Kepuasan Masyarakat pada Sistem Penanganan Pengaduan Masyarakat

17 Universitas Indonesia penelitian Sadat 2014 yang mana terdapat indikator response time, timeliness, dan responsiveness. Padahal maknanya kurang lebih sama, hal ini dikarenakan kerangka konsep sistem informasi tersebut terlalu luas. Sedangkan penelitian Ang dan Buttle 2012 dari sisi indikator yang digunakan menurut peneliti tidak menggambarkan sepenuhnya implementasi ISO 10002. Hal ini disebabkan mereka bergantung pada data sekunder yang berimplikasi indikatornya tidak komprehensif dalam menggambarkan standar ISO 10002 sebagaimana yang mereka maksud. Indikator dalam penelitiannya seperti mudah digunakan oleh semua pelapor sebenarnya merupakan bagian dari aksesbilitas itu sendiri, sementara itu visibilitas digabung dengan aksesbilitas, padahal dalam ISO 10002 keduanya merupakan sesuatu yang terpisah. Mereka mengakui bahwa memang tidak ada model teoritis yang membimbing penelitian mereka, karena studi terkait implementasi ISO 10002 belum ada yang melakukannya. Selain itu, Ang dan Buttle 2012 tidak spesifik menggambarkan manfaat seperti apa yang didapat organisasi atau perusahaan yang menerapkan ISO 10002, dikarenakan sampelnya masih terlalu luas, mencakup universitas, perusahaan jasa, asuransi kesehatan, dan lainnya. Mereka menekankan pada marketing-related organisational outcomes, padahal masing- masing sampel mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, peneliti melalui penelitian ini berusaha menawarkan tawaran baru dalam menganalisa kepuasan masyarakat pada sistem penanganan pengaduan masyarakat LAPOR. Tawaran baru peneliti adalah mengajukan kerangka konsep atau model yang berbeda dengan tiga penelitian yang dibahas sebelumnya. Peneliti akan menggunakan variabel proses penanganan pengaduan dan hasil penanganan pengaduan. Hal ini menjadi salah satu perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitoresmi 2013 dan Sadat 2014. Peneliti akan mengadopsi sejumlah dimensi yang terdapat dalam ISO 10002, pedoman sistem penanganan pengaduan ideal di sejumlah lembaga, dan dari hasil penelitian terkait sistem penanganan pengaduan masyarakat. Fokus penelitian ini juga spesifik, yakni sistem LAPOR, hal ini membedakan dengan penelitian Ang dan Buttle 2012 yang masih terlalu luas mencakup berbagai organisasi dan perusahaan. 18 Universitas Indonesia Peneliti juga akan melakukan uji hubungan antara variabel independen dengan dependen. Hal ini tidak dilakukan oleh penelitian Sitoresmi 2013, karena penelitiannya hanya mendeskripsikan data saja. Selain itu, peneliti akan melakukan wawancara langsung tatap muka dengan pengelola LAPOR dan mengetahui secara langsung bagaimana sistem LAPOR dikelola, berbeda dengan Sadat 2014 yang hanya melakukan wawancara via internet. Penelitian ini juga berbeda dengan Sitoresmi 2013 dan Sadat 2014 dari segi latar waktu penelitian, pada saat mereka melakukan penelitian secara kelembagaan status UKP4 sebagai induk dari LAPOR masih jelas. Sayangnya, hal tersebut tidak dilihat atau dianalisa dalam penelitian mereka. Sedangkan pada saat penelitian ini dilakukan, status UKP4 sedang dalam masa transisi pemerintahan dan tidak tahu kelanjutannya ke depan, hal ini berimplikasi pada pengelolaan LAPOR sebagai salah satu program dari UKP4. Latar waktu ini akan peneliti tampilkan dalam penelitian ini pada bagian analisa.

