Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat
i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS
KARET PERKEBUNAN RAKYAT
Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung
SKRIPSI
WIYANTO H34051738
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
(2)
ii ABSTRACT
This research compared rubber quality between smallholder rubber farmers in rubber development program village and non-program village. The objectives of the research were to describe the socioeconomic characteristics of the farmers, describe the rubber farm conditions, identify cause of low-quality rubber, identify farmer’s efforts to increase rubber quality, to describe and to test relationship between socioeconomic characteristics of the farmers, technical factors, and rubber quality among them, and to analyze the net increase of farmer income after use of rubber quality improvement technology.
Data for the research were generated from 64 respondents randomly (stratified cluster sampling) from three villages; one village was rubber development program village and two else were non-program villages. Descriptive statistics, qualitative analysis and binary logistic regression model were used in analysing the data.
The empirical data showed that majority of farmers were over 40 years: 54.69 percent were middle age (40-60 years) and 31.25 percent were old age (over 60 years). Findings revealed that majority of farmers (93.75 percent) cultivated their rubber plantation by intercropping system. The result of analysis showed that smallholder rubber farmers in rubber development program village produced lower grade rubber (average 6.13) than rubber farmers in non-program village (average 6.98). The cause of that was the use of additive coagulant such as extract of Gadung tuber (Dioscorea hispida Dennst). The identification result suggest that the causes of low-quality rubber were the use of coagulant other than formic acid and existence of contaminants such as wood shavings (tatal), leafs and black dry rubber in coagulump.
The empirical result revealed that majority of farmers did efforts to increase rubber quality such as cleaning of collecting pans periodic (57,81 percent), keeping of coagulump from contaminants (57,81 percent), but just a little farmer used trained tappers (32,81 percent), cleaning of collecting cups before tapping(28,12 percent ), dissociating types of coagulump (9,38 percent). There were no farmers using of formic acid as coagulant.
The qualitative analysis indicated relationship between membership of farmer institution and soscial acivities, education, family income, family size, farm size, use of TSP as coagulant and rubber quality. The binary logistic regression model revealed relationship between age, education (negative relationship), family size, membership of farmer institution, familu size, (positive relationship) and rubber quality at 20 percent probability level. The partial budgets analysis proved that use of formic acid as coagulant was profitable in program village and non-program village, but there were no farmers using of formic acid as coagulant because it was scarce (difficult to find).
(3)
iii RINGKASAN
WIYANTO. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah Bimbingan NUNUNG KUSNADI)
Penelitian ini membandingkan kualitas karet antara desa program pengembangan karet dan desa non program pengembangan karet. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik usahatani dan sosial ekonomi petani karet, mengidentifikasi penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani, mengidentifikasi usaha-usaha yang dilakukan petani untuk meningkatkan kualitas karet yang diproduksinya, menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi, faktor teknis dan kualitas karet, serta menganalisis peningkatan keuntungan usahatani karet karena adanya upaya peningkatan kualitas karet khususnya penggunaan asam semut sebagai pembeku lateks.
Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Data primer dikumpulkan dari 64 responden petani karet yang dipilih secara random (stratified cluster sampling). Waktu pengambilan data primer dilaksakan pada bulan April hingga Mei 2009. Statistik deskriptif, analisis kualitatif berupa teknik analisis domain dan teknik analisis taksonomik, serta model regresi logistik biner digunakan dalam menganalisis data penitian ini.
Data empiris menunjukan bahwa mayoritas petani karet di daerah penelitian berusia lebih dari 40 tahun. Sebannyak 54.69 persen petani termasuk dalam usia dewasa madya (40-60 tahun) dan 31.25 persen termasuk dewasa lanjut (lebih dari 60 tahun). Dari sisi usahataninya, petani karet di daerah penelitian mayoritas (93.75 persen) melakukan penanaman karetnya dengan sistem tumpang sari. Tanaman tumpang sari yang banyak digunakan adalah singkong. Perbandingan kualitas menunjukan bahwa kualitas karet yang diproduksi petani di desa program lebih rendah dibandingkan kualitas karet di desa non program. Salah satu penyebab lebih rendahnya kualitas karet petani di desa program adalah penggunaan pembeku tambahan di samping pembeku utama yaitu air ekstrak umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst). Secara umum, penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani adalah penggunaan pembeku selain pembeku terbaik dan dianjurkan lembaga penelitian karet yakni asam semut. Petani karet di daerah penelitian menggunakan pupuk TSP dan tawas sebagai pembeku getah. Selain pembeku, penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani adalah tercampurnya koagulump dengan kotoran seperti tatal, daun dan karet kering yang berwarna hitam.
Petani karet di daerah penelititan melakukan aktivitas atau kegiatan yang termasuk usaha peningkatan kualitas karet. Upaya-upaya yang dilakukan mayoritas petani antara lain membersihkan bak penampung (sebanyak 57,81 persen responden), menjaga koagulump dari kotoran (57,81 persen petani), tetapi hanya sebagian kecil petani yang menggunakan penyadap terlatih (32,81 persen), membersihkan mangkuk penampung lateks sebelum menyadap (28,12 persen), memisahkan jenis-jenis koagulump (9,38 persen). Tidak ada petani responden
(4)
iv yang menggunakan asam semut sebagai pembeku, padahal asam semut merupakan pembeku karet terbaik.
Analisis kualitatif mengindikasikan hubungan semantik antara kualitas karet dan keanggotaan petani di dalam kelompok tani, partisipasi petani di dalam kegiatan sosial, pendidikan formal petani, penghasilan (income) rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan penggunaan pupuk TSP sebagai pembeku. Hasil analisis kualitatif ini didukung analisis model regresi logistik biner. Model regresi logistik biner menunjukan adanya hubungan negatif antara usia, pendidikan dan kualitas karet, serta hubungan positif antara keanggotaan petani di dalam kelompok tani, partisipasi petani di dalam kegiatan sosial, jumlah anggota keluarga, pernahnya bertanya kepada PPL dan kualitas karet pada tingkat selang kepercayaan 80 persen (α=20 persen). Hasil analisis keuntungan parsial menunjukan bahwa upaya peningkatan kualitas karet berupa penggunaan asam semut sebagai pembeku menguntungkan bagi petani. Keuntungan tersebut diperoleh dari peningkatan harga karet yang menggunakan pembeku asam semut Rp 500,00 lebih tinggi dibandingkan karet dengan pembeku pupuk TSP atau tawas. Masalah yang dikeluhkan petani dari penggunaan asam semut adalah sulit didapatkannya asam semut dan belum tahunya petunjuk teknis penggunaan asam semut untuk membeku lateks.
(5)
v
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS
KARET PERKEBUNAN RAKYAT
Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung
WIYANTO H34051738
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
(6)
vi Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)
Nama : Wiyanto
NIM : H34051738
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Mengetahui
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
(7)
vii PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Wiyanto H34051738
(8)
viii RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tulang Bawang, Lampung pada tanggal 26 September 1987. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sudarsono dan Ibunda Yatinah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Mulyakencana pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 3 Tulang Bawang Tengah. Pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Tumijajar pada tahun 2005.
Penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan kurikulum Mayor-Minor.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif sebagai Bendahara di Forum Studi Islam Mahasiswa pada tahun 2006-2007, Sekretaris dan Bendahara pada tahun 2007-2008.
(9)
ix KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)” dapat diselesaikan dengan baik setelah melalui proses belajar, bimbingan, dan diskusi dalam waktu yang tidak sebentar. Penyusunan skripsi ini merupakan sarana proses pembelajaran bidang usahatani dan non usahatani seperti pembelajaran mengenai statistika, analisis kualitatif, dan psikologi.
Fokus kajian dalam skripsi ini adalah kualitas karet di tingkat petani. Di dalamnya dibahas mengenai usahatani karet, faktor kualitas, serta simulasi perubahan pendapatan akibat adanya upaya peningkatan kualitas. Selain data lapang, skripsi ini juga memuat teori, konsep, dan hasil penelitian dari para penulis sebelumnya. Penyebutan referensi yang dikutip dalam skripsi ini diharapkan mampu menambah nilai keilmiahannya, dan tak lupa ucapan terimakasih kepada pemilik karya yang dikutip dalam skripsi ini.
Skripsi ini telah diupayakan untuk ditulis dengan sebaik mungkin, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan. Meskipun demikian, mudah-mudahan skripsi ini ada manfaatnya bagi kita dan bagi pengembangan usahatani karet perkebunan rakyat serta memberikan manfaat bagi peneliti dan penelitian usahatani selanjutnya.
Bogor, September 2009 Wiyanto
(10)
x UCAPAN TERIMAKASIH
Setelah mengucapkan puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
penulis mengucapkan terimakasih atas terselesaikannya skripsi ini kepada:
1) Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS atas bimbingan materi maupun non materi skripsi, motivasi, dan manajemennya. Saya mendapatkan lebih dari yang saya perkirakan sebelumnya.
2) Kedua orang tuaku tercinta atas do’a, motivasi, keteladanan dan pembelajarannya tentang hidup. I love You so Much.
3) Ibu Ir. Dwi Rachmina, MSi. selaku dosen penguji utama atas koreksi, saran dan diskusinya.
4) Mas Yeka Hendra Fantika, SP selaku dosen penguji akademik atas koreksi dan sarannya.
5) Adik-adikku, Daryanti Sudarsono, Syaiful Iskandar Sudarsono, Widyana Sudarsono, atas motivasi, sindiran, dan keceriannya. Be kind people.
6) Eno, Mama Eno, Mas Yoppy, Mas Eko, Mbak Erry, Aliya cute, and The Little Aisha, for memories, kindliness, home, Thank for All. Jazakumullohu khoiron.
