Latar Belakang Masalah Pengaruh persepsi tentang pola asuh dan attachment style terhadap kemampuan berpikir kritis (critical thinking) siswa SMK karya putra bangsa Depok

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Informasi biasanya digunakan untuk membuat kesimpulan. Setiap orang bisa salah dalam mengambil kesimpulan, karena menerima dan menggunakan informasi dari satu perspektif tertentu saja tanpa membandingkannya dengan infomasi yang lain. Para ilmuwan, psikolog dan dokter bisa memberi saran yang salah karena tidak cermat menimbang informasi. Akibatnya, para pengguna jasa mereka sering dirugikan karena terlalu cepat percaya pada informasi dari satu perspektif tertentu saja. Manusia memerlukan informasi dalam kehidupannya untuk membantu menjalani kehidupan, terutama untuk mengenali mengetahui masalah-masalah sehari-hari. Kemudian manusia berusaha memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahannya melalui usaha kreatif dan kemampuannya memecahkan masalah problem solving. Usaha manusia untuk bertahan hidup berkaitan langsung dengan aspek kognitif manusia yaitu kemampuan berpikir. Berpikir merupakan proses internal yang di dalamnya terjadi pengubahan informasi sehingga memungkinkan untuk diarahkan menuju pemecahan masalah yang menghasilkan gambaran mental baru. Permasalahan yang kompleks dan tingginya tuntutan kehidupan yang dihadapi manusia seiring perkembangan zaman tidak mungkin teratasi hanya dengan mengandalkan proses berpikir yang „biasa‟ saja, yaitu suatu proses berpikir yang kurang sistematis ataupun analitis. Proses berpikir semacam ini sulit menghasilkan kesimpulan atau solusi yang mengena bagi pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan. Manusia membutuhkan suatu usaha yang lebih aktif lagi dalam menerima dan mengolah informasi baru yang masuk dalam memorinya Prabandari, 2004. Moore dan Parker 2007 mengemukakan satu cara untuk menghindari kerugian atau kecelakaan yang disebabkan kesalahan penggunaan informasi yaitu dengan berpikir kritis. Menurut mereka, berpikir kritis memperbesar kemungkinan manusia memperoleh informasi yang benar. Informasi yang benar sangat membantu manusia mengambil tindakan yang tepat. Inti dari berpikir kritis adalah tidak begitu saja menerima atau menolak informasi yang dihadapi. Dengan kata lain tidak begitu saja membuat keputusan tentang sesuatu. Berpikir kritis merupakan suatu perilaku yang bisa dipelajari. Dengan melatih berpikir kritis, seseorang dapat melakukan pertimbangan yang hati-hati dan cermat sebelum memberi penilaian atau judgment, seseorang bisa terhindar dari penggunaan infomasi yang menyesatkan Moore Parker, 2007. Dalam perkembangan berpikir kritis, sebuah periode transisi yang penting terjadi pada masa remaja Keating dalam Santrock, 2007. Hal itu karena pada periode ini terjadi perubahan-perubahan kognitif yang memungkinkan peningkatan berpikir kritis. Peningkatan tersebut antara lain: pertama, meningkatnya kecepatan, otomotisasi, dan kapasitas pemrosesan informasi, yang memungkinkan mereka lebih dapat menggunakan sumber daya kognitifnya untuk mencapai berbagai tujuan lain; kedua, meningkatnya cakupan isi pengetahuan di berbagai bidang; ketiga, meningkatnya kemampuan untuk menyusun kombinasi- kombinasi baru dari pengetahuan; lalu keempat, meningkatnya rentang dan spontanitas dalam menggunakan strategi-strategi dan prosedur-prosedur yang diperlukan untuk memperoleh dan menerapkan pengetahuan, seperti merencanakan, mempertimbangkan berbagai alternatif, dan melakukan monitor kognitif Santrock, 2007. Meskipun masa remaja merupakan suatu periode penting dalam perkembangan berpikir kritis, pada kenyataannya banyak fakta yang menunjukkan kurangnya kemampuan berpikir kritis pada remaja. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus, salah satu di antaranya, pada masa ujian nasional, banyak siswa yang melakukan kecurangan dengan mencari „bocoran‟ soal bahkan menjualnya kepada siswa yang lain. Apabila ia mempunyai sikap kritis, ia tidak akan melakukan hal tersebut. Karena salah satu karakteristik pemikir kritis adalah mempunyai kejujuran intelektual Bassham, 2005. Peneliti mendapati kasus tersebut dari siaran banyak televisi swasta mulai dari tahun 2005, sampai tahun ini pun peneliti masih mendengar kasus tersebut masih terjadi. Lalu kurangnya kemampuan berpikir kritis ditunjukkan dengan banyaknya remaja yang terjerumus dengan kasus narkoba, walaupun pengaruh kawan sebaya sangat mempengaruhi masalah remaja ini, tetapi apabila ia mempunyai kemampuan untuk menentukan mana yang baik dan yang salah dengan berpikir kritis, semua masalah tersebut dapat dihindari Santrock, 2007. Banyak hal yang mempengaruhi rendahnya budaya kritis pada masyarakat terutama remaja . Menurut Nugroho 1994 kualitas interaksi antara “neorological system ” dan lingkungan pendidikan dan budaya dimana individu berada, berpengaruh terhadap perkembangan berpikir kritis seseorang. “Neorological system ” yang dimaksud adalah funsi otak brain function. Menurut Clark Nugroho, 1994, otak manusia berisi lebih dari 100-200 trilyun sel otak. Setiap neural sel siap untuk dikembangkan untuk mengaktualisasikan potensi manusia pada tingkat yang lebih tinggi. Setiap neuron sel siap untuk memproses beberapa trilyun informasi yang diterima. Cara untuk mengaktualisasikan potensi tersebut juga bergantung pada keadaan emosi dan motivasi individu untuk mengaktifkan potensi tersebut. Salah satunya adalah memproses informasi yang masuk ke dalam otak dengan berpikir. Potensi-potensi tersebut juga tidak akan berkembang tanpa bantuan lingkungan baik lingkungan pendidikan dan budaya di mana individu tersebut tinggal Nugroho, 1994. Penelitian yang dilakukan oleh Chandra dalam Prabandari, 2004 menemukan bahwa budaya Indonesia juga dapat menghambat kemampuan berpikir kritis, karena adanya keharusan untuk mengikuti budaya. Jika seseorang tidak mengikuti budayanya maka ia akan menerima sanksi yang berupa pengucilan dari masyarakat. Penelitian ini dilakukan di tiga suku bangsa Batak Toba, Jawa dan Minangkabau menggunakan pemuka adat dan pendidik sebagai narasumbernya. Pendidik di Indonesia juga lebih aktif sementara peserta didik hanya pasif dan membeo saja, akibatnya peserta didik tidak dapat mengaktualisasikan potensi dan bakatnya sehingga tidak memiliki kepercayaan diri dan tidak mampu untuk mengekspresikan diri. Padahal menurut Vygotsky, seorang anak akan mencapai perkembangan kognitif yang maksimal jika ia mendapatkan bimbingan yang tepat, dalam hal ini interaksi dengan guru, yang dalam pendidikan dapat mempengaruhi kreativitas, kecerdasan, mutu dan kualitas yang dihasilkan. Hal ini juga ditekankan oleh Yumarma dalam Prabandari, 2004 bahwa “70 keberhasilan pendidikan lebih ditentukan oleh atmosfer pendidikan daripada isi yang diajarkan “. Peserta didik mungkin tidak mampu untuk mengingat seluruh materi yang diajarkan tetapi pola pikir, metode, pola afeksi, rasa merasa dan kreativitas yang tumbuh selama masa bimbingan akan selalu melekat dalam diri anak dan lama kelamaan menyatu dengan kehidupan anak Prabandari, 2004. Selain itu, kurangnya usaha pembentukan dan penanaman kebiasaan bersikap dan berpikir kritis sejak dini ikut mempengaruhi kemampuan berpikir kritis remaja. Keluarga dan sekolah sebagai institusi pendidikan utama dan mendasar bagi perkembangan individu kurang mengkondisikan sikap dan pemikiran kritis secara optimal sehingga lahirlah individu-individu yang pasif, tidak cepat tanggap dan