Proses Penanganan Pengaduan Proses Penanganan Pengaduan .1 Penanganan Pengaduan

Universitas Indonesia

2.2.3 Hasil Penanganan Pengaduan

Hasil penanganan pengaduan mengacu pada pembagian Gronroos 1984 mengenai kualitas fungsional dan kualitas teknis dalam Stauss, 2002, p. 176. Hasil penanganan pengaduan dianggap sama dengan kualitas teknis yang mengacu pada hasil dari layanan. Menurut Stauss 2002 hasil penanganan pengaduan meliputi evaluasi apa yang pelapor dapatkan dari perusahaan. Dengan kata lain hasil penanganan pengaduan juga dapat didefinisikan sebagai penyelesaian pengaduan. Rosita dan Astriyani 2012 menekankan adanya jaminan agar laporan-laporan yang telah memenuhi kriteria akan ditindaklanjuti dan diselesaikan secara tuntas. Jaminan ketuntasan laporan merupakan suatu indikator penting dalam penyelesain pengaduan, tanpa ada jaminan ketuntasan suatu pengaduan mungkin tidak akan terselesaikan, yang berarti hasil penanganan pengaduannya tidak ada atau sangat buruk. Selain itu, hal penting lain yang harus menjadi perhatian dalam hasil penanganan pengaduan adalah solusi yang diberikan dapat memastikan masalah yang sama tidak akan terjadi lagi Razali dan Jaafar, 2012. Pengaduan sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya merupakan suatu bentuk ketidakpuasan yang diakibatkan pelayanan tidak sesuai ekspektasi atau standar yang disediakan. Oleh karena itu hasil dari penanganan pengaduan harus dapat mencegah masalah serupa agar tidak terulang. The British and Irish Ombudsman Association 2007 berfokus pada hasil berkualitas Quality Outcomes yang ditandai dengan resolusi hasil pengaduan yang mengarah ke perubahan positif. Selain itu, hasil penanganan pengaduan menjadi dasar untuk pembelajaran dan peningkatan standar pelayanan. Dengan kata lain ada peningkatan pelayanan menjadi lebih baik lagi dari yang sebelumnya. Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil penanganan pengaduan dapat dilihat dari sisi keberadaan jaminan ketuntasan pengaduan yang telah disampaikan, kepastian masalah serupa tidak terulang, membawa perubahan positif baik kepada pelapor dan instansi terlapor, dan ada peningkatan pelayanan setelah pengaduan terselesaikan.