7) Mbak Iya yang telah menjadi motivator sekaligus pesaing dalam perlombaan “cepat lulus”. (Selamat Bu Bidan telah memenangkan perlombaan).
8) Bapak Sarju, Staf Balai Kampung, Ketua Kelompok Tani, warga dan petani karet Kampung Pulung Kencana, atas keramahan dan bantuannya.
9) Bapak Efen Efendi, Bapak Anizar, warga dan petani karet Kampung Bandar Dewa atas keramahan dan bantuanya.
10) Bapak Samidi, Staf Balai Kampung, Ketua RK, warga dan petani karet Kampung Tirta Kencana, atas keramahan dan bantuannya.
11) Bapak Saryono, Bapak Suradi, Ibu Sariyati, Ibu Sulastri dan Staf PPL di BP4K Kecamatan Tulang Bawang Tengah, atas data, diskusi, informasi dan bantuannya.
12) Bapak Haidirsyah, dan Staf Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang atas informasi, diskusi dan datanya.
13) Dr. Yoharmus Syamsu, MSi., Staf BPTK Bogor, Bu Widi di Perpustakaan LRPI dan staf LRPI, atas diskusi, referensi, dan datanya.
(11)
i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS
KARET PERKEBUNAN RAKYAT
Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung
SKRIPSI
WIYANTO H34051738
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
(12)
ii ABSTRACT
This research compared rubber quality between smallholder rubber farmers in rubber development program village and non-program village. The objectives of the research were to describe the socioeconomic characteristics of the farmers, describe the rubber farm conditions, identify cause of low-quality rubber, identify farmer’s efforts to increase rubber quality, to describe and to test relationship between socioeconomic characteristics of the farmers, technical factors, and rubber quality among them, and to analyze the net increase of farmer income after use of rubber quality improvement technology.
Data for the research were generated from 64 respondents randomly (stratified cluster sampling) from three villages; one village was rubber development program village and two else were non-program villages. Descriptive statistics, qualitative analysis and binary logistic regression model were used in analysing the data.
The empirical data showed that majority of farmers were over 40 years: 54.69 percent were middle age (40-60 years) and 31.25 percent were old age (over 60 years). Findings revealed that majority of farmers (93.75 percent) cultivated their rubber plantation by intercropping system. The result of analysis showed that smallholder rubber farmers in rubber development program village produced lower grade rubber (average 6.13) than rubber farmers in non-program village (average 6.98). The cause of that was the use of additive coagulant such as extract of Gadung tuber (Dioscorea hispida Dennst). The identification result suggest that the causes of low-quality rubber were the use of coagulant other than formic acid and existence of contaminants such as wood shavings (tatal), leafs and black dry rubber in coagulump.
The empirical result revealed that majority of farmers did efforts to increase rubber quality such as cleaning of collecting pans periodic (57,81 percent), keeping of coagulump from contaminants (57,81 percent), but just a little farmer used trained tappers (32,81 percent), cleaning of collecting cups before tapping(28,12 percent ), dissociating types of coagulump (9,38 percent). There were no farmers using of formic acid as coagulant.
The qualitative analysis indicated relationship between membership of farmer institution and soscial acivities, education, family income, family size, farm size, use of TSP as coagulant and rubber quality. The binary logistic regression model revealed relationship between age, education (negative relationship), family size, membership of farmer institution, familu size, (positive relationship) and rubber quality at 20 percent probability level. The partial budgets analysis proved that use of formic acid as coagulant was profitable in program village and non-program village, but there were no farmers using of formic acid as coagulant because it was scarce (difficult to find).
(13)
iii RINGKASAN
WIYANTO. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah Bimbingan NUNUNG KUSNADI)
Penelitian ini membandingkan kualitas karet antara desa program pengembangan karet dan desa non program pengembangan karet. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik usahatani dan sosial ekonomi petani karet, mengidentifikasi penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani, mengidentifikasi usaha-usaha yang dilakukan petani untuk meningkatkan kualitas karet yang diproduksinya, menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi, faktor teknis dan kualitas karet, serta menganalisis peningkatan keuntungan usahatani karet karena adanya upaya peningkatan kualitas karet khususnya penggunaan asam semut sebagai pembeku lateks.
Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Data primer dikumpulkan dari 64 responden petani karet yang dipilih secara random (stratified cluster sampling). Waktu pengambilan data primer dilaksakan pada bulan April hingga Mei 2009. Statistik deskriptif, analisis kualitatif berupa teknik analisis domain dan teknik analisis taksonomik, serta model regresi logistik biner digunakan dalam menganalisis data penitian ini.
Data empiris menunjukan bahwa mayoritas petani karet di daerah penelitian berusia lebih dari 40 tahun. Sebannyak 54.69 persen petani termasuk dalam usia dewasa madya (40-60 tahun) dan 31.25 persen termasuk dewasa lanjut (lebih dari 60 tahun). Dari sisi usahataninya, petani karet di daerah penelitian mayoritas (93.75 persen) melakukan penanaman karetnya dengan sistem tumpang sari. Tanaman tumpang sari yang banyak digunakan adalah singkong. Perbandingan kualitas menunjukan bahwa kualitas karet yang diproduksi petani di desa program lebih rendah dibandingkan kualitas karet di desa non program. Salah satu penyebab lebih rendahnya kualitas karet petani di desa program adalah penggunaan pembeku tambahan di samping pembeku utama yaitu air ekstrak umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst). Secara umum, penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani adalah penggunaan pembeku selain pembeku terbaik dan dianjurkan lembaga penelitian karet yakni asam semut. Petani karet di daerah penelitian menggunakan pupuk TSP dan tawas sebagai pembeku getah. Selain pembeku, penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani adalah tercampurnya koagulump dengan kotoran seperti tatal, daun dan karet kering yang berwarna hitam.
Petani karet di daerah penelititan melakukan aktivitas atau kegiatan yang termasuk usaha peningkatan kualitas karet. Upaya-upaya yang dilakukan mayoritas petani antara lain membersihkan bak penampung (sebanyak 57,81 persen responden), menjaga koagulump dari kotoran (57,81 persen petani), tetapi hanya sebagian kecil petani yang menggunakan penyadap terlatih (32,81 persen), membersihkan mangkuk penampung lateks sebelum menyadap (28,12 persen), memisahkan jenis-jenis koagulump (9,38 persen). Tidak ada petani responden
(14)
iv yang menggunakan asam semut sebagai pembeku, padahal asam semut merupakan pembeku karet terbaik.
Analisis kualitatif mengindikasikan hubungan semantik antara kualitas karet dan keanggotaan petani di dalam kelompok tani, partisipasi petani di dalam kegiatan sosial, pendidikan formal petani, penghasilan (income) rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan penggunaan pupuk TSP sebagai pembeku. Hasil analisis kualitatif ini didukung analisis model regresi logistik biner. Model regresi logistik biner menunjukan adanya hubungan negatif antara usia, pendidikan dan kualitas karet, serta hubungan positif antara keanggotaan petani di dalam kelompok tani, partisipasi petani di dalam kegiatan sosial, jumlah anggota keluarga, pernahnya bertanya kepada PPL dan kualitas karet pada tingkat selang kepercayaan 80 persen (α=20 persen). Hasil analisis keuntungan parsial menunjukan bahwa upaya peningkatan kualitas karet berupa penggunaan asam semut sebagai pembeku menguntungkan bagi petani. Keuntungan tersebut diperoleh dari peningkatan harga karet yang menggunakan pembeku asam semut Rp 500,00 lebih tinggi dibandingkan karet dengan pembeku pupuk TSP atau tawas. Masalah yang dikeluhkan petani dari penggunaan asam semut adalah sulit didapatkannya asam semut dan belum tahunya petunjuk teknis penggunaan asam semut untuk membeku lateks.
(15)
v
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS
KARET PERKEBUNAN RAKYAT
Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung
WIYANTO H34051738
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
(16)
vi Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)
Nama : Wiyanto
NIM : H34051738
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Mengetahui
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
(17)
vii PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Wiyanto H34051738
(18)
viii RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tulang Bawang, Lampung pada tanggal 26 September 1987. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sudarsono dan Ibunda Yatinah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Mulyakencana pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 3 Tulang Bawang Tengah. Pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Tumijajar pada tahun 2005.
Penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan kurikulum Mayor-Minor.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif sebagai Bendahara di Forum Studi Islam Mahasiswa pada tahun 2006-2007, Sekretaris dan Bendahara pada tahun 2007-2008.
(19)
ix KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)” dapat diselesaikan dengan baik setelah melalui proses belajar, bimbingan, dan diskusi dalam waktu yang tidak sebentar. Penyusunan skripsi ini merupakan sarana proses pembelajaran bidang usahatani dan non usahatani seperti pembelajaran mengenai statistika, analisis kualitatif, dan psikologi.
Fokus kajian dalam skripsi ini adalah kualitas karet di tingkat petani. Di dalamnya dibahas mengenai usahatani karet, faktor kualitas, serta simulasi perubahan pendapatan akibat adanya upaya peningkatan kualitas. Selain data lapang, skripsi ini juga memuat teori, konsep, dan hasil penelitian dari para penulis sebelumnya. Penyebutan referensi yang dikutip dalam skripsi ini diharapkan mampu menambah nilai keilmiahannya, dan tak lupa ucapan terimakasih kepada pemilik karya yang dikutip dalam skripsi ini.
Skripsi ini telah diupayakan untuk ditulis dengan sebaik mungkin, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan. Meskipun demikian, mudah-mudahan skripsi ini ada manfaatnya bagi kita dan bagi pengembangan usahatani karet perkebunan rakyat serta memberikan manfaat bagi peneliti dan penelitian usahatani selanjutnya.