2.1.2 Keterampilan Digital

Tinjauan pustaka yang pertama yakni artikel jurnal yang ditulis oleh dan Mount 2003 dengan judul “The impact of selected customer characteristics and response time on E-complaint satisfaction and return intent ”. Penelitian ini berkaitan dengan topik penelitian yang akan dilakukan peneliti, yakni membahas keterampilan digital dan kepuasan masyarakat. Pertanyaan penelitian yang diajukan oleh Mattila dan Mount 2003 ada dua, yakni: bagaimana pengaruh karakteristik konsumen dengan kriteria tertentu technology readliness atau enthusiasm terhadap persepsi konsumen pada proses penanganan pengaduan berbasis Web? Seberapa penting kecepatan response pada kepuasan pasca penanganan pengaduan? Pendekatan penelitian yang dipakai adalah kuantitatif dengan metode survei. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara mengirimkan e-mail survei ke 2007 tamu hotel yang terdaftar, total sampel yang didapat 446 orang dengan response rate 22,2. Mattila dan Mount 2003 berpendapat keakraban pelanggan dengan teknologi informasi atau antusiasme teknologi mempunyai dampak pada pandangan pelanggan dalam hal waktu penerimaan tanggapan e-mail pengaduan yang mereka terima. Dengan kata lain terdapat reaksi yang berbeda antara tamu 19 Universitas Indonesia hotel dalam menerima balasan email pengaduan yang bergantung pada kecakapan teknologi mereka.Untuk itu peneliti mengajukan dua hipotesis, hipotesis pertama yakni tanggapan langsung akan menghasilkan kepuasan yang lebih tinggi pada penanganan pengaduan dan niat pembelian kembali yang lebih tinggi di kalangan technology enthusiasts dibandingkan responden dengan kecakapan teknologi rendah. Hipotesis kedua yaitu kedua kelompok tamu hotel akan sama-sama tidak puas dan menunjukkan keinginan rendah untuk kembali lagi ketika perusahaan gagal untuk menanggapi pengaduan berbasis Web. Peneliti membagi sampel menjadi kategori rendah dan tinggi berdasarkan nilai median pada technology readliness scale. Hasil penelitian ini menunjukkan tanggapan langsung menghasilkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dan niat untuk kembali di kalangan technology enthusiasts dibandingkan yang kecakapan teknologinya rendah, hal ini membuktikan hipotesis pertama terbukti. Begitu juga dengan hipotesis kedua, kepuasan dengan penanganan pengaduan dan niat untuk kembali berada di tingkat terendah bagi kedua kelompok ketika perusahaan gagal menanggapi e-mail pengaduan dari tamu hotel. Terdapat beberapa temuan menarik dalam penelitian ini, diantaranya penerimaan teknologi memengaruhi persepsi responden akan penanganan pengaduan melalui web. Selain itu, responden dengan kecakapan teknologi tinggi hidup dalam lingkungan ”click and switch”, hal ini membuat mereka tidak punya toleransi pada lambannya tanggapan atas pengaduan elektronik mereka. Berbeda dengan responden yang kecakapan teknologinya rendah, mereka lebih memaafkan perusahaan jika e-mail pengaduannya tidak dijawab dalam waktu 48 jam. Tinjauan pustaka yang kedua adalah artikel jurnal yang berjudul Internet skill-related fproblems in accessing online health information, artikel jurnal ini ditulis oleh Alexander J.A.M. Van Deursen. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah terkait keterampilan individu saat mengakses internet untuk informasi dan pelayanan kesehatan. Van Deursen 2012 mengajukan dua pertanyaan penelitian: Pertama, permasalahan keterampilan seperti apa yang dialami individu ketika mereka menggunakan internet untuk mengakes informasi 20 Universitas Indonesia kesehatan? Apakah ada perbedaan diantara segmen yang berbeda dalam populasi mengenai masalah keterampilan individu? Pendekatan penelitan ini adalah kuantitatif dengan teknik pengumpulan data berupa performance test kepada sejumlah sampel yang dipilih secara acak dari buku telepon. Teknik penarikan sampel yang dipakai adalah stratified random sampling dengan mempertimbangkan keterwakilan jenis kelamin, usia, dan pendidikan. Performance test dimulai dari bulan November 2009 sampai Maret 2010 di University of Twente. Terdapat 88 responden dalam penelitian ini, setiap responden mendapat 23 € atas kesediaannya berpartisipasi dalam penelitian ini. Performance test dilakukan dengan meminta responden menyelesaikan sembilan tugas di internet yang berhubungan dengan kesehatan. Performance test didasarkan pada konsep keterampilan internet, terdapat empat dimensi keterampilan internet yang digunakan dalam penelitian ini, yakni: keterampilan operasional, keterampilan formal, keterampilan informasi, dan keterampilan strategis. Hasil penelitian ini menunjukkan, permasalahan yang terjadi umumnya berkaitan pada keterampilan informasi dan keterampilan strategis. Usia tua dan tingkat pendidikan rendah berkontribusi pada masalah terkait keterampilan operasional dan formal, seperti menyimpan file, bookmark situs, dan menggunakan mesin pencari mereka anggap merepotkan. Responden usia tua mengalami permasalahan ketika memilih informasi dan menggunakan hasil pencarian, mereka memilih hasil pencarian yang tidak relevan dan tidak dapat diandalkan. Temuan menarik dalam penelitian ini adalah umur responden sangat berhubungan dengan permasalahan yang mereka alami apada keterampilan operasional dan formal. Terdapat sejumlah responden dari usia tua yang mengalami permasalahan pada keterampilan operasional, mereka tidak dapat mengoperasikan internet tanpa google, bagi mereka menggunakan google adalah menggunakan internet. Temuan lainnya yang menarik adalah tingkat pencapaian pendidikan sangat penting bagi keterampilan internet. Semakin berpendidikan, maka semakin kecil permasalahan keterampilan internet yang dialaminya. 21 Universitas Indonesia Dari tinjauan pustaka di atas, maka dapat dilihat bahwa terdapat sejumlah kekurangan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mattila dan Mount 2003 dapat diketahui bahwa terdapat kemungkinan responden berpartisipasi dalam penelitian ini lebih dari sekali. Beda halnya dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, peneliti membatasi responden hanya dapat mengisi kuesioner satu kali, untuk itu peneliti melakukan pengecekan identitas yang sama pada data penelitian yang telah terkumpul. Selain itu, mereka juga memaparkan mempunyai kekurangan dalam hal kemungkinan bahwa responden lupa pernah menjadi tamu hotel, padahal datanya ada dalam database hotel. Hal ini peneliti minimalisir dengan memilih target populasi yang jarak antara pengaduannya dengan pengumpulan data penelitian tidak terlalu jauh, sehingga dapat diperkirakan responden masih mengingat pengalamannya ketika menggunakan LAPOR. Sedangkan dari penelitian Van Deursen 2012 kekurangan itu dapat dilihat pada penggunaan konsep keterampilan internet. Padahal konsep tersebut dapat lebih luas digunakan, bukan hanya mengenai internet saja, tetapi penggunaan perangkat digital juga dapat dibahas. Selain itu, dimensi keterampilan komunikasi tidak dimasukkan ke dalam penelitiannya, mengingat dari segi latar waktu penelitian dilakukan media sosial sudah banyak digunakan oleh berbagai institusi untuk berbagai kepentingan, salah satunya sosialisasi kesehatan. Dari sisi pengumpulan data, performance test dianggap sebagai kelebihan penelitian ini. Namun juga dapat menjadi kekurangan penelitian ini, mungkin saja terjadi bias dalam pelaksanaannya karena responden merasa gugup diawasi dan ada rasa bersalah ketika tidak dapat mengerjakan sembilan tugas yang diberikan atau tidak dapat memahaminya maksud dari tugas tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mencoba melengkapi penelitian sebelumnya. Peneliti akan menggunakan variabel keterampilan digital pengguna LAPOR dengan kriteria laporannya didisposisi antara bulan Oktober – Desember 2014, pemilihan ini dengan dasar jarak yang tidak terlalu jauh dalam waktu penelitian, sehingga dapat meminimalisir kealpaan responden. Peneliti juga melakukan validasi satu per satu data responden agar mereka tidak mengisinya dua kali. Secara konseptual peneliti bukan sekadar melihat keterampilan internet, tapi lebih kepada keterampilan digital dengan memasukkan dimensi keterampilan 22 Universitas Indonesia komunikasi sebagai dimensi baru. Untuk teknik pengumpulan data, tidak melalui performance test, tetapi menggunakan self assesment dengan menggunakan instrumen kuesioner. Alasannya adalah agar responden lebih mempunyai kebebasan untuk menggambarkan keterampilan digitalnya, akan berbeda halnya ketika mereka diawasi atau diberi instruktur khusus oleh orang lain secara langsung.

