dan dukungan emosional dari figur attachment. Selanjutnya internal working model dari diri dan figur attachment ini akan saling mengisi. Misalnya jika figur
attachment menerima anak sebagaimana adanya, peka dan memperhatikan kebutuhannya, maka anak akan membangun internal working model mengenai
orang tua sebagi figur yang menerimanya dan memberikan kasih sayang dan internal working model mengenai diri sebagai orang yang berharga dan dicintai.
Sekali dikembangkan, model orang tua dan self ini cenderung menetap dan berfungsi di luar kesadaran. Satu alasan mengapa pola yang dikembangkan
cenderung menetap dikarenakan cara orang tua memperlakukan anak cenderung tidak berubah Bowlby dalam Obegi Berant, 2009.
2.4.4. Pengukuran kualitas attachment
Pengukuran kualitas attachment pada bayi dan anak-anak kecil dapat dilakukan melalui observasi. Seperti yang dilakukan oleh Ainsworth dan kawan-
kawan dalam penelitian-penelitiannya. Namun hal ini sulit dilakukan setelah masa kanak-kanak, karena kehadiran aktual dari pengasuh, dalam hal ini ibu menjadi
kurang penting karena anak telah memiliki prediksi tentang kehadiran atau keberadaan figur attachmentnya. Selain itu pada masa anak akhir dan remaja awal,
anak sudah lebih banyak berinteraksi dengan teman sebayanya. Sehingga pengukuran pola attachment apa anak akhir dan remaja awal dititik beratkan pada
perkembangan internal working modelnya Rholes Simpson, 2004. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa ibu berkomunikasi dan
berperilaku terhadap anak, menjadi dasar bagi anak dalam membangun internal
working model mengenai diri sendiri dan ibu sebagai pengasuhnya. Hal ini mengarahkan berkembangnya pola-pola attachment yang dikembangkan oleh
anak. Berdasarkan penelitian Ainsworth, Bell, dan Staylon Maccoby dalam Ervika, 2005 terdapat empat dimensi perlakuan ibu terhadap anaknya yang
berperan dalam mempengaruhi terbentuknya pola attachment yang dikembangkan oleh anak. Empat dimensi tersebut adalah :
1. Sensitivity – Insentivity
Skala ini berkaitan dengan respon terhadap isyarat dan komunikasi anak. Ibu yang sensitive mampu untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
anak dan mampu menginterpretasikan isyarat anak dengan benar. Sebaliknya ibu yang insensitive mengintervensi dan mengawali interaksi
hanya berdasarkan harapan, suasana hati dan aktivitasnya sendiri. Ibu ini dapat mendistorsi komunikasi dari anaknya, bahkan sering tidak
meresponnya.
2. Acceptance – Rejection
Ibu yang accepting sewaktu-waktu dapat merasa terganggu oleh bayinya, tetapi secara umum dia menerima anaknya dengan senang hati
terikat dengan anak melalui aktivitas perawatan terhadap anak. Ibu yang accepting menikmati aktivitas yang dilakukan bersama anak pada
saat anak dalam keadaan suasana hati yang baik dan suasana hati yang jelek.
Ibu yang rejecting secara konsisten menolak anaknya, mempunyai perasaan marah yang melebihi rasa kasih sayangnya terhadap anak, serta
mudah menyatakan secara terbuka pada anak bahwa dirinya menjengkelkan atau mengganggunya, menciptakan suasana yang tidak
enak terhadap anak, sering menolak keinginan atau harapan anak, dan sering memarahi atau mengomeli anak.
3. Cooperation – Interference
Ibu yang kooperatif menaruh minat tehadap minat dan otonomi anak dan mencoba untuk menghindari situasi yang dapat menghentikan aktifitas
anak atau menggunakan kontrol secara langsung. Jika harus mengontrol secara langsung, ibu menunggu saat suasana hati anak baik sehingga
perintahnya akan tampak menyenangkan. Ibu yang interfering, memaksakan keinginan pada anak dengan sedikit
memperhatikan suasana hati dan aktifitas tertentu anak. Selain itu ibu berusaha untuk membentuk anak berdasarkan standar dirinya.
4. Accessibility – Ignoring
Ibu yang accessible mudah didekati anak dan peduli dengan anak akan mampu menangkap isyarat kebutuhan anak walaupun sedang sibuk,
mampu menangkap isyarat komunikasi anak walau sedang sibuk, memperhatikan kebutuhan anak walaupun jauh dari anak.
Sedangkan ibu yang ignoring tidak peduli pada anak sering tidak mengenali atau mempedulikan isyarat kebutuhan anak dan komunikasi
anak, kurang memperhatikan aktivitas anak, cenderung melupakan anak serta hanya memperhatikan anak pada saat saat tertentu.
Dalam hubungannya dengan pola attachment anak, berdasarkan penelitian tersebut, anak yang tergolong pola secure attachment mempunyai ibu yang
sensitive, accepting, kooperatif dan accessible. Sedangkan anak yang tergolong pola anxious avoidant attachment mempunyai ibu yang rejecting
dan insensitive, sedangkan anak yang tergolong pola anxious resistant attachment mempunyai ibu yang interfering dan ignoring.
Dalam menginterpretasikan penemuan tersebut, Ainsworth, Bell Staylon berpendapat bahwa gaya ibu yang berbeda mempunyai konsekuensi
bagi perkembangan anaknya. Dari penelitian tersebut pola-pola yang menunjukkan ibu yang baik yaitu ibu yang memungkinkan anak untuk
mengembangkan pola secure attachment dan berkembang berdasarkan tahap- tahap perkembangannya.
2.4.5. Figur attachment