Bogor, September 2009 Wiyanto
(20)
x UCAPAN TERIMAKASIH
Setelah mengucapkan puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
penulis mengucapkan terimakasih atas terselesaikannya skripsi ini kepada:
1) Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS atas bimbingan materi maupun non materi skripsi, motivasi, dan manajemennya. Saya mendapatkan lebih dari yang saya perkirakan sebelumnya.
2) Kedua orang tuaku tercinta atas do’a, motivasi, keteladanan dan pembelajarannya tentang hidup. I love You so Much.
3) Ibu Ir. Dwi Rachmina, MSi. selaku dosen penguji utama atas koreksi, saran dan diskusinya.
4) Mas Yeka Hendra Fantika, SP selaku dosen penguji akademik atas koreksi dan sarannya.
5) Adik-adikku, Daryanti Sudarsono, Syaiful Iskandar Sudarsono, Widyana Sudarsono, atas motivasi, sindiran, dan keceriannya. Be kind people.
6) Eno, Mama Eno, Mas Yoppy, Mas Eko, Mbak Erry, Aliya cute, and The Little Aisha, for memories, kindliness, home, Thank for All. Jazakumullohu khoiron.
7) Mbak Iya yang telah menjadi motivator sekaligus pesaing dalam perlombaan “cepat lulus”. (Selamat Bu Bidan telah memenangkan perlombaan).
8) Bapak Sarju, Staf Balai Kampung, Ketua Kelompok Tani, warga dan petani karet Kampung Pulung Kencana, atas keramahan dan bantuannya.
9) Bapak Efen Efendi, Bapak Anizar, warga dan petani karet Kampung Bandar Dewa atas keramahan dan bantuanya.
10) Bapak Samidi, Staf Balai Kampung, Ketua RK, warga dan petani karet Kampung Tirta Kencana, atas keramahan dan bantuannya.
11) Bapak Saryono, Bapak Suradi, Ibu Sariyati, Ibu Sulastri dan Staf PPL di BP4K Kecamatan Tulang Bawang Tengah, atas data, diskusi, informasi dan bantuannya.
12) Bapak Haidirsyah, dan Staf Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang atas informasi, diskusi dan datanya.
13) Dr. Yoharmus Syamsu, MSi., Staf BPTK Bogor, Bu Widi di Perpustakaan LRPI dan staf LRPI, atas diskusi, referensi, dan datanya.
(21)
xi 14) Mbak Dian dan Bu Ida di sekretariat palayanan akademik AGB atas
keramahan dan bantuannya.
15) Adriyanto Pratama atas bantuannya dalam pengambilan data primer.
16) Teman-Teman AGB 42, Mada Pradana, Teguh Purwadi, Abu Ayyub Bayu Kristianto, M. Faisal, Muhammad Reza Bachmid, Doni Zepriana, dan teman-teman yang sering berdiskusi selama penyelesaian tugas akhir.
17) Teman-teman kubu Nawi (Pondok Iwan) dan yang sering berkunjung kesana yang sibuk dengan skripsinya masing-masing, serta Kubu Dani dan yang sering berkunjung kesana yang sedang sibuk menghilangkan status “pengangguran”.
18) Mbak Fitri atas bantuan dan dukungannya selama ini (kapan kau selesaikan skipsimu?).
19) Teman-teman 42 di MT Al-Furqon atas Ukhuwah Islamiyyahnya, Mas-Mas 40: Mas Anri, Mas Bayu, Mas Fandy, Mas Muji, Mas Tri dua-duanya, Mas Daus GMSK 41, dan special Thank to guru-guru Bahasa Arabku: Mas Sugeng (MSG), Mas Kemal (afwan ndak pernah dimuroja’ah).
20) And thanks for all of memories and anything good in my life, my mind and my heart.
Bogor, September 2009 Wiyanto
(22)
xii DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ... xiv DAFTAR GAMBAR ... xvii DAFTAR LAMPIRAN ... xviii I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 3 1.3. Tujuan ... 6 1.4. Manfaat ... 6 1.5. Ruang Lingkup ... 6 II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Penilaian Kualitas Produk ... 7 2.2. Manfaat Peningkatan Kualitas ... 8 2.3. Faktor-Faktor yang Berbagai Macam Produk ... 10 III KERANGKA PEMIKIRAN ... 14
3.1. Kualitas Karet Alam ... 14 3.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Kualitas Karet Rakyat ... 15 3.2.1 Faktor Sosial Ekonomi ... 16 3.2.2 Faktor Teknis ... 19 3.3. Jenis-Jenis Bahan Olah Karet ... 22 3.4. Konsep Diferensiasi Harga ... 24 3.5. Konsep Usahatani ... 24 3.6. Konsep Pendapatan Usahatani ... 25 3.7. Anggaran Keuntungan Parsial ... 26 3.8. Diagram Alur Pemikiran ... 27 IV METODE PENELITIAN ... 30
4.1. Lokasi dan Waktu ... 30 4.2 . Metode dan Pengambilan Sampel ... 30 4.3. Desain Penelitian ... 32 4.4. Data dan Instrumentasi ... 33 4.5. Metode Pengumpulan Data ... 33 4.6. Metode Pengukuran Kualitas Karet
Perkebunan Rakyat ... 34 4.7. Metode Analisis ... 37 4.7.1. Transformasi Data ... 37 4.7.2. Teknik Analisis Domain ... 38 4.7.3. Teknik Analisis Taksonomik ... 40 4.7.4. Model Regresi Logistik Biner ... 42 4.7.5. Analisis Keuntungan Parsial Upaya
Peningkatan Kualitas Karet ... 46 4.8. Definisi Operasional ... 48
(23)
xiii 4.9. Jadwal Kegiatan ... 50 V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 52 5.1. Gambaran Umum Lokasi penelitian ... 52 5.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani ... 56 5.3. Penyelenggaran Usahatani karet ... 66 5.4. Perbandingan Kualitas Karet ... 83
VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
KARET PERKEBUANAN RAKYAT ... 84 6.1. Tabulasi Faktor ... 84 6.2. Analisi Domain Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Kualitas Karet ... 93 6.3. Analisis Taksonomik Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Kualitas Karet ... 97 6.4 Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Kualitas Karet ... 100 6.5. Perbandingan Analisis Kualitatif dan
Analisis Kuantitatif ... 112 6.6. Upaya-Upaya Peningkatan Kualitas Karet Rakyat ... 114 6.7. Analisis Anggaran Parsial Upaya
Peningkatan Kualitas Karet ... 115 VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 109 7.1. Kesimpulan ... 109 7.2. Saran ... 110 DAFTAR PUSTAKA ... 124 LAMPIRAN ... 128
(24)
xiv DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Gross Ekspor Karet Alam Tahun 2005-2008 ... 1 2. Produksi Karet Alam Dunia Tahun 2005-2007 ... 3 3. Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Tipe dan Grade .. 4 4. Luas Areal dan Produksi Karet Alam
Menurut Pengusahaannya ... 5 5. Jumlah Responden Berdasarkan Cluster
di Masing-Masing Desa Penelitian ... 32 6. Pola Hubungan Semantik ... 39 7. Betuk Tabulasi Anggaran Parsial ... 48 8. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan Usia ... 57 9. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah Tahun 2009
Berdasarkan Pendidikan Formal ... 58 10. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah Tahun 2009
Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga... 59 11. Sebaran Responden Penelitian di
Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009
Berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga... 68 12. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah Tahun 2009
Berdasarkan Luas Lahan Kebun yang Dimiliki ... 69 13. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah Tahun 2009
Berdasarkan pengalaman yang Dimiliki ... 62 14. Sebaran Responden Penelitian di
Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009
Berdasarkan penggunaan Informasi ... 63 15. Tanaman Asal, Kelompok Desa dan Alasan Petani
Mengalihfungsikan Lahan Menjadi Perkebunan Karet ... 67 16. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan Tulang
Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan
Berdasarkan Tanaman Tumpangsari yang Ditanam ... 68 17. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan Tulang
Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan
(25)
xv 18. Sebaran Responden Penelitian di
Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009
Berdasarkan Frekuensi Pemupukan ... 72 19. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan Tulang
Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan
Penggunaan Kriteria Matang Sadap ... 75 20. Kondisi Tenaga Kerja Penyadap di
Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 ... 76 21. Penggunaan Bahan Mangkuk Penampung Lateks oleh
Responden Penelitian di Kecamatan Tulang
Bawang Tengah Tahun 2009 ... 78 22. Frekuensi Penyadapan Petani Karet di
Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 ... 79 23. Waktu Penyadapan Petani di Kecamatan Tulang
Bawang Tengah Tahun 2009 ... 80 24. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah Tahun 2009
Berdasarkan Bahan oleh Karet yang Diproduksinya ... 81 25. Penggunaan Koagulan Lateks oleh Responden Penelitian
di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 ... 82 26. Perbandingan Kualitas Karet
Desa program dan Non Program ... 83 27. Perbandingan Kualitas Karet Berdasarkan Usia Petani
di Kecamatan Tulang bawang Tengah Tahun 2009 ... 85 28. Perbandingan Kualitas Karet Berdasarkan
Pendidikan Formal Petani di Kecamatan
Tulang bawang Tengah Tahun 2009 ... 86 29. Perbandingan Kualitas Karet Berdasarkan Jumlah
Angggota Keluarga Petani di Kecamatan
Tulang bawang Tengah Tahun 2009 ... 87 30. Perbandingan Kualitas Karet Berdasarkan
Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kecamatan
Tulang bawang Tengah Tahun 2009 ... 88 31. Perbandingan Kualitas Karet Berdasarkan
Pengalaman Petani di Kecamatan
Tulang bawang Tengah Tahun 2009 ... 89 32.Kualitas Karet yang Diproduksi Petani Responden
di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009
(26)
xvi 33. Perbandingan Kualitas Karet Petani di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan
Ketergabungannya dengan Kegiatan Sosial ... 91 34. Perbandingan Kualitas Karet Petani di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan
Luas kebun Karet yang Dimiliki ... 91 35. Perbandingan Kualitas Karet Petani di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan
Frekuensi Pemupukan ... 92 36. Perbandingan Kualitas Karet Petani di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan
Penggunaan Koagulan ... 93 37. Pola Hubungan Semantik Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Kualitas Karet ... 96 38. Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet
Perkebunan rakyat ... 103 39. Perbandingan Analisis Kualitatif (Teknik Taksonomik)
dan Analisis Kuantitatif (Model Regresi Logistik Biner) ... 113 40. Upaya-Upaya Peningkatan Beserta
Jumlah Petani yang Melakukannya ... 115 41. Biaya Koagulan Sebelum dan Sesudah
Upaya Peningkatan Kualitas Karet Seluar Satu Kektar ... 118 42. Penerimaan Usahatani Sebelum dan Setelah
Upaya Peningkatan Kualitas Karet Seluas Satu Hektar ... 119 43. Biaya Penyadapan Sebelum dan Sesudah
Upaya Peningkatan Kualitas Karet Seluas Satu Hektar ... 120 44. Anggaran Parsial Upaya Peningkatan Kualitas
Karet Seluas Satu Hektar Petani Kecamatan
(27)
xvii DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Perkembangan Eksor Karet Alam Thailand, Indonesia
dan Malaysia Tahun 2006, 2007, 2008 ... 2 2. Diagram Alur Pemikiran ... 28 3. Bahan Olah Karet Kualitas 10 dengan
skala Pengukuran 1 hingga 10 ... 35 4. Pola Metode Taksonomik ... 40
(28)
xviii DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Bagan Analisis Taksonomik Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Kalitas Karet ... 128 2. Tranformasi Kualitas Menjadi Skala Biner dan Data
Faktor-Faktor yang Diduga Memengaruhi Kualitas ... 130 3. Output Minitab 14 dari Model Regressi Logistik Biner
(29)
1 I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karet alam (Hevea brasiliensis) merupakan komoditas yang banyak dikembangkan di dunia terutama oleh Thailand, Indonesia dan Malaysia. Tujuan utama pengembangan karet alam adalah memroduksi lateks dan bekuannya. Lateks dan bekuannya merupakan bahan baku utama bagi industri berbasis pertanian untuk memroduksi produk berbahan dasar karet seperti ban, sepatu karet, sarung tangan karet, balon dan produk-produk karet lainnya (Nazaruddin dan Paimin 1992).
