20 dua puluh tahun sampai dengan 42 empat puluh dua tahun; 3 terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling kurang 1 satu tahun sebelum pendaftaran; dan 4 syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah KabupatenKota. Sebagaimana syarat perangkat desa diatas, rentang umur antara 20 tahun hingga 42 tahun bukanlah masa jabatan perangkat desa, melainkan syarat atau batasan umur bagi seseorang yang melamar menjadi perangkat desa. Artinya seseorang yang boleh melamar menjadi perangkat desa ketika berumur antara 20 tahun hingga 42 tahun. Seseorang yang masih berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 42 tahun, maka yang bersangkutan tidak boleh mendaftar atau melamar menjadi perangkat desa.

C. BPD dan Musyawarah Desa

Badan Permusyawaratan Desa BPD merupakan institusi demokrasi perwakilan desa, meskipun ia bukanlah parlemen atau lembaga legislatif seperti DPR. Ada pergeseran perubahan kedudukan BPD dari UU No. 322004 ke UU No. 62014 Tabel 1.Menurut UU No. 322004 BPD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa bersama pemerintah desa, yang berarti BPD ikut mengatur dan mengambil keputusan desa.Ini artinya fungsi hukum legislasi BPD relatif kuat.Namun UU No. 62014 mengeluarkan eksklusi BPD dari unsur penyelenggara pemerintahan dan melemahkan fungsi legislasi BPD.BPD menjadi lembaga desa yang melaksanakan fungsi pemerintahan, sekaligus juga menjalankan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa serta menyelenggarakan musyawarah desa.Ini berarti bahwa eksklusi BPD dan pelemahan fungsi hukum BPD digantikan dengan penguatan fungsi politik representasi, kontrol dan deliberasi. Secara politik musyawarah desa merupakan perluasan BPD. Pada UU No. 62014 tentang Desa, dalam Pasal 1 ayat 5 disebutkan bahwa Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Pengertian tersebut memberi makna betapa pentingnya kedudukan BPD untuk melaksanakan fungsi pemerintahan, terutama mengawal berlangsungnya forum permusyawaratan dalam musyawarah Desa. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 63 Tabel Kedudukan dan fungsi BPD menurut UU 322004 dan UU 62014 No Komponen UU No. 322004 UU No. 62014 1. Definisi BPD Lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa Lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis 2. Kedudukan BPD Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. BPD berwenang dan ikut mengatur dan mengurus desa. Sebagai lembaga desa yang terlibat melaksanakan fungsi pemerintahan, tetapi tidak secara penuh ikut mengatur dan mengurus desa. 3. Fungsi hukum Menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, 4. Fungsi politik BPD sebagai kanal penyambung aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa Perdes dan Peraturan Kepala Desa  menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa;  melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa  Menyelenggarakan musyawarah desa Kepala Desa dan perangkat desa merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa yang bekerja setiap hari nonstop dan penuh waktu full time.Karena itu mereka memperoleh penghasilan tetap.Sedangkan BPD berbeda dengan DPRD.BPD bersifat semi-relawan yang tidak bekerja penuh waktu full time seperti Pemerintah Desa, sehingga hak yang diterima adalah tunjangan.

D. Musyawarah Desa dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa

Sesuai dengan UU Desa pasal 54, Musyawarah Desa wajib diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk mendiskusikan dan memutuskan hal-hal strategis desa. Ada hal strategis desa yang harus dibahas ketika muncul dan atau dibutuhkan desa seperti pendirianpembubaran BUMDesa, pengelolaanpelepasanpemberian aset desa, kerja sama antar desa dan pembahasan RPJMDesa. Ada masalah strategis yang harus dibahas secara tahunan yaitu menetapkan prioritas belanja desa berdasarkan kebutuhan masyarakat dan pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan kegiatan tahun sebelumnya.Musyawarah desa diselenggarakan BPD dengan sumber pendanaan dari APBDesa.Musyawarah Desa sangat penting dalam mewujudkan demokrasi berlandaskan musyawarah deliberative democracy dimana keputusan-keputusan PENDAMPING DESA 64 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa penting menyangkut kehidupan warga desa tidak hanya diputuskan oleh pemerintah desa melainkan oleh seluruh komponen masyarakat. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa Musrenbangdes lebih teknis, yaitu menindaklanjuti prioritas belanja yang telah ditetapkan oleh Musyawarah Desa menjadi lebih rinci seperti perhitungan teknis, rencana anggaran biaya dan jadwal pelaksanaan kegiatan. Karena itu Musrenbangdes merupakan domain pemerintahan desa kepala dan perangkat desa, tentu saja dalam proses musrenbangdes pemerintahan desa tetap melibatkan BPD dan perwakilan kelompok masyarakat untuk menjamin mandat Musyawarah Desa diimplementasikan dalam perencanaan yang lebih teknis. Sebelum UU 62014, Musrenbangdes dilaksanakan untuk menjaring aspirasi masyarakat desa terhadap pembangunanpelayanan yang akan diselenggarakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD. Ini dilakukan karena desa dianggap tidak memiliki sumber daya untuk pembangunannya, sehingga pembangunan akan dilakukan oleh SKPD. Dengan kata lain desa dilihat sebagai pengusul dan penerima manfaat pembangunan. UU Desa mengalokasikan sumber daya keuangan ke desa berdasarkan prinsip pengakuan dan subsidiaritas.Dan MusDes merupakan kegiatan tahunan bertujuan untuk menetapkan prioritas belanja desa. Dengan demikian, musdes akan efektif jika seluruh sumber pendanaan yang signifikant bagi desa telah diketahui oleh desa yaitu setelah RKP nasional dan RKPDKUA PPAS daerah ditetapkan sebelum bulan juni. Berdasarkan kedua informasi tersebut maka perkiraan dana yang akan diperoleh desa bisa diketahuidiinformasikan kepada desa. Tentu saja desa dapat mengusulkan programkegiatan kepada SKPD. Unsulan program tersebut dipisahkan dari programkegiatan yang menjadi kewenangan desa dan akan disampaikan oleh Desa dalam forum Musrenbang KecamatanKabupaten yang diselenggarakan oleh KabupatenKota.

