PENDAMPING DESA
162
| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa
Berdasarkan pengenalan mereka atas situasi ekonomi, sosial, budaya di desa masing-masing, para perempuan membuat peta desa. Pada awalnya, peta ini
menggambarkan keadaan fisik dalam desa namun belum menggambarkan kondisi sosial, ekonomi dan politik di dalam desa. Namun, berdasarkan peta desa ini para ibu
mengimajinasikan masa depan desa mereka hingga 50 tahun ke depan.
Menggunakan metaplan, para perempuan desa menyusun mimpi tentang bagaimana tanah di desa agar tidak terampas; agar sumber daya alam dikelola dan
dimiliki oleh masyarakat desa; agar alam yang dikelola seimbang dengan kebutuhan manusia atau agar kebutuhan ekonomi yang bersolidaritas dengan alam. Tidak lupa
menyatakan mimpi agar tidak ada lagi busung lapar atau kematian ibu hamil. Bermimpi pendidikan bisa diakses oleh semua anak.
“Kita tidak ingin desa kita tiba-tiba kosong karena semua anak pergi ke kota untuk bekerj
a” cerita ibu Fidar, anggota sekolah perempuan Mosintuwu di Lore Selatan dalam presentasinya. “ Atau, anak-anak yang mau pulang ke desa tapi ternyata tanah-
tanah sudah tidak ada karena sudah dijual ke orang lain atau perusahaan “ sambung ibu Silintowe dari Desa Pandayora.
Para perempuan menentukan sikap, mereka tidak mau menyerahkan konsep desa membangun ditentukan oleh orang lain. Dalam konteks di Kabupaten Poso, mereka
juga tidak ingin kehadiran aparat keamanan khususnya operasi teritorial dengan program pertanian atau munculnya perusahaanlah yang menentukan bagaimana desa
membangun. Melalui peta mimpi desa, perempuan tidak takut memiliki harapan tentang desa mereka, apalagi mewujudkannya.
C. Perempuan Desa dan Pemdes Responsif Warga
“Dulunya ketika musyawarah desa, perempuan selalu berada di belakang. Tapi sekarang, perempuan selalu duduk paling depan dan sudah siap dengan data dan
gagasan yang akan mereka usulkan untuk desa,” ungkap Arif Machbub, Kepala Desa Gumelem Kulon, Banjarnegara, pada kegiatan Refleksi Sekolah Perempuan di
Banjarnegara, Sabtu 1604.
Kegiatan yang diselenggarakan di aula kantor KPMD Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa Banjarnegara ini mempertemukan kader perempuan dari Desa
Gumelem Kulon, Desa Gentansari, dan Desa Jatilawang bersama kepala desa dan perangkatnya. Kegiatan ini juga dihadiri oleh KPMD dan Bappeda Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Banjarnegara. Suasana haru terlihat ketika perwakilan kader perempuan dari masing-masing desa mempresentasikan pengalaman
yang mereka dapatkan melalui Sekolah Perempuan.
“Kami yang semula tidak tahu apa-apa tentang desa, yang biasanya hanya disibukkan dengan urusan dapur. Sekarang ini bisa membuktikan bahwa kami juga bisa
mengambil peran untuk kemajuan desa kami,” tutur Sri Utami, kader perempuan dari Desa Gumelem Kulon.
PENDAMPING DESA
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 163
Bukan hanya sekadar peran, kader-kader perempuan dari tiga desa di Banjarnegara ini bahkan telah melakukan pendataan aset dan potensi desanya.
Memetakan tantangan dan peluang, melakukan survei kesejahteraan dengan indikator lokal yang dibuat oleh desa, dan memiliki mimpi besar untuk memajukan desanya.
Kader perempuan di Desa Jatilawang misalnya, data yang mereka buat bisa menjadi acuan pemerintah desa dalam menentukan arah kebijakan di desanya.
“Data dan gagasan yang dibuat oleh kader perempuan di desa kami telah masuk dalam RPJM Desa. Melalui data ini, pemerintah desa jadi bisa menentukan program
yang tepat sasaran sesuai dengan kondisi masyarakat. Prioritas bantuan Rumah Tidak Layak Huni RTLH dan Jamkesda kami berikan pada masyarakat yang memang benar-
benar miskin sesuai dengan indikator lokal desa,” ungkap Supriyanto, Kepala Desa Jatilawang, menceritakan peran kader perempuan di desanya.
Ungkapan-ungkapan ini hanyalah potret kecil dari sekian banyak pengalaman kader perempuan yang telah mengambil peran di desanya. Kader perempuan tidak
hanya mempesona dari penampilannya saja, prestasi yang mereka tunjukan pun telah mempesona Andri Mukti Sasongko, Kabid Pemerintahan dan Sosial Budaya, Bappeda
Kabupaten Banjarnegara.
“Kami sangat mengapresiasi peran para kader perempuan di tiga desa ini. Desa jadi bisa menentukan arah kebijakan yang tepat, dan bisa berkolaborasi dengan
kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan dan pembangunan di desa,” kata Andri Mukti Sasongko.
Sebelumnya, Andri Mukti Sasongko juga menyampaikan, bahwa angka kemiskinan di Kabupaten Banjarnegara masih tinggi. Tahun 2015, angka kemiskinan di
Banjarnegara hanya turun sekitar 0,96 persen. Karena itu butuh strategi yang lebih baik dan peran berbagai pihak dalam penanggulangan kemiskinan. Apalagi wilayah
Kabupaten Banjarnegara termasuk daerah rawan bencana alam.
Imam Purwadi, Kepala KPMD Kabupaten Banjarnegara, berharap kegiatan sekolah perempuan bisa berlanjut di Banjarnegara. Sehingga kader perempuan di Desa
Gumelem Kulon, Desa Gentansari dan Desa Jatilawang, bisa menjadi contoh positif bagi desa-desa lainnya.
“Kami berharap kegiatan sekolah perempuan di Banjarnegara bisa terus berlanjut, agar bisa menjadi contoh bagi desa-desa lainnya. Jika desa merasakan kontribusi positif
yang diberikan melalui kegiatan ini, desa pun bisa menganggarkannya sendiri untuk kegiatan pendataan dan penggalian gagasan di tingkat desa,” ungkap Imam Purwadi.
[Yudi Setiyadi]
Sumber:
“Perspektif Pembangunan dari Poso” diambil dan diadaptasi dari
http:perempuanposo.com20160823perempuan-poso-dan-mimpi-desa-membangun
“Perempuan Desa dan Pemdes Responsif Warga” diambil dari
https:infest.or.id20160605urun-daya-perempuan-desa-mendorong-pemdes-responsif- kebutuhan-warga
PENDAMPING DESA
164
| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa
Pokok Bahasan
8
PENDAMPINGAN DESA
PENDAMPING DESA
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 165
PENDAMPING DESA
166
| Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa
SPB
8.1.1
Lembar Informasi
Pokok-Pokok Kebijakan Pendampingan Desa
A. Latar Belakang