2.2.4 Keterampilan Digital

Konsep keterampilan digital digital skills saat ini dipandang penting ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi TIK yang semakin berkembang pesat. The Universitas Indonesia Economist Intelligence Unit 2013 dalam laporan penelitiannya mengatakan keterampilan seseorang untuk mampu mengakses, beradaptasi, dan menciptakan pengetahuan melalui penggunaan teknologi komunikasi dan informasi sangat penting hari ini dan akan menjadi lebih penting pada tahun-tahun mendatang. Di era perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat, peran akses fisik dalam mendukung seseorang untuk menggunakan TIK sudah tidak menjadi fokus banyak peneliti. Hal ini disebabkan fokus pada akses fisik dipandang terlalu sempit karena ada banyak faktor-faktor lain, salah satunya keterampilan komputer Warschauer, 2011. Servon 2002 mencontohkan kebijakan yang hanya berfokus pada pemberian komputer dan jaringan internet untuk sekolah merupakan kebijakan yang tidak lengkap dan tidak adil, karena guru tidak dilatih dan tidak dapat menggunakan perangkat TIK tersebut. Artinya penting bagi seseorang bukan sekadar memiliki perangkat TIK, namun juga dapat mengoperasikannya sehingga dapat mendapatkan manfaat dari perangkat tersebut. Keterampilan didefinisikan oleh Hargittai 2003 sebagai kemampuan untuk menggunakan teknologi baru dengan efisien dan efektif. Konsep keterampilan digital sendiri berkaitan dengan konsep lainnya seperti literasi digital, hal ini disampaikan oleh Ala-Mutka 2011 bahwa literasi digital adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai kompetensi digital. Senada dengan itu, Bawden 2001 menyampaikan bahwa konsep keterampilan digital dalam arti luas tidak hanya keterampilan teknis pengguna, tetapi juga memahami dan mampu menangani informasi yang berlebihan dalam Matzat dan Sadowski, 2012. Jadi, konsep keterampilan digital merupakan konsep yang luas di mana mencakup bukan sekadar hal teknis, tapi juga kemampuan literasi. Van Dijk 2006 mendefinisikan keterampilan digital digital skills sebagai kumpulan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan komputer dan jaringannya, untuk mencari dan memilih informasi di dalamnya, dan menggunakannya untuk tujuan seseorang tersendiri. Konsep ini kemudian diperjelas oleh Van Dijk 2006 dengan menguraikan ketiga dimensi yang ada di dalamnya, yakni: keterampilan operasional, keterampilan informasi, dan keterampilan strategis. Beberapa tahun kemudian, Van Dijk bersama rekannya Van Deursen mengelaborasi kembali ketiga dimensi tersebut dengan menambahkan satu dimensi. Dimensi itu adalah keterampilan formal Van Deursen dan Van Dijk, 2009. Van Deursen dan Van Dijk 2014 kembali menambahkan dimensi dalam mengukur keterampilan digital, yakni keterampilan Universitas Indonesia komunikasi dan keterampilan membuat content Van Deursen, Helsper, dan Eynon 2014. Selain itu Van Deursen dan Van Dijk 2009, 2010 juga membagi keempat dimensi tersebut menjadi dua kategori, yakni terkait dengan medium media dan konten internet dalam Van Deursen, Van Dijk, dan Peters, 2012. Berikut ini penjelasan dari setiap dimensi tersebut: 1. Keterampilan Operasional: Keterampilan yang digunakan untuk mengoperasikan perangkat keras hardware komputer dan jaringan, serta perangkat lunak software. Dengan kata lain merupakan keterampilan dasar untuk mengoperasikan media digital; 2. Keterampilan Formal: Kemampuan untuk memahami dan menangani struktur khusus media digital seperti file, struktur menu dan hyperlink. Setiap media memiliki karakteristik berbeda yang harus diketahui dan dikuasai, seperti misalnya internet membutuhkan keterampilan browsing dan navigasi; 3. Keterampilan Informasi: Keterampilan yang diperlukan untuk mencari, memilih, dan memproses, dan mengevaluasi informasi dalam media digital. Oleh karena itu keterampilan informasi berhubungan dengan materi yang disediakan media. Sebelumnya penting bagi seseorang untuk mengidentifikasi informasi yang ingin dicari, lalu mencarinya di sumber-sumber informasi dengan kata kunci yang tepat, kemudian memilih informasi yang dianggap paling relevan, dan terakhir mampu menilai atau mengevaluasi informasi yang didapat; 4. Keterampilan Strategis: Kemampuan untuk menggunakan informasi dalam media digital sebagai sarana untuk tujuan tertentu dan tujuan umum untuk meningkatkan posisi seseorang dalam masyarakat seperti misalnya dalam tenaga kerja, pasar, pendidikan, rumah tangga, dan dalam hubungan sosial; 5. Keterampilan Komunikasi: Kemampuan untuk encode and decode pesan untuk menciptakan, memahami, dan tuker menukar makna dengan orang lain menggunakan sistem pesan seperti e-mail, kotak chatting, atau pesan instan. Untuk itu memerlukan kemampuan berinteraksi yang cukup; 6. Keterampilan Membuat Content: Kemampuan untuk menciptakan content yang kualitasnya layak untuk dipublikasikan di internet. Seperti teks, musik, video, foto atau gambar, dan format multimedia lainnya Van Deursen dan Van Dijk, 2009; Van Deursen dan Van Dijk, 2010; Van Deursen, Van Dijk, dan Peters, 2012; Van Deursen, Helsper, dan Eynon,2014. Universitas Indonesia Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan dimensi-dimensi tersebut kecuali dimensi keterampilan strategis dan keterampilan membuat content untuk mengetahui tinggi atau rendahnya keterampilan digital pengguna sistem penanganan pengaduan masyarakat LAPOR. Dimensi keterampilan strategis tidak digunakan karena tidak semua pengguna perangkat digital mempunyai tujuan yang sama. Sama halnya dengan keterampilan membuat content, tidak semua pengguna perangkat digital dapat memproduksi berbagai macam content seperti musik, video, foto, dan lainnya. Sedangkan dimensi-dimensi lainnya merupakan hal yang umum dan memang keterampilan dasar ketika menggunakan media digital. Selain itu, dimensi keterampilan operasional, formal, dan informasi terbukti mempunyai korelasi yang tinggi dengan kinerja aktual Van Deursen, Van Dijk, dan Peters, 2012. Universitas Indonesia Tabel 2.2 Operasionalisasi Konsep No. Konsep Variabel Dimensi Indikator Kategori Skala 1 Proses Penanganan Pengaduan Masyarakat Tingkat Proses Penanganan Pengaduan Masyarakat Visibilitas Visibility Informasi mengenai petunjuk untuk membuat pengaduan mudah dilihat dan didapatkan  Sangat Tidak Setuju  Tidak Setuju  Setuju  Sangat Setuju Ordinal Informasi mengenai petunjuk untuk membuat pengaduan mudah dimengerti  Sangat Tidak Setuju  Tidak Setuju  Setuju  Sangat Setuju Informasi mengenai syarat dan ketentuan untuk membuat pengaduan mudah dilihat dan didapatkan  Sangat Tidak Setuju  Tidak Setuju  Setuju  Sangat Setuju Informasi mengenai syarat dan ketentuan untuk membuat pengaduan mudah dimengerti  Sangat Tidak Setuju  Tidak Setuju  Setuju  Sangat Setuju Informasi mengenai alur kerja dan fitur LAPOR mudah dilihat dan didapatkan  Sangat Tidak Setuju  Tidak Setuju  Setuju  Sangat Setuju Informasi mengenai alur kerja dan fitur LAPOR mudah dimengerti  Sangat Tidak Setuju  Tidak Setuju