Semua negara di dunia membutuhkan produk-produk berbahan baku karet, namun tidak semua negara mampu memroduksi lateks dan bekuannya. Hal ini menjadikan karet alam sebagai komoditas yang diperdagangkan secara internasional. Perdagangan karet internasional akan mendatangkan penghasilan bagi negara produsen dan membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk desa di negara tersebut.
Selain mendatangkan pendapatan bagi negara, perdagangan karet internasional juga akan memunculkan persaingan antarnegara produsen karet alam. Persaingan ini dapat memengaruhi perkembangan agribisnis karet di masing-masing negara produsen. Persaingan antarnegara produsen karet alam terlihat dari ekspor masing-masing negara (Tabel 1).
Tabel 1. Gross Ekspor Karet Alam Tahun 2005-2008 (000 ton)
No Negara 2005 2006 2007 2008
1 Thailand 2632 2772 2704 2675
2 Indonesia 2024 2287 2407 2296
3 Malaysia 1128 1134 1018 917
4 Vietnam 566,5 673,4 681,9 619
5 India 60 71 29 77
Sumber: ANRPC Monthly Bulletin of Rubber Statistics June 2009
Tiga produsen utama karet alam yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia memroduksi 72,1 persen dari produksi karet alam dunia pada tahun 2007 dan mengekspor 86,9 persen hasil produksinya (Tabel 2). Sepanjang tiga tahun terakhir, terjadi perubahan volume ekspor dari masing-masing negara. Penurunan volume ekspor Thailand dan Malaysia terus terjadi selama tiga tahun terakhir.
(30)
2 Khusus untuk tahun 2008, semua negara mengalami penurunan ekspor karet alamnya. Penurunan volume ekspor disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi dunia pada kwartal terakhir tahun 2008 yang menyebabkan permintaan karet alam menurun. (Gambar 1).
Gambar 1. Perkembangan Eksor Karet Alam Thailand, Indonesia dan Malaysia Tahun 2006, 2007, 2008
Sumber: ANRPC Monthly Bulletin of Rubber Statistics June 2009, IRSG (2009)
Penurunan ekspor Malaysia memang telah dimulai sejak tahun 1990 yang disebabkan oleh perubahan struktur ekonomi dalam negeri yang ditunjukkan dengan meningkatnya konsumsi karet domestik dan perkembangan industri manufaktur yang berbasis karet. Malaysia mengurangi ekspor dengan meningkatkan nilai tambah dari produk barang jadi karet, terutama produk sarung tangan dan produk lateks pekat lainnya. Thailand dan Vietnam meningkatkan produksi dan ekspor karet alamnya dengan memasuki pasar yang ditinggalkan Malaysia. Sementara itu, Indonesia belum dapat memanfaatkan peluang tersebut dan industri karet dalam negeri kurang didorong untuk berkembang dengan baik (Anwar 2003).
Tabel 1 juga menunjukkan kenyataan mengenai daya saing karet alam Indonesia. Indonesia selalu menduduki peringkat kedua setelah Thailand dalam
gross ekspor, padahal luas lahan karet Indonesia (baik luas lahan total maupun yang disadap) lebih luas daripada Thailand. Selain ekspor, jumlah produksi
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Thailand Indonesia Malaysia
T
ot
al
E
k
sp
or
(
000
ton
)
Eksportir
2006 2007 2008
(31)
3 Indonesia juga selalu dibawah Thailand (Tabel 2). Hal ini menunjukkan Indonesia masih relatif lebih rendah dalam hal produksi, produktivitas dan daya saing dibandingkan negara produsen karet lainnya terutama Thailand.
Tabel 2. Produksi Karet Alam Dunia Tahun 2005-2007
No Negara 2005 2006 2007
000 ton % 000 ton % 000 ton %
1. Thailand 2.937,2 33,0 3.137,0 31,9 3.056,0 31,2 2. Indonesia 2.271,0 25,5 2.637,0 26,8 2.797,0 28,6 3. Malaysia 1.126,0 12,7 1.283,6 13,0 1.199,6 12,3 4. India 771,5 8,7 853,3 8,7 806,7 8,2 5. Vietnam 509,0 5,7 553,5 5,6 601,7 6,2 6. China 428,0 4,8 533,0 5,4 600,0 6,1 7. Ivory Coast 157,0 1,8 178,3 1,8 180,0 1,8 8. Liberia 111,0 1,2 100,5 1,1 98,0 1,1 9. Sri Lanka 104,4 1,2 109,2 1,1 102,0 1,0 10. Brazil 101,5 1,1 108,3 1,0 106,0 1,0
Others 375,4 4,2 352,3 3,7 235,0 2,5
Total 8.892,0 100,0 9.846,0 100,0 9.782,0 100,0 Source: IRSG Rubber Statistical Bulletin Vol 62 No.8/ Vol 62 No.9, May/June 2008 dihimpun
oleh www.anrpc.org
Untuk dapat berkembang di pasar internasional, komoditas karet Indonesia harus memiliki dayasaing yang kuat. Dayasaing yang kuat dapat dicapai dengan pemenuhan keinginan pasar terkait dengan karakteristik karet. Keinginan pasar dapat dipenuhi dengan peningkatan kualitas karet alam yang dihasilkan oleh Indonesia, mengingat persyaratan kualitas yang diterapkan negara importir karet alam semakin ketat. Menurut Porter (1990) untuk dapat memelihara atau meningkatkan dayasaing, berbagai faktor produksi dan infrastruktur harus ditingkatkan kualitasnya. Perbaikan faktor produksi meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan ilmu pengetahuan. Dengan meningkatnya kualitas faktor produksi dan infrastruktur karet alam, diharapkan kualitas karet alam yang diproduksi Indonesia akan meningkat.
1.2. Perumusan Masalah
Peningkatan dayasaing karet alam Indonesia dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas karet yang diproduksi oleh petani karet. Peningkatan kualitas karet alam (bahan olah karet) merupakan salah satu strategi pengembangan agribisnis karet yang diajukan oleh Anwar (2006). Ia menyatakan
(32)
4 bahwa produksi karet Indonesia banyak didukung oleh perkebunan rakyat, sehingga karet memiliki arti yang penting sebagai sumber devisa, penyerap tenaga kerja, dan sebagai sumber pendapatan petani. Untuk itu, dalam pengembangan agribisnis karet indonesia, strategi di tingkat off-farm adalah : (a) peningkatan kualitas bahan olah karet rakyat berdasarkan SNI; (b) peningkatan efisiensi pemasaran untuk meningkatkan marjin harga petani; (c) penyediaan kredit untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran bersama; (d) pengembangan infrastruktur; (e) peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir; dan (f) peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan sistem pemasaran.