E. Peran BPD dalam Musyawarah Desa

BPD bertanggung jawab menyelenggarakan musyawarah desa. Tanggung jawab itu mencakup tahap persiapan, pelaksanaan dan pasca musdes: 1 Tahap persiapan, BPD bertanggung jawab memastikan kelompok-kelompok masyarakat melakukan pemetaan kebutuhan masyarakat kelompoknya secara partisipatif. Hasil pemetaan kebutuhan inilah yang akan menjadi bahan dalam menetapkan prioritas belanja desa. BPD bersama masyarakat juga melakukan penilaian terhadap hasil pembangunan yang dijadikan bahan pembahasan Musyawarah Desa. 2 Tahap pelaksanaan, BPD memimpin penyelenggaraan musyawarah desa. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 65 3 Tahap pasca musdes, BPD memastikan prioritas belanja yang ditetapkan musdes dan rekomendasi berdasarkan kegiatan tahun sebelumnya dilaksanakan oleh pemerintahan desa. Musyawarah desa melibatkan masyarakat yang diwakili oleh perwakilan kelompok dan tokoh masyarakat.Kelompok merujuk pada kelompok-kelompok sosial yang ada di desa, bisa formal maupun informal mencakup kelompok tani, kelompok perempuan, kelompok nelayan, dll.Tokoh merujuk pada individu yang memiliki pandangan yang perlu diperhatikan demi kemajuan desa seperti tokoh pendidikan, tokoh keagamaan, tokoh adat, kader pemberdayaan desa dll.Dengan pengertian di atas, memang ada resiko bahwa musyawarah desa akhirnya dapat dibajak oleh kelompok elit desa. Karena itu, adalah tugas BPD dan fasilitator pendamping desa untuk menjamin kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan secara sosial dan budaya, seperti perempuan, anak-anak dan berkebutuhan khusus tidak tertampung kepentingannya dalam musyarawah desa. Ada dua cara untuk menjamin ini terjadi. Pertama, melibatkan kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan dalam musyawarah desa, baik dalam penilaian kebutuhan maupun dalam proses pengambilan keputusan dalam tahap pelaksanaan musyawarah. Kedua, kalau ada keterbatasan kelompok miskin terlibat dalam proses –karena keterbatasan akses, kapasitas dan apatisme, maka BPD dan faslitator harus memperjuangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan kelompok miskin dan terpinggirkan. Ini dapat memanfaatkan serangkaian metode dan alat untuk menjadikan prioritas belanja lebih berpihak pada peningkatan kesejahteraan kelompok miskin dan terpinggirkan [ ] PENDAMPING DESA 66 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 67 SPB 3.2.1 Lembar Informasi Musyawarah Desa Sebagai Penggerak Demokratisasi Desa

A. Pengertian Musyawarah Desa

Istilah musyawarah berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kata Musyawarah menurut bahasa berarti berunding dan berembuk.Pengertian musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik.Musyawarah adalah pengambilan keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah.Cara pengambilan keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak atau masyarakat luas. Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk mengambil keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis.Menempatkan Musyawarah Desa sebagai bagian dari kerangka kerja demokratisasi dimaksudkan untukmengedepankan Musyawarah Desa yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa.Dengan demikian, perhatian khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian integral terhadap kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.

