Attachment pada remaja Attachment style

Ainsworth Bowlby, 1988, menjelaskan bahwa semakin anak merasa tidak aman insecure pada figur utamanya, semakin terhambat kecenderungannya dalam mengembangkan attachment pada figur yang lain. Lebih jauh, semakin anak merasa tidak aman insecure, semakin terhambat kemampuannya dalam mengembangkan relasi dengan orang lain.

2.4.6. Attachment pada remaja

Pada saat anak menjadi remaja, hubungan mereka dengan orang tuanya mengalami perubahan. Pada satu pihak, pada umumnya mereka masih menginginkan agar orang tua tetap berada di dekat mereka. Tetapi di pihak lain mereka juga menginginkan lebih banyak kesempatan dan kebebasan untuk lepas dari orang tua. Proses perkembangan yang dialami remaja menyebabkan mereka mulai melepaskan orang tua sebagi figur attachment. Weiss Kuera, 2004 mengatakan bahwa pada masa ini, remaja mengalami penyelaan interuption terhadap attachment kepada orang tua yang telah berlangsung sejak masih bayi. Pada awalnya terjadi jarak yang semakin jauh. Lama kelamaan durasinya menjadi semakin panjang dan semakin lama sampai suatu saat interupsi ini menetap. Attachment tidak menghilang fade secara berangsur-angsur, tetapi lebih kepada tidak munculnya attachment itu dalam jangka waktu yang lama. Attachment does not fade in the sense of becoming progressively weaker, but rather is entirely absent for longer intervals Weiss dalam Kuera, 2004. Keterikatan tidak lunturmemudar dalam arti tidak menjadi semakin lemah, melainkan hadir dalam interval waktu yang lebih panjang. Sesuai dengan perkembangan yang dialaminya, hubungan attachment seorang remaja kemudian berkembang ke ruang lingkup yang lebih luas, yaitu ke teman-teman atau sahabatnya, pacarnya, guru-gurunya, dan sebagainya. Attachment pada masa remaja mulai diarahkan pada sosok di luar orang tua Weiss dalam Kuera, 2004. Setelah anak tumbuh menjadi remaja, orang tua dan keluarga bukanlah satu- satunya figur attachment yang dimilikinya. Mereka mulai menjalin hubungan dengan figur-figur lain. Dalam hubungan atau attachment dengan figur baru tersebut, dapat juga dilihat bahwa remaja ini memiliki keinginan atau hasrat untuk didampingi. Dia akan merasa nyaman dan tenang karena kehadiran figur tersebut dan akan merasa tertekan jika terpisah dari figur itu Kuera, 2004.

2.4.7. Stabilitas attachment style

Dokumen yang terkait

Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada Materi Segitiga (Penelitian pada SMP Kharisma Bangsa)

1 9 104

Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Pbm) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Di Smk Dharma Karya Jakarta

1 16 221

Pengaruh pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berfikir kritis siswa dalam belajar Matematika (studi eksperimen SMP Al-Hasra Depok)

1 6 140

Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation siswa kelas IV SD Negeri Sukamaju 3 Depok

0 6 189

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

Pengaruh metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa

2 17 0

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS HAKIKAT SAINS TERHADAP PERSEPSI SISWA TENTANG HAKIKAT SAINS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA.

0 1 35

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEEP DIALOG CRITICAL THINKING DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI PADA SISWA SMK N 1 YOGYAKARTA.

1 8 172

instruction, critical thinking skills Abstract - PENGARUH MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 7

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS (CRITICAL THINKING) SISWA SMP - Raden Intan Repository

0 0 162