Tabel 3. Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Tipe dan Grade
Type and Grade 2003
(ton) 2004 (ton) 2005 (ton) 2006 (ton) 2007 (ton)
Latex Concentrate 12.526 11.755 4.014 8.334 7.610
(0,3%) Ribbed smoked
Sheet*) 46.165 145.895 334.125 325.393
275.497 (11,4%)
RSS 1 68.237
RSS 2 551
RSS 3 540
RSS 4 532
RSS 5 114
Others 205.522
Standard Indonesian
Rubber (SIR) 1.589.387 1.684.959 1.674.721 1.952.268
2.121.863 (88,15%)
SIR 3L 8.352
SIR 3 CV 74.451 116.145 64.880 50.726 4.287
SIR 10 59.809 32.248 3.381 - 33.792
SIR 20 1.332.270 1.524.435 1.605.956 1.897.205 2.063.306
Other SIR* 122.857 12.131 504 4.337 12.126
Other types of Natural
Rubber *) 12.842 31.652 10.921 3 1.786
Grand Total 1.660.920 1.874.261 2.023.781 2.285.998 2.406.756
Sumber : Central Bureau of Statistics of Indonesia Compiled by Gapkindo (2008)
Peningkatan kualitas bahan olah karet Indonesia harus dilakukan karena kualitas produksi karet Indonesia masih rendah. Rendahnya kualitas bahan olah karet petani Indonesia terlihat dari besarnya proporsi karet remah (crumb rubber)
(33)
5 berbentuk SIR (Standard Indonesian Rubber) dalam ekspor karet Indonesia pada tahun 2007 yakni sebesar 88,15 persen dari total ekspor karet alam Indonesia (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar bahan olah karet rakyat diolah menjadi karet remah. Bahan baku karet remah biasanya merupakan koagulump lateks yang bermutu rendah (Nazaruddin dan Paimin 1992). Dampak dari pengolahan bahan olah karet bermutu rendah menjadi karet remah adalah biaya pengolahan yang tinggi. Tingginya biaya pengolahan akan berdampak pada rendahnya farmer share yang diterima petani.
Agar peningkatan kualitas karet produksi Indonesia terlihat nyata, peningkatan kualitas karet harus dimulai dari tingkat petani. Hal tersebut dikarenakan 78,9 persen produksi karet nasional dilakukan oleh perkebunan rakyat, dan 84,66 persen lahan karet Indonesia merupakan perkebunan rakyat (Tabel 4). Selain dimulai dari petani, peningkatan kualitas karet harus dirasakan dampaknya oleh petani berupa keuntungan tambahan dengan meningkatnya kualitas bokar yang diproduksinya.
Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Karet Alam Menurut Pengusahaannya Tahun Luas Areal (000 Ha) Produksi (000 ton)
PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah
2000 2.882,8 212,6 277,0 3.372,4 1.125,2 169,9 206,4 1.501,5 2001 2.838,4 221,9 284,5 3.344,8 1.209,3 182,6 215,6 1.607,5 2002 2.825,5 221,2 271,7 3.318,4 1.226,6 186,5 217,2 1.630,3 2003 2.772,5 241,6 276,0 3.290,1 1.396,2 191,7 204,4 1.792,3 2004 2.747,9 239,1 275,2 3.262,2 1.662,0 196,1 207,7 2.065,8 2005 2.767,0 237,6 274,8 3.279,4 1.838,7 209,8 222,4 2.270,9 2006 2.833,0 238,0 275,4 3.346,4 2.082,6 265,8 288,8 2.637,2 2007* 2.899,7 238,2 275,8 3.413,7 2.186,2 277,2 301,3 2.764,7 2008** 3.000,5 239,5 276,8 3.516,8 2.241,8 285,9 311,0 2.838,7 Keterangan:
*) Angka sementara **) Angka Estimasi
(34)
6 Dari uraian diatas, beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Mengapa kualitas karet di tingkat usahatani rendah?
2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi kualitas karet di tingkat usahatani? 3. Upaya apa yang telah dilakukan/diusahakan oleh petani karet untuk
meningkatkan kualitas karet?
4. Apakah peningkatan kualitas menguntungkan bagi petani karet? 1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kualitas karet di tingkat usahatani.
2. Mengidentifikasi upaya-upaya yang telah dilakukan oleh petani dalam rangka meningkatkan kualitas karet alam yang diproduksinya.
3. Menganalisis keuntungan yang diterima oleh petani akibat upaya peningkatan kualitas karet.
1.4. Manfaat
Manfaat yang dimiliki penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai wahana penerapan ilmu yang telah diterima di bangku kuliah.
2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian terkait selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup
Penelitian tentang karet rakyat dapat menjadi sangat luas atau sempit tergantung ruang lingkup penelitiannya. Karena itu, agar penelitian ini tidak keluar dari perumusan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini difokuskan pada petani karet yang menjual hasil produksinya dalam bentuk koagulump (bekuan). Secara wilayah geografis, ruang lingkup penelitian ini mencakup wilayah Kecamatan Tulang Bawang Tengah.
(35)
7 II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penilaian Kualitas Produk
Neilson et al. (2006) mendefinisikan kualitas setelah melakukan penelitian mengenai alasan penurunan harga teh sebagai apapun yang dipersepsikan oleh konsumen. Definisi ini memberikan pengertian bahwa suatu produk dengan kondisi yang sama dapat berubah kualitasnya jika konsumen memersepsikan dengan berbeda. Produsen mungkin mencoba untuk merespon persepsi konsumen ini, sehingga jika produsen sukses dalam menetapkan kualitas berdasarkan karakteristik produk yang penting bagi konsumen, produsen dapat bertahan di pasar. Respon yang diberikan produsen atau pengolah adalah dengan memroduksi produk sesuai dengan keinginan konsumen terutama aspek-aspek penting di dalam produk tersebut. Aspek-aspek penting ini akan menentukan kualitas suatu produk. Aspek-aspek penilaian kualitas dapat berbeda antara satu produk dengan produk lainnya. Neilson et al. (2006) sendiri dalam penelitiannya menilai kondisi teh yang baik adalah teh yang terdiri dua daun dalam satu pucuk teh.
Leonel dan Philippe (2007) telah melakukan penelitian mengenai kualitas kopi dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Dalam penilitian tersebut, kualitas kopi dinilai dengan menggunakan tiga aspek penilaian yaitu karakteristik fisik, komposisi biokimia, dan organolepik. Karakteristik fisik kopi atau kualitas fisik terdiri dari ukuran, persentase kerusakan, dan bobot dari 100 biji kopi. Komposisi biokimia yang diukur adalah kandungan asam chlorogenic, trigoelline, lemak, kafein, dan gula. Sedangkan aspek organoleptik yang inilah adalah aroma, rasa (flavor), keasaman, bentuk, kepahitan, dan peferensi umum. Aspek organoleptik di ukur dengan skala 1 hingga 10, dimana 1= dapat diabaikan atau tidak dapat diterima sedangkan 10 = sangat kuat atau baik sekali (excellent).
Anggur ‘Niagara’ memiliki aspek penilaian kualitas yang berbeda dengan aspek kualitas kopi. Morris (1985) dalam penelitiannya menggunakan aspek persentase padatan terlarut, pH, dan tingkat keasaman untuk menilai kualitas anggur ‘Niagara’. Berbeda lagi dengan penilaian kualitas produk peternakan. Penelitian mengenai susu sapi di China, sebagaimana ditulis oleh Chen (2008) pemasalahan-permasalahan kualitas susu segar sekarang ini meliputi: (1) berbagai tingkat protein variabel terkait dengan pengaruh perbedaan cara pemberian pakan;
(36)
8 (2) tingginya jumlah bakteri; (3) tingginya tingkat zat antibiotik terkait dengan kurangnya pengetahuan peternak. Hal ini memberikan pengertian bahwa aspek penilaian kualitas susu dapat terkait dengan masalah yang ada adalah tingkat protein, jumlah bakteri dan tingkat zat anti biotik di dalam susu.
Khusus untuk komoditas karet, menurut Waluyono (1981) yang diacu dalam Erwan (1994) standardisasi dalam penentuan kualitas bahan olah karet meliputi beberapa spesifikasi antara lain kadar karet kering, kadar kotoran, kadar air, kadar abu, nilai PRI (Plastysity Ratention Index), sifat-sifat fisika lain, berat, tebal, dan ukuran lainnya serta pengemasan. Sawardin et al. (1995) juga telah melakukan penelitian kualitas bahan olah karet khususnya spesifikasi karet remah (SIR). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa parameter terpenting mengenai karakteristik mutunya adalah kadar kotoran, kadar abu, kadar bahan menguap, dan indeks katahanan plastisitas (PRI).
Sedangkan analisis kualitas yang telah dilakukan oleh Haris et al. (1995) dengan menggunakan parameter kadar karet kering, plastisitas awal (P0), indeks katahanan plastisitas (PRI), kadar kotoran, viskositas mooney (VR) memperlihatkan bahwa untuk semua jenis bahan olah karet yang sama (dalam hal ini bekuan atau koagulan) hasil produksi KUD (village cooperatif) memiliki kualitas yang lebih baik dari pedagang dan petani (farmer). Keunggulan kualitas hasil produksi KUD ini meliputi semua parameter penelitian.