B. Dasar Pemikiran Muswarah Desa

Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia.Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat Desa rembug Desa yang ada di Jawa.Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap PENDAMPING DESA 68 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan memperkecil munculnya konflik di masyarakat. Beberapa pembelajaran dari pelaksanaan musyawarah dibeberapa tempat seperti Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok, Kombongan di Toraja, Paruman di Bali. Menunjukkan tradisi musyawarah masa lalu cenderung elitis, bias gender dan tidak melibatkan kaum miskin dan kelompk rentan lainnya.

C. Tujuan Muswarah Desa

Musyawarah desa dilaksanakan untuk membuka kebekuan atau kesulitan dalam pengambilan keputusan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melihat sebuah persoalan pembangunan dari berbagai sudut pandang.Melalui musyawarah desa, keputusan yang dihasilkan sesuai dengan standar dan persepsi seluruh peserta. Keputusan yang diperoleh dengan musyawarah akan lebih berbobot karena di dalamnya terdapat pendapat, pemikiran dan ilmu dari para peserta. Musyawarah desa dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama sehingga keputusan yang akhirnya diambil bisa diterima dan dijalankan oleh semua peserta dengan penuh rasa tanggung jawab.Dengan demikian, pemaksanaan desa sebagai self governing community SGC direpresentasikan oleh Musyawarah Desa.

D. Prinsip-Prinsip Muswarah Desa

1 Partisipatif Partisipasi berarti keikutsertaan masyarakat Desa dalam setiap kegiatan dan pengambilan keputusan strategis Desa. Partisipasi dilaksanakan tanpa memandang perbedaan gender laki-lakiperempuan, tingkat ekonomi miskin kaya, status sosial tokohorang biasa, dan seterusnya. Dalam Musyawarah Desa, pelaksanaan partisipasi tersebut dijamin sampai dalam tingkat yang sangat teknis. 2 Demokratis Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan kesempatan sesuai hak dan kewajibannya untuk menyatakan pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait pembahasan hal-hal yang bersifat startegis di desa.Musyawarah desa merupakan representasi keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan pembangunan di desa.Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas, kelembagaan dan hubungan sosial yang lebih harmonis. 3 Transparan Proses Musyawarah Desa berlangsung sebagai kegiatan yang berlangsung demi kepentingan masyarakat Desa. Sebab itu masyarakat Desa harus mengetahui apa yang tengah berlangsung dalam proses pengambilan keputusan di desa. Prinsip transparan berarti tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat Desa, PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 69 kemudahan dalam mengakses informasi, memberikan informasi secara benar, baik dalam hal materi permusyawaratan. 4 Akuntabel Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan harus dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau pemangku kepentingan baik secara moral, teknis, administratif dan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang disepakati bersama oleh masyarakat, pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

E. Hak dan Kewajiban Masyarakat

Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa diantaranya mendapatkan informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal bersifat strategis, pengawasan dan perlakuan yang sama dalam menyampaikan aspirasi. Kewajiban masyarakat mendorong swadaya gotong-royong dalam penyusunan kebijakan publik melalui Musyawarah Desa. Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa. Melaksanakan komitmen hasil dari musyawarah.

F. Karakteristik Musyawarah Desa

Musyawarah Desa mempunyai empat karakteristik, yaitu: Pertama , Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi asosiatif.Artinya seluruh elemen desa merupakan asosiasi yang berdasar pada asas kebersamaan, kekeluargaan dan gotongroyong.Mereka membangun aksi kolektif untuk kepentingan desa.Kekuatan asosiatif ini juga bisa hadir sebagai masyarakat sipil yang berhadapan dengan negara dan modal. Kedua , Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi inklusif atau demokrasi untuk semua.Berbagai elemen desa tanpa membedakan agama, suku, aliran, golongan, kelompok maupun kelas duduk bersama dalam pembahasan hal-hal startegis di desa. Ketiga , Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi deliberatif.Artinya Musyawarah Desa menjadi tempat untuk tukar informasi, komunikasi, diskusi atau musyawarah untuk mufakat mencari kebaikan bersama. Keempat, Musyawarah Desa mempunyai fungsi demokrasi protektif. Artinya Musyawarah Desa dapat menyeimbangkan kedudukan desa dari intervensi negara, modal atau pihak lain yang merugikan desa dan masyarakat.