2.2 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kepuasan masyarakat pada sistem penanganan pengaduan masyarakat sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel independennya adalah proses penanganan pengaduan, hasil penanganan pengaduan, dan keterampilan digital digital skills. Di bawah ini peneliti akan menjelaskan mengenai konsep dari setiap variabel tersebut.

2.2.1 Kepuasan Masyarakat pada Sistem Penanganan Pengaduan Masyarakat

2.2.1.1 Kepuasan Masyarakat

Konsep terkait dengan kepuasan warga masyarakat citizens satisfaction adalah kepuasan pelanggan customer satisfaction, studi mengenai kepuasan pelanggan banyak dibahas dalam ilmu komunikasi dan manajemen. Menurut Schiffman, Kanuk, dan Hansen 2012 kepuasan pelanggan adalah persepsi individu mengenai produk atau jasa yang didapatkan berkaitan dengan harapannya terhadap produk atau jasa tersebut. Seperti misalnya pelanggan akan merasa puas jika mendapatkan makanan yang enak ketika makan di restoran mahal, sebaliknya pelanggan akan merasa tidak puas jika mendapatkan makanan yang tidak enak ketika makan di restoran mahal, harapan yang tinggi terhadap rasa makanan dikarenakan pelanggan sudah membayar mahal untuk makanan tersebut. Kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan dapat dibedakan dengan melihat harapan dari barang atau jasa yang dibeli dan barang atau jasa yang diterima pelanggan. Jadi, kepuasan pelanggan dibentuk oleh harapan yang berbanding lurus dengan barang jasa yang didapatkan. Pandangan lain disampaikan oleh Szwarc 2005 yang mengatakan kepuasan pelanggan adalah bagaimana pelanggan melihat produk atau jasa