Hasil penelitian-penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aspek penilaian kualitas berdasarkan produk yang diuji. Secara umum, aspek penilaian kualitas produk pertanian dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu karakteristik fisik, kimia dan biologi. Khusus untuk karet alam, aspek yang dapat dilihat adalah karakteristik fisik dan kimia. Karakteristik kimia karet hanya dapat diteliti di dalam laboratorium, sehingga untuk tingkat petani karakteristik kualitas yang dipakai hanyalah karakteristik fisik. Karakteristik fisik yang dapat digunakan adalah kadar kotoran, kadar air, dan kekenyalan yang dilihat secara visual saja. 2.2. Manfaat Peningkatan Kualitas
Kualitas sangatlah penting dalam proses produksi termasuk bagi usahatani. Ada beberapa hal yang menjadi alasan pentingnya kualitas bagi suatu proses produksi. Ariani (2002) telah mencatat bahwa Russel (1996) mengidentifikasi
(37)
9 enam peran penting kualitas bagi perusahaan, yaitu: (1) meningkatkan reputasi perusahaan, (2) menurunkan biaya, (3) meningkatkan pangsa pasar, (4) dampak internasional (5) adanya pertanggungjawaban produk, (6) mewujudkan kualitas yang dirasakan penting. Usahatani atau suatu sentra produk agribisnis yang mampu menghasilkan produk yang berkualitas akan mendapatkan predikat sebagai usahatani yang mengutamakan kualitas. Predikat ini akan berpengaruh terhadap reputasi negara tempat produk tersebut dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, jika suatu proses produksi hanya mampu menghasilkan produk dengan kualitas buruk. Selain reputasi yang baik, peningkatan kualitas juga dapat menurunkan biaya. Menurut Ariani (2002) penurunan biaya ini disebabkan perusahaan berorientasi pada customer satisfaction, yaitu dengan mendasarkan jenis, tipe waktu, dan jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Dengan demikian tidak ada pemborosan yang harus dibayar mahal. Peningkatan kualitas juga akan meningkatkan pangsa pasar sebagai dampak dari penurunan biaya. Bahkan, bila mampu menawarkan produk yang yang berkualitas, produk tersebut akan dikenal dan diterima di pasar internasional.
Jika dikaitkan dengan adanya diferensiasi harga, Tomek dan Robinson (1972) menyatakan bahwa banyak produk pertanian tertentu berbeda dalam hal atribut seperti ukuran, warna, tingkat kelembaban, kadar protein, dan proporsi kerusakan atau kotoran, sehingga harga seringkali berbeda tergantung grade, kelas dan varietas. Diferensiasi harga berdasarkan kualitas terkadang dibedakan dengan harga premi (lebih tinggi) atau diskon (lebih rendah). Peningkatan kualitas diharapkan mampu memberikan tambahan pendapatan bagi produsen akibat adanya kenaikan harga. Namun sebaliknya, ketidamampuan mempertahankan, meningkatkan kualitas atau memenuhi persyaratan kualitas perbedaan harga berdasarkan kualitas memberi dampak penurunan pendapatan karena perolehan harga yang lebih rendah, terlebih lagi bagi produk yang diproduksi untuk ekspor.
Neilson et al. (2006) menyatakan bahwa kualitas dan kemampuan memenuhi persyaratan menjadi hambatan untuk mengekspor produk-produk pertanian. Pernyataan ini dibuktikan dengan penelitiannya tentang penurunan harga teh terkait dengan perubahan permintaan global untuk kualitas produksi teh di India Selatan. Hasil penelitiannya juga menunjukkan pemrosesan teh yang tidak
(38)
10 benar yang menyebabkan penurunan kualitas produksi di lapang dapat merusak harga dan kekokohan harga diskon dipasar. Pernyataan Neilson et al. (2006) ini di dukung oleh pernyataan Leonel dan Philippe (2007) mengenai kualitas untuk produk kopi. Ia menyatakan bahwa kualitas kopi merupakan karakteristik yang paling dihargai di dalam perdagangan kopi internasional.
Peningkatan kualitas memerlukan suatu proses yang terus menerus dan menyeluruh baik produk maupun prosesnya. Hal ini berlaku untuk semua produk termasuk bahan olah karet. Karena itu Haris et al. (1995) menyatakan bahwa perbaikan kualitas bahan olah karet seharusnya dimulai dari tingkat paling awal yaitu pada tingkat petani. Perbaikan kualitas baru akan berhasil apabila petani dapat merasakan dampak positif berupa keuntungan tambahan dengan meningkatnya kualitas bahan olah karet. Selain manfaat-manfaat di atas, peningkatan kualitas juga akan meningkatkan dayasaing produk. Suwardin et al.
(1995) mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan dayasaing diperlukan penerapan pengendalian jaminan kualitas terpadu, yaitu suatu sistem dimana kualitas produk dan jasa yang dihasilkan secara ekonomis memenuhi persyaratan pembeli berdasarkan good manufacturing practice. Hal ini berbeda dengan masa lalu dimana peningkatan kualitas produk lebih banyak ditekankan pada produk akhir. Jaminan kualitas harus dilakukan secara penuh dengan cara membentuk keterkaitan antara petani karet dengan pabrik ban, yaitu sejak lateks keluar dari pohon sampai menjadi ban atau from tree to tyre.
Penjelasan di atas memberikan gambaran mengenai manfaat peningkatan kualitas karet bagi petani. Manfaat yang dapat diraih dengan adanya peningkatan kualitas anata lain peningkatan harga jual atau mempertahankan harga produk tetap tinggi sehingga pendapatan petani dapat lebih tinggi, dan mempertahankan dayasaing produk petani sehingga petani dapat berthaan di pasar produk karet. 2.3. Faktor yang Memengaruhi Kualitas Berbagai Macam Produk
Kualitas bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Kualitas merupakan bagian dari semua fungsi usaha yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, pemasaran, keuangan dan lain-lain. Fungsi-fungsi ini diistilahkan sebagai faktor-faktor yang memengaruhi kualitas produk.
(39)
11 Neilson et al. (2006) menyatakan bahwa dalam kebanyakan standar kualitas industri, kualitas di pengaruhi oleh sejumlah variabel termasuk agro ekologi, iklim, susunan gen tanaman (varietas), praktek agronomi (teknik budidaya), dan metrode pemrosesan dalam pabrik. Lebih khusus lagi dalam penelitiannya tentang teh, ia menyebutkan bahwa yang terpenting adalah pemetikan daun teh yang hanya dilakukan dengan tangan. Sedangkan mengenai faktor penyebab buruknya kualitas teh ia menyatakan bahwa akar dari masalah kualitas adalah ketidakmampuan memisahkan teh yangbagus dan yang buruk, dan tidak adanya penghargaan terhadap produsen penghasil teh bermutu bagus.
Untuk komoditas kopi, Leonel dan Philippe (2007) menyatakan bahwa dalam hasil penelitiannya ketinggian lahan memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap ketiga aspek kualitas kopi yaitu karakteristik fisik, komposisi biokimia, dan organolepik. Besarnya naungan berpengruh sigifikan pada aspek karakteristik fisik dan komposisi biokimia dari biji kopi. Besarnya naungan hanya memengaruhi kulitas (organoleptik) pada ketinggian tanah tertentu (950-1255 meter). Pupuk dan banyaknya panen (produktivitas) memengaruhi kualitas secara positif dalam aspek karakteristik fisik dan komposisi biokimia. Aspek organoleptik hanya dipengaruhi oleh pemupukan tetapi tidak pada jumlah panen. Komposisi biokimia menunjukkan hubungan yang kuat dengan karakteristik organoleptik.
Faktor yang memengaruhi kualitas komoditas pertanian lainnya seperti anggur, penelitian yang dilakukan Morris (1985) menunjukkan bahwa pemangkasan tangkai, jumlah tangkai, sistem budidaya, dan penempatan angjang-anjang (penyangga tanaman yang merambat) memengaruhi kualitas anggur. Penilian ini dilakukan dengan menerapkan perlakukan yang berbeda untuk masing-masing faktor.
Neilson et.al (2005) berhasil mengidentifikasi tiga faktor yang dipertimbangkan memiliki kontribusi utama dalam krisis kualitas dalam kakao Sulawesi sekarang ini:
a) kurangnya pengetahuan umum petani mengenai penyelenggaraan usahatani yang baik, termasuk penggunaan pupuk dan pertisida, dan perlakukan yang tidak layak setelah pasca panen.
(40)
12 b) ketidakmampuan petugas yang relevan di Indonesia untuk menjalankan
stardar-standar ekspor yang berarti bahwa kakao bermutu rendah akan masuk ke pasar global danakan memengaruhi reputasi internasional dari kakao Sulawesi.
c) meskipun beroperasi secara relatif efisien, struktur rantai tataniaga sekarang ini tidak memberikan petunjuk harga yang jelas bagi petani untuk meroduksi kakao dengan kualitas yang lebih baik. Tidak ada perbedaan harga yang baik antara kakao berkualitas bagus dan kakao berkualitas buruk yang ada ditingkat petani.
Faktor lembaga informsi juga dapat memengaruhi peningkatan kualitas. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Shigetomi (1995) mengenai penyaluran informasi dalam kaitanya dengan peningkatan kualitas karet di Thailand. Penelitian ini telah memperlihatkan bahwa sebuah sistem untuk menyalurkan informasi mengenai kualitas menyatu dengan lembaga transaksi untuk produk (karet) primer, dan ketika dilakukan penilaian terhadap lembaga transaksi , akurasi penyaluran informasi kualitas juga menjadi ukuran yang penting.
Lebih khusus tentang karet alam, Team Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (1965) menjelaskan bahwa kuantitas dan kualitas produksi serta pendapatan petani karet rakyat dipengaruhi oleh faktor-faktor (1) kultur teknik, (2) pengolahan, (3) sosial ekonomi, dan (4) kebijakan dan campur tangan pemerintah. Faktor kultur teknik meliputi keadaan kebun, dan luas areal. Sedangkan dari hasil penelitian tentang pengolahan, didapatkan bahwa alat-alat yang digunakan petani produsen masih sederhana sekali. Alat-alat itu dibuat dari bahan yang murah dan mudah didapat. Meskipun sulit menghitung pengaruh penggunaan alat-alat ini terhadap kualitas dan kuantitas karet, namun secara kualitatif dapat ditetapkan bahwa ia berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi. Faktor sosial ekonomi yang dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah tenaga kerja, hubungan antarpetani, dan tataniaga karet rakyat.
Berbeda dengan Team Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor , Pusat Penelitian Perkebunan Sungei Putih (1992) melaporkan bahwa kualitas bahan olahan karet sangat berkaitan dengan jenis bahan olah, karena perbedaan
(41)
13 perlakuan yang diberikan. Konsistensi kualitas bahan olah karet (seperti sheet
angin) dipengaruhi oleh cara pengolahannya (kesesuaian terhadap standar) terutama menyangkut bahan penggumpal (koagulan), ketebalan, cara pengeringan dan kadar karet kering.