tidak mampu menyelesaikan persoalan atau menyikapi kondisi aktual masyarakat secara kritis Rini, 2008. Kemampuan berpikir kritis, mulai tumbuh sejak kecil. Anak pada dasarnya memiliki kebutuhan untuk menemukan atau membuat sebuah runtutan pengertian berdasar pengalaman hidup. Mereka ingin dapat bernalar secara baik atau paling tidak ia bisa teliti tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting, tentang apa yang benar dan apa yang salah, mana yang menenuhi syarat dan mana yang tidak. Mereka ingin berpikir dengan benar dan untuk kebenaran ini mereka mengkonfirmasikan dengan pengalaman. Namun, anak adalah individu yang egosentris yang pertumbuhan pengertiannya tergantung padanya, meningkat secara perlahan dan tersembunyi sangat dalam tak terlihat. “Apakah saya berpikir harus bena r...”, jika belum maka orang tua yang membimbingnya untuk membenarkan arah berpikir anak itu dan ini adalah implementasi bahwa anak itu bergantung pada orang lain dalam menumbuhkan segala aspek pada diri anak itu. Mendorong anak untuk membuat dan berusaha dalam menalar, dan kita perlu mendemonstrasikan penalaran yang benar dan penalaran yang salah, tentu dalam kealamiahan. Menurut Vygotsky, dalam konsep ZPD Zone of Proximal Development yang ia kemukakan, ada batas kemampuan yang tidak dapat dicapai anak tanpa bantuan orang lain yang lebih terampil Santrock, 2003. Karena orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anak, maka pendidikan orang tua pun ikut mempengaruhi kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya dalam berpikir kritis. Dengan alasan tersebut, dapat dikatakan pola asuh orang tua ikut mempengaruhi kemampuan berpikir kritis anak dan remaja. Pola asuh orangtua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik makan, minum, pakaian, dan lain sebagainya dan kebutuhan psikologis afeksi atau perasaan tetapi juga norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan Gunarsa dalam Pratiwi, 2007. Terdapat 3 jenis pengasuhan, yaitu authoritarian otoriter, authoritative, dan permisif Baumrind dalam Santrock, 2003. Baru-baru ini para ahli perkembangan berpendapat bahwa pengasuhan bersifat permisif terdiri dari dua macam yaitu permisif memanjakan dan permisif tidak peduli Santrock, 2003. Sejak dilahirkan, anak sudah mulai menjalani proses berpikirnya, stimulasi-stimulasi yang diberikan seperti warna dan suara untuk merangsang respons juga salah satu upaya melatih kemampuan berpikirnya. Untuk membentuk anak mampu berpikir kritis diperlukan suasana dialogis dalam keluarga, dengan mengungkapkan pertanyaan, isi hati dan pendapat anak kepada orang tua. Pemilihan jenis mainan juga bisa berpengaruh kepada proses berpikir anak, kemampuan berpikir kritis anak tidak akan terlalu berkembang bila hanya diberikan mainan instan seperti play station. Anak sebaiknya sering diberikan permainan seperti lego atau puzzle yang merangsangnya untuk berpikir dan bekerja. Situasi dialogis keluarga dan orang tua yang selektif memilih mainan anak seperti ini, hanya dimungkinkan terjadi pada pola asuh orang tua tipe autoritatif, dimana orang tua memberikan aturan yang jelas tetapi juga memberikan perhatian dan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan kehendak mereka Vidiyanto, 2010. Alpay dkk dalam penelitiannya terhadap 1.026 remaja Turki usia 12-22 tahun dengan menggunakan metode Watson Glaser Scale of Critical Thinking Appraisal WGSCTA mengatakan bahwa sikap orang tua yang otoriter terutama ibu berpengaruh negatif terhadap kemampuan berpikir kritis anak remajanya, sedangkan perilaku ibu yang lebih toleran, empati dan lebih kooperatif memberikan kontribusi positif untuk kemampuan berpikir anak remajanya Alpay Ozkan, 2005. Keterampilan dasar seperti keterampilan