G. Manfaat Muswarah Desa

Berikut diuraikan beberapa manfaat dari sebuah musyawarah desa, diantaranya: 1 Melatih untuk menyuarakan pendapat ide 2 Masalah dapat segera terpecahkan PENDAMPING DESA 70 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa 3 Keputusan yang diambil memiliki nilai keadilan 4 Hasil keputusan yang diambil dapat menguntungkan semua pihak 5 Dapat menyatukan pendapat yang berbeda 6 Adanya kebersamaan 7 Dapat mengambil kesimpulan yang benar 8 Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan 9 Menghindari celaan 10 Menciptakan stabilitas emosi

H. Tata Tertib Musyawarah Desa

Beberapa unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam Musyawarah Desa, yaitu peserta, undangan dan pendamping. Digambarkan sebagai berikut: 1 Pimpinan Musyawarah Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa berjalan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib Musyawarah Desa. 2 Pendamping Desa Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang berasal dari satuan kerja prangkat daerah kabupatenkota, pendamping profesional danatau pihak ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 71 Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang dimusyawarahkan. Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut: 1 Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok pembicaraan; 2 Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang sudah menyimpang dari pokok pembicaraan; 3 Membantu mencarikan jalan keluar; dan 4 Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang dapat berakibat pada tindakan melawan hukum. 3 Undangan, Peninjau dan Wartawan Undangan Musyawarah Desa terdiri dari: 1 Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan 2 Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia. Undangan dapat berbicara dalam Musyawarah Desa atas persetujuan pimpinan Musyawarah Desa, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan Musyawarah Desa.Undangan disediakan tempat tersendiri.Undangan harus menaati tata tertib Musyawarah Desa. Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa tanpa undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa. 4 Pengaturan Pembicaraan Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis.Apabila peserta menurut pendapat pimpinan Musyawarah Desa menyimpang dari pokok pembicaraan, kepada yang bersangkutan oleh pimpinan Musyawarah Desa diberi peringatan dan diminta supaya pembicara kembali kepada pokok pembicaraan. 5 Pelanggaran Tata Tertib Musyawarah Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib musyawarah tetap dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan. Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta agar undangan, peninjau, danatau wartawan yang mengganggu ketertiban Musyawarah Desa meninggalkan ruang musyawarah dan apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang musyawarah atas perintah pimpinan Musyawarah Desa. PENDAMPING DESA 72 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa 6 Menutup dan Menunda Musyawarah Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara musyawarah apabila terjadi peristiwa yang tidak diduga dan dapat mengganggu kelancaran musyawarah. Lamanya penundaan acara musyawarah tidak boleh lebih dari 24 dua puluh empat jam. 7 Risalah, Catatan dan Laporan Singkat Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan dan laporan singkat Musyawarah Desa.Sekretaris Musyawarah Desa menyusun risalah untukdibagikan kepada peserta dan pihak yang bersangkutan setelah acara Musyawarah Desa selesai.Risalah Musyawarah Desa secara terbuka dapat dipublikasikan melalui media komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat desa. 8 Penutupan Acara Musyawarah Desa Pimpinan Musyawarah Desa menutup rangkaian acara Musyawarah Desa. Penutupan dilakukan oleh pimpinan sidang dengan terlebih dahulu dilakukan penyampaian catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa.Sekretaris Musyawarah Desa menyampaikan catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa.Apabila seluruh peserta atau sebagian besar peserta yang hadir dalam Musyawarah Desa menyepakati catatan sementara dan laporan singkat, catatan sementara diubah menjadi catatan tetap dan laporan singkat ditetapkan sebagai hasil Musyawarah Desa.Catatan tetap dan laporan singkat ditandatangani oleh pimpinan Musyawarah Desa, sekretaris Musyawarah Desa, Kepala Desa, dan salah seorang wakil peserta Musyawarah Desa.Selanjutnya jika sudah dicapai keputusan Musyawarah Desa, pimpinan Musyawarah Desa menutup secara resmi acara Musyawarah Desa.

I. Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa

Dalam Permendesa No. 22015 tentang Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa Pasal 45-56 Pengambilan keputusan dalam Musyawarah Desa pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal cara pengambilan keputusan tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

a. Keputusan Berdasarkan Mufakat

Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah peserta yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan gagasan, pendapat dan saran, kemudian dipandang cukup untuk diterima oleh seluruh peserta musyawarah. PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 73

b. Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak

Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan berdasarkan mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian sebagian peserta Musyawarah Desa yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan pendirian peserta Musyawarah Desa yang lain.

c. Pemungutan Suara

Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah 1 satu orang dari jumlah peserta yang hadir.Jika dalam keputusan tidak tercapai dengan 1 satu kali pemungutan suara, diupayakan agar ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan pemungutan suara secara berjenjang.

d. Berita Acara Penetapan Keputusan

Setiap keputusan Musyawarah Desa, baik berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak bersifat mengikat bagi semua pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan.Hasil keputusan Musyawarah Desa dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa dan salah seorang perwakilan peserta Musyawarah Desa.

e. Tindak Lanjut Keputusan Musyawarah Desa

Setelah Berita Acara dan keputusan ditetapkan, langkah selanjutnya menindak- lanjti hasil keputusan sebagau bentuk komitmen bersama atas kesepakatan yang dibuat.Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa.

f. Penyelesaian Perselisihan