Sebagian besar penelitian mengenai kualitas karet, terfokus pada aspek teknis dan parameter kualitas. Parameter kualitas yang dipakai hanya dapat diketahui dengan menggunakan teknik yang rumit yang pada umumnya dilakukan di laboratorium. Di tingkat petani, parameter kualitas ini sulit diidentifikasi. Kualitas di tingkat petani diidentifikasi hanya melalui teknik visual yang meliputi warna, bau, dan kotoran yang terdapat di dalam bahan olah karet.
Berbagai macam faktor yang memengaruhi kualitas karet maupun produk lain, dapat dirangkum menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok teknis yang terdiri dari jenis tanaman (varietas atau klon), teknik budidaya, kondisi lingkungan, pemupukan dan metode penanganan pascapanen. Sedangkan kelompk kedua adalah kelompok sosial ekonomi petani yang terdiri dari pengetahuan petani, petugas penyuluhan, struktur tataniaga, tenaga kerja peta ni dan organisasi desa.
(42)
14 III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kualitas Karet alam
Usahatani sekarang ini telah mengalami perkembangan yang cepat. Keberhasilan usahatani tidak hanya diukur dari tingkat produksi per satuan luas lahan atau per satuan faktor produksi lainnya. Usahatani harus lebih memperhatikan kualitas di samping produktivitas. Kualitas telah menjadi bagian dari persaingan komoditi pertanian di pasar domestik maupun di pasar internasional. Karena itu, perhatian terhadap kualitas di tingkat usahatani akan memengaruhi dayasaing komoditi.
Kualitas merupakan suatu istilah yang selalu menjadi perhatian di dalam bisnis termasuk di dalam agribisnis. Dalam sistem agribisnis, kualitas tidak hanya berada di ujung sistem (hilir), namun harus diperhatikan sejak di on farm (tingkat usahatani) bahkan dalam pemilihan dan penggunaan input harus telah memerhatikan kualitas. Ariani (2002) menyatakan bahwa terdapat banyak pengertian mengenai kualitas, pengertian mengenai kualitas menurut beberapa ahli. Ia telah mengutip definisi kualitas menurut beberapa ahli antara lain Juran, Elliot, dan Badan Standardisasi Nasional. Menurut Juran, kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. Menurut Elliot, kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991), kualitas adalah keseluruhan ciri dan karaktiristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Definisi kualitas lebih lengkap dikemukakan oleh Feigenbaum (1996) yang menyatakan bahwa kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
Definisi-definisi tentang kualitas diatas, memberikan pemahaman mengenai kualitas karet alam yaitu keseluruhan ciri dan karakteristik karet alam yang bersesuaian dengan tujuan atau manfaat, kebutuhan, dan harapan pembeli yang bisa jadi berbeda tergantung pada waktu dan tempat. Gambaran mengenai
(43)
15 ciri dan karakteristik karet alam telah diberikan Giroh et al.(2006) dengan menyatakan bahwa kualitas produk-produk berbahan dasar karet alam tergantung pada kemurnian lateks (getah karet) atau koagulump yang diperoleh dari pohon karet. Kehadiran berbagai bentuk benda-benda asing dalam lateks atau koagulump dapat berdampak jelek pada produk akhirnya. Hal ini sangat penting mengingat lateks kebun diperoleh dengan cara penyadapan, pengumpulan, dan koagulasi (pembekuan) yang sebaiknya bahan-bahan yang digunakan untuk kegitan-kegiatan tersebut bersih dari kontaminan dan kotoran.
3.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Rakyat
Pembahasan mengenai kualitas produk pertanian termasuk karet alam, erat kaitannya dengan teknologi yang umumnya dimiliki oleh petani. Peningkatan kualitas karet berarti peningkatan teknologi yang dimiliki oleh petani. Teknologi yang dimiliki dan kemudian ditingkatkan dapat berupa penggunaan bahan dan alat yang sebelumnya tidak digunakan, melakukan suatu teknik atau aktivitas yang sebelumnya tidak dilakukan, maupun menambah pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui. Perubahan teknologi ini biasanya disebut sebagai inovasi. Dengan adanya inovasi dalam pengelolaan perkebunan karet rakyat, diharapkan kualitas karet petani dapat menjadi lebih baik.
Sebelum inovasi merubah kualitas, inovasi tersebut harus diadopsi terlebih dahulu oleh petani. Inovasi yang diterima berarti akan dapat meningkatkan kualitas. Menurut Musyafak dan Ibrahim (2005) proses adopsi dipengaruhi oleh sifat inovasi itu sendiri. Inovasi yang akan lebih cepat diterima merupakan inovasi yang memiliki banyak kesesuaian dengan kondisi biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya yang ada pada petani. Menurutnya inovasi seperti itu merupakan inovasi yang tepat guna. Musyafak dan Ibrahim (2005) juga mengajukan delapan kriteria inovasi tepat guna, yaitu (1) Inovasi harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh petani, (2) memberikan keuntungan secara konkrit bagi petani, (3) memunyai kompatibilitas/keselarasan, (4) dapat mengatasi faktor-faktor pembatas, (5) mendayagunakan sumberdaya yang sudah ada, (6) terjangkau oleh kemampuan finansial petani, (7) sederhana, tidak rumit dan mudah dicoba, dan (8) mudah diamati (terutama efek keberhasilannya).
(44)
16 Terkait dengan kualitas karet alam, inovasi yang tepat guna dalam peningkatan kualitas karet alam tergambar dalam upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas karet alam. Upaya-upaya peningkatan kualitas yang dilakukan petani akan memengaruhi kualitas karet alam yang diproduksinya. Upaya peningkatan kualitas merupakan faktor yang dapat dimasukan kedalam kelompok faktor teknis yang memengaruhi kualitas karet alam. Selain faktor teknis, kualitas karet alam juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi petani karet.
Faktor sosial ekonomi yang diduga memengaruhi kualitas karet alam terdiri dari karakteristik petani dan keluarga, harga output, dan faktor pendukung berupa sumber informasi yang digunakan oleh petani untuk mengetahui hal-hal tentang perkaretan. Sedangkan faktor teknis terdiri dari faktor usahatani termasuk alat dan bahan yang digunakan, dan upaya-upaya atau inovasi yang dilakukan oleh petani untuk meningkatkan kualitas karet alam yang diproduksinya.
3.2.1. Faktor Sosial Ekonomi
3.2.1.1. Karakteristik Petani dan Keluarga
Faktor sosial ekonomi yang pertama adalah karakteristik petani dan keluarganya. Diantara karakteristik petani dan keluarganya yang memengaruhi kualitas karet alam adalah usia, jumlah anggota keluarga, pendidikan, dan pendapatan keluarga.
1) Usia
Penelitian Giroh et al. (2006) menunjukkan bahwa tenaga kerja atau petani perkebunan karet rakyat sebagian besar adalah orang yang telah tua. Jumlah orang tua yang lebih banyak memiliki dampak bahwa adopsi sebuah inovasi mungkin akan sulit dilakukan, sedangkan jika orang yang usianya lebih muda memiliki kemungkin yang lebih besar untuk melakukan adopsi dan penyebaran inovasi baru. Disamping itu, output per tenaga kerja petani yang lebih tua bisa jadi lebih rendah seiring dengan penurunan produktivitasnya. Hal tersebut memberikan pengertian bahwa usia akan berpengaruh terhadap upaya-upaya peningkatan kualitas karet yang pada akhirnya akan memengaruhi kualitas karet. Orang yang usianya lebih tua akan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melakukan upaya peningkatan kualitas daripada petani yang lebih muda. Dan sebaliknya, petani
(1)
130
No RespSkala 1 hingga 10
Kualitas Menjadi
Skala Biner (Tahun) (tahun) (Tahun) TRD
(orang) FI (Rp) FOF (hektar) SA MFI PPL ASK UOC
1 9,5 1 54 16 11 0 6 Rp4.913.300 3 1 1 1 1 0 0
2 7 1 47 5 10 0 6 Rp12.525.000 3 6 1 1 1 0 1
3 9 1 54 9 11 0 4 Rp7.936.600 3 2 1 1 1 1 1
4 7 1 57 12 10 0 5 Rp7.760.000 2 1 1 1 1 0 1
5 8 1 39 12 9 0 4 Rp1.916.600 2 1 1 1 1 0 1
6 5 0 68 3 11 0 4 Rp1.300.000 2 2 1 1 1 0 1
7 8 1 60 6 12 0 2 Rp7.401.000 2 3 1 1 1 1 1
8 7 1 45 9 9 0 4 Rp1.300.000 3 1 1 1 1 1 0
9 9 1 48 2 11 0 4 Rp1.593.000 2 2 1 1 1 0 1
10 5 0 52 2 11 0 3 Rp1.072.000 2 1 1 0 1 0 1
11 7 1 50 5 14 0 3 Rp4.880.000 2 1 1 1 1 0 1
12 9 1 76 3 9 0 5 Rp727.000 3 1 1 1 1 1 1
13 5 0 65 2 14 0 5 Rp900.000 2 1 1 0 1 0 1
14 7 1 38 6 10 0 4 Rp8.566.000 2 2 1 1 1 0 1
15 7 1 49 6 10 0 5 Rp5.231.000 1 2 1 1 1 0 1
16 10 1 60 3 10 0 6 Rp1.211.000 3 0 1 1 1 0 1
17 5 0 33 12 14 0 3 Rp2.098.500 2 1 1 1 1 0 1
(2)
131
Lampiran 2.
