Latar Belakang Penyelesaian Perselisihan

PENDAMPING DESA Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 89 SPB 4.1.1 Lembar Informasi Pemberdayaan dan Kemandirian Masyarakat

A. Latar Belakang

Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 1 ayat 12 bahwa Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Ilham Maulana dalam tulisan nya “Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Penyadaran Alokasi Dana Desa” bahwa Pemberdayaan bisa mempunyai makna yang berbeda-beda, tergantung dari sisi dan latar belakang realitas yang dihadapi oleh sekumpulan maupun individu. Namun yang paling dekat dengan kita, dan yang paling mudah dipahami bahwa pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti mampu atau mempunyai kemampuan dalam hal ekonomi, politik dan tentu saja mampu mandiri dalam tatanan kehidupan sosial. Pemberdayaan di pedesaan dan di perkotaan pada umumnya mempunyai kesamaan, yakni peningkatan ekonomi, pendidikan, akses sebagai warga dan hubungan-hubungan yang menghasilkan perilaku politik. Namun beberapa konsep pemberdayaan yang telah dimutakhirkan oleh pemerintah adalah pemberdayaan melalui nilai-nilai universal kemanusiaan yang luntur untuk di bangkitkan kembali, tujuan dari pemberdayaan ini adalah perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih baik. Praktiknya tetap saja memakai konsep kesadaran dan kemauan dari dalam masyarakat itu sendiri, kemudian lebih dikenal dengan participatory rural appraisal. Banyak hal yang membuat masyarakat terpuruk dan terpaksa harus hidup dalam standar kualitas hidup yang rendah, baik dari segi pendidikan, pelayanan kesehatan dan ekonomi. Untuk mendorong dan membangkitkan kemampuan sebagai wujud pemberdayaan, perlu memunculkan kembali nilai-nilai, kearifan lokal dan modal sosial yang dari dahulu memang sudah dianut oleh leluhur kita yang tinggal di pedesaan dalam “kegotong-royongan” yang saat ini sudah mulai terkikis. Salah satu contoh dengan gotong royong, masyarakat desa bisa dan mampu mengelola Badan Usaha Milik Desa BUM Desa praktiknya bisa memanfaatkan sumber PENDAMPING DESA 90 | Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa daya alam rawa untuk diisi dengan bibit ikan dalam jumlah puluhan ribu dan lain-lain, untuk tipikal desa dataran rendah pesisir, masyarakat desa bisa mengakses dan mengelola Tempat Pelelangan Ikan TPI sebagai BUM Desa, praktiknya supaya tidak dikuasai oleh para tengkulak dari luar. Kemungkinan BUM Desa tersebut juga bisa dilakukan di desa tipikal dataran tinggi, yaitu dengan membuat dan menjalankan bursa komoditas sebagai BUM Desa yang mempertahankan harga dan kualitas barang pertanian buah-buahaan dan lain-lain. Selain itu juga peningkatan ekonomi pedesaan bisa dengan memanfaatkan lahan yang kosong untuk kegiatan yang produktif. Masyarakat desa juga tidak harus terfokus dengan kegiatan produktif yang harus menggunakan barang ekonomi dan barang komoditas, sektor jasa juga masih bisa dilakukan dan mengundang banyak minat bagi yang memiliki akses sedikit, yaitu dengan membuat Credit Union CU atau yang lebih dipahami sebagai koperasi dalam tanggung renteng. Arah pemberdayaan masyarakat desa yang paling efektif dan lebih cepat untuk mencapai tujuan adalah dengan melibatkan masyarakat dan unsur pemerintahan yang memang “pro poor” dengan kebijakan pembangunan yang lebih reaktif memberikan prioritas kebutuhan masyarakat desa dalam alokasi anggaran. Sejauh ini, sejak amandemen UU No.22 Tahun 1999 kepada UU No.32 Tahun 2004, hampir tidak ada desa yang bisa membuat dan merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APBDes untuk meningkatkan dan memajukan ekonomi desa. Sementara dana Bangdes yang jumlahnya cukup sedikit dan selalu disunat oleh oknum pemerintahan kecamatan dan kabupaten itu, tidak mampu untuk mendongkrak perekonomian dan keberdayaan yang diinginkan oleh warga. Awal tahun 2006 lahirlah kebijakan Alokasi Dana Desa ADD dengan jumlah dana yang cukup besar. Jika tidak didorong dengan kebijakan yang memberdayakan, baik oleh pemerintah desa maupun masyarakat, maka ADD bisa membuang-buang uang dan tidak memberdayakan masyarakat desa, melainkan memenjarakan Kepala Desa yang ikut menyunat dana ADD tersebut.

B. Keberdayaan Masyarakat