membaca dan matematika bila dikembangkan sepanjang masa kanak-kanak dengan bantuan dan partisipasi orang tua, maka pada tahap perkembangan selanjutnya remaja potensi pemikiran kritisnya akan mengalami pematangan Santrock, 2003. Pola asuh yang baik dapat menghasilkan hubungan timbal balik yang baik antara orang tua dan anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh yang tepat dapat menumbuhkan ikatan emosional atau kelekatan yang secure Rini, 2008. Ikatan ini disebut attachment. Lebih lengkapnya attachment adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus, dalam hal ini biasanya hubungan ditujukan pada ibu atau pengasuhnya. Hubungan yang dibina bersifat timbal balik, bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman walaupun figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak Bowlby dalam Harre Roger, 1996. Faktor kualitas dari pengasuhan meliputi kepekaan orang tua untuk merespon secara konsisten, tepat dan penuh dengan kehangatan, berkaitan dengan terbentuknya secure attachment yang termasuk salah satu attachment style. Secure attachment juga dihasilkan dari pengasuh yang membangun komunikasi penuh kenyamanan, menggunakan cara yang fleksibel yaitu dengan adanya sikap penerimaan dalam membantu mengatasi pemasalahan anak. Sedangkan insecure attachment terbentuk dari interaksi pengasuh yang ditunjukkan dengan sedikitnya kontak fisik, mengatasi permasalahan anak dengan buruk dan kaku, menunjukkan kemarahan dan benci, serta penolakan Berk dalam Mamay, 2006. Adanya hubungan yang positif antara kemampuan berpikir kritis anak dengan attachment juga dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prabandari 2004. Prabandari memaparkan lebih jelas gambaran kualitas attachment yang secure secara khusus mempengaruhi proses belajar keterampilan berpikir kritis pada anak, dan kemampuan berpikir kritis anak secara umum. Banyak jurnal yang membahas tentang attachment dan manfaatnya dalam kemampuan sosial anak tetapi tidak banyak jurnal yang membahas attachment dengan kemampuan kognitif anak. Padahal jika anak memiliki kualitas attachment yang secure dengan ibu, maka anak mampu untuk mencari jalan atau strategi-strategi untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari Meins dalam Prabandari, 2004. Hal ini mungkin tidak banyak disadari oleh para ibu, sehingga ketika mereka berinteraksi dengan anak, ibu cenderung memanjakan sehingga seakan- akan „lupa‟ untuk mendidik anak, meskipun ibu menyadari bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Atau terkadang seorang ibu yang bekerja, karena terlalu sibuk, ibu menitipkan anaknya pada seorang pengasuh atau pembantu rumah tangga, sehingga pendidikan yang diberikan oleh seorang pengasuh atau pembantu rumah tangga bisa jadi tidak sama dengan pendidikan yang diberikan oleh ibu kandung, dalam hal ini bisa keluarga atau orang lain. Sementara pendidikan di sekolah, masyarakat dan pemerintah merupakan pelengkap bagi pendidikan di rumah, sehingga ketika seorang ibu melakukan interaksi, ibu tidak hanya sekedar berinteraksi saja, seperti bermain, mencium pipi dan lain sebagainya, tetapi ibu juga dapat mengarahkan anak menjadi seorang pemikir yang kritis Prabandari, 2004. Pengalaman penulis sebagai pengajar di salah satu sekolah dasar swasta, banyak melihat anak yang terkesan „cerewet‟, karena bertanya tentang segala sesuatu yang „aneh‟ di mata mereka, dan sesuatu yang mereka tidak mengerti, penulis menganggap bahwa sikap anak-anak yang seperti itu menandakan bahwa anak-anak tersebut punya rasa ingin tahu yang besar, dan ketika mereka berani bertanya tentang hal-hal yang mereka ingin ketahui kepada guru mereka, atau mereka berusaha mencari tahu dengan membaca buku, maka mereka mendapatkan sebuah „ilmu‟ yang mungkin saja tidak mereka dapatkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Dengan rasa ingin tahu, anak-anak tersebut sedang mengasah kemampuan berpikir kritis mereka, karena menurut asumsi peneliti, kemampuan berpikir kritis pada anak terlihat ketika mereka mau berusaha untuk mencari tahu kejelasan clarity tentang pengetahuan yang mereka dapat dalam proses pembelajaran, tidak hanya dari guru mereka, tetapi juga dari beberapa sumber yang lain, contohnya orang tua dan buku-buku perpustakaan. Tidak semua anak terlihat „cerewet‟ atau penuh rasa ingin tahu, ada juga anak yang terlihat „cuek‟ dan tidak peduli ketika ada pelajaran yang mereka tidak pahami, penulis melihat perbedaan tersebut terjadi antara anak yang ibunya selalu bertanya tentang keadaan anaknya di sekolah atau bertanya tentang tugas sekolah serta selalu menemani ketika mengerjakan pekerjaan rumah, dengan anak yang ibunya tidak pernah berkomunikasi dengan guru di kelas dan tidak pernah menemani atau mengontrol pekerjaan rumah anaknya. Variasi „kemampuan berpikir kritis ‟ juga terlihat antara anak yang ibunya selalu mengantar dan menjemputnya di sekolah tidak bekerja dengan anak yang diantar dan jemput oleh pembantu rumah tangga karena ibunya bekerja. Penulis lantas bertanya, mengapa perbedaan ibu yang responsif dengan yang tidak, dibarengi dengan perbedaan kemampuan anak yang kritis dengan yang tidak? Apakah faktor kedekatan ibu dengan anak ikut mempengaruhi hal tersebut? atau seperti apakah pola asuh orang tua yang anaknya mampu bersikap kritis di kelas tersebut? Apakah pola asuh ikut mempengaruhi variasi yang ada? peneliti sangat tertarik meneliti semua itu. Tetapi peneliti lebih tertarik meneliti bila anak-anak yang mempunyai sikap kritis itu sudah beranjak dewasa. Selain itu, berpikir kritis remaja lebih mudah untuk di teliti, karena masa remaja ada pada tahap operasional formal, di mana pada tahap ini individu mampu untuk menganalisis masalah. Penulis juga belum menemukan penelitian yang mengaitkan antara kemampuan berpikir kritis remaja di tingkat SMAsederajat dengan pola asuh orang tua dan attachment style. Berangkat dari hal-hal tersebut di atas, penulis memfokuskan kepada kemampuan berpikir kritis remaja tingkat SMAsederajat dan ingin meneliti apakah ada pengaruh persepsi anak tentang pola asuh orang tua dan attachment style terhadap kemampuan berpikir kritis critical thinking?

1.2. Pembatasan dan Perumusan masalah

Dokumen yang terkait

Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada Materi Segitiga (Penelitian pada SMP Kharisma Bangsa)

1 9 104

Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Pbm) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Di Smk Dharma Karya Jakarta

1 16 221

Pengaruh pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berfikir kritis siswa dalam belajar Matematika (studi eksperimen SMP Al-Hasra Depok)

1 6 140

Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation siswa kelas IV SD Negeri Sukamaju 3 Depok

0 6 189

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

Pengaruh metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa

2 17 0

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS HAKIKAT SAINS TERHADAP PERSEPSI SISWA TENTANG HAKIKAT SAINS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA.

0 1 35

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEEP DIALOG CRITICAL THINKING DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI PADA SISWA SMK N 1 YOGYAKARTA.

1 8 172

instruction, critical thinking skills Abstract - PENGARUH MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 7

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS (CRITICAL THINKING) SISWA SMP - Raden Intan Repository

0 0 162