Tranformasi Kualitas Menjadi Skala Biner dan Data Faktor-Faktor yang Diduga Memengaruhi Kualitas (lanjutan)
No Resp
Kualitas dengan Skala 1 hingga 10
Transformasi Kualitas Menjadi
Skala Biner
AGE (Tahun)
EDU (tahun)
EXP
(Tahun) TRD FS
(orang) FI (Rp) FOF
RFS
(hektar) SA MFI PPL ASK UOC
19 6,5 0 35 12 8 0 3 Rp3.633.300 0 1 1 1 1 0 1
20 7 1 47 12 10 0 6 Rp4.425.000 2 1 1 1 1 0 0
21 8 1 48 9 15 0 4 Rp2.037.000 2 2 1 0 0 1 0
22 7 1 28 9 19 0 4 Rp2.529.375 1 1 0 0 0 0 1
23 6 0 58 6 10 0 3 Rp1.869.000 1 3 1 0 0 0 0
24 5 0 41 12 10 0 6 Rp3.824.200 1 2 1 0 1 0 0
25 8 1 55 6 36 0 7 Rp1.450.000 0 1 0 0 0 0 0
26 7 1 49 12 39 0 5 Rp1.485.000 0 2 1 0 0 0 0
27 6,5 0 47 12 19 0 4 Rp8.250.000 1 4 1 0 0 1 0
28 5 0 45 12 12 0 7 Rp7.997.850 2 2 1 0 0 0 0
29 7 1 65 6 14 0 8 Rp6.458.000 2 5 1 0 0 0 0
30 8 1 40 12 11 0 4 Rp3.733.300 2 3 1 0 0 0 0
31 7 1 54 4 9 0 7 Rp1.500.000 1 1 1 0 0 0 1
32 6 0 60 9 22 0 5 Rp7.900.000 1 4 1 0 0 0 0
33 7 1 47 4 6 0 2 Rp2.402.000 0 1 1 0 1 0 1
34 8 1 47 6 14 0 7 Rp1.518.000 0 1 1 0 1 0 1
35 5 0 56 6 17 0 5 Rp4.095.000 2 3 1 0 1 0 1
36 5 0 53 6 11 1 4 Rp1.084.300 0 1 1 0 1 0 1
37 6 0 65 6 18 1 4 Rp3.187.500 1 2 1 0 1 0 1
(3)
132
hingga 1040 8 1 35 6 15 0 5 Rp1.250.000 3 1 1 0 1 0 1
41 5 0 41 6 29 1 4 Rp2.461.600 3 1 0 0 1 0 1
42 8 1 60 3 25 1 4 Rp1.000.000 1 1 0 0 1 0 1
43 6 0 40 12 16 0 4 Rp3.441.600 2 2 1 0 1 1 1
44 8 1 67 0 20 1 2 Rp408.000 3 1 1 0 1 0 1
45 5 0 65 6 6 0 2 Rp444.100 1 0 1 0 1 1 1
46 8 1 42 6 7 1 5 Rp2.682.600 1 2 1 0 1 0 1
47 8 1 41 6 28 1 5 Rp3.941.800 2 1 1 0 1 0 1
48 7 1 45 6 23 1 3 Rp540.000 2 0 1 1 1 1 1
49 6 0 36 9 11 0 4 Rp3.472.500 1 2 1 0 1 0 1
50 5 0 58 6 7 0 4 Rp1.500.000 3 1 1 0 1 0 1
51 7 1 45 6 7 0 4 Rp1.338.750 0 1 1 0 1 1 1
52 3 0 62 2 9 1 5 Rp3.663.750 1 1 0 0 1 0 1
53 6 0 56 6 17 0 3 Rp1.365.000 2 1 1 0 1 0 1
54 5 0 67 6 20 0 2 Rp1.583.000 2 3 1 1 1 1 1
55 7 1 37 6 10 0 4 Rp1.989.500 1 2 1 0 1 0 1
56 5 0 63 0 9 0 2 Rp945.000 2 1 1 0 1 0 1
57 7 1 65 0 11 0 5 Rp1.636.000 2 0 1 0 1 0 1
58 6 0 55 6 11 0 8 Rp1.530.000 0 1 1 0 1 0 1
(4)
133
Lampiran 2.
Tranformasi Kualitas Menjadi Skala Biner dan Data Faktor-Faktor yang Diduga Memengaruhi Kualitas (lanjutan)
No Resp
Kualitas dengan Skala 1 hingga 10
Transformasi Kualitas Menjadi
Skala Biner
AGE (Tahun)
EDU (tahun)
EXP
(Tahun) TRD FS
(orang) FI (Rp) FOF
RFS
(hektar) SA MFI PPL ASK UOC
60 6 0 72 2 20 1 4 Rp4.456.500 3 1 1 0 1 0 1
61 5 0 36 6 12 0 4 Rp10.299.900 3 2 1 0 1 1 1
62 4 0 60 6 17 1 4 Rp1.312.500 2 1 1 0 1 0 1
63 7 1 60 5 12 1 3 Rp2.187.500 1 2 1 0 1 1 1
64 5 0 41 9 10 0 5 Rp2.277.600 2 1 1 0 1 0 1
rata-rata 6,563492
Keterangan:
AGE =
age
= Usia petani (tahun)
EDU =
education
= pendidikan formal petani (tahun)
EXP =
experience
= pengalaman bertanam karet (tahun)
TRD =
transmigrant of rubber development
= transmigran pengembangan karet (1 = jika transmigran dan 0 = bukan transmigran
pengembangan karet)
FS
=
family size
= jumlah anggota keluarga (orang)
FI
=
family income
= pendapatan rumah tangga per bulan (rupiah)
FOF =
frequency of fertilization
= frekuensi pemupukan (kali per tahun)
RFS
=
rubber farm size
= luas lahan tanaman karet produksi (hektar)
SA
=
social activity
= partisipasi dalam kegiatan Sosial (1 = jika berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan 0 = jika tidak).
MFI
=
membership of farmer institution
= keanggotan kelompok tani (1 = jika anggota kelompok tani dan 0 = jika tidak).
PPL = keberadaan PPL di Desa (1 = ada PPL yang berdomisili di desa tempat tinggal petani dan 0 = jika tidak ada).
ASK =
ask to
PPL = pernah bertanya PPL (1 = pernah dan 0 = tidak pernah).
UOC =
use of coagulant
= Penggunaan TSP sebagai koagulan (1 = menggunakan TSP dan 0 = jika tidak).
Dalam analisis faktor hanya digunakan 63 responden dari 64 responden karena satu responden (responden nomor 38) memroduksi bahan
olah karet berbentuk lateks. Sedangkan dalam penelitian ini hanya menganalisis bahan olah karet berbentuk koagulump.
(5)
134
Link Function: Logit
Response Information
Variable Value Count
Quality 1 34 (Event) 0 29
Total 63
Logistic Regression Table
Predictor Coef SE Coef Z P Odds
Ratio
Constant 6,32556 3,90741 1,62 0,105
Usia (tahun) -0,105980 0,0443160 -2,39 0,017 0,90
Pendidikan (tahun) -0,427463 0,173444 -2,46 0,014 0,65 Pengalaman (tahun) 0,0262696 0,0573595 0,46 0,647 1,03 Transmigran
pengembangan karet 1,53532 1,02964 1,49 0,136 4,64
Jumlah anggota
keluarga 0,598571 0,274020 2,18 0,029 1,82
Pendapatan rumah
tangga per bulan -0,0000001 0,0000002 -0,56 0,578 1,00 Frekuensi
pemupukan -0,0296448 0,383834 -0,08 0,938 0,97
Luas lahan -0,455514 0,431358 -1,06 0,291 0,63
Partisipasi dalam
keg. Sosial 1,73943 1,16907 1,49 0,137 5,69
Keanggotan
Kelompok Tani 3,91364 1,19047 3,29 0,001 50,08
Keberadaan PPL di
Desa -2,50652 1,54517 -1,62 0,105 0,08
Tanya PPL 1,38891 0,968257 1,43 0,151 4,01
Penggunaan TSP
sebagai koagulan -1,05742 1,52101 -0,70 0,487 0,35
95% CI
Predictor Lower Upper Constant
Usia (Tahun) 0,82 0,98 Pendidikan (tahun) 0,46 0,92 Pengalaman (Tahun) 0,92 1,15 transmigran pengembangan karet 0,62 34,93 Jumlah Anggota Keluarga Saja 1,06 3,11 Pendapatan rumah tangga per bul 1,00 1,00 frekuensi pemupukan 0,46 2,06 luas lahan 0,27 1,48 Keg Sosial 0,58 56,31 Kel. Tani 4,86 516,43 PPL 0,00 1,69 tanya PPL 0,60 26,75 Penggunaan TSP as Coagulant 0,02 6,85
Log-Likelihood = -31,074
(6)
135
Goodness-of-Fit Tests
Method Chi-Square DF P Pearson 58,0100 49 0,177 Deviance 62,1482 49 0,098 Hosmer-Lemeshow 2,2963 8 0,971
Table of Observed and Expected Frequencies:
(See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)
Group
Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total 1
Obs 1 1 2 2 3 3 5 4 6 7 34 Exp 0,5 1,0 1,7 2,7 2,8 3,6 4,9 4,6 5,4 6,8
0
Obs 5 5 4 5 3 3 2 2 0 0 29 Exp 5,5 5,0 4,3 4,3 3,2 2,4 2,1 1,4 0,6 0,2
Total 6 6 6 7 6 6 7 6 6 7 63
Measures of Association:
(Between the Response Variable and Predicted Probabilities)
Pairs Number Percent Summary Measures
Concordant 820 83,2 Somers' D 0,66 Discordant 165 16,7 Goodman-Kruskal Gamma 0,66 Ties 1 0,1 Kendall's Tau-a 0,34 Total 986 100,0