2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis
Berpikir kritis pada dasarnya merupakan suatu tugas perkembangan yang akan dihadapi oleh setiap individu. Artinya setiap individu telah memiliki bekal dasar
untuk dapat melakukannya Nugroho, 1994. Namun demikian, Piaget mengatakan dalam Nugroho, 1994, hal itu bisa muncul atau tidak dalam pribadi
individu, masih akan ditentukan oleh kualitas interaksi antara “neorological system
” dan lingkungan pendidikan dan budaya dimana individu berada. “Neorological system” yang dimaksud adalah modal dasar untuk berpikir
adalah funsi otak brain function. Menurut Clark Nugroho, 1994, otak manusia berisi lebih dari 100-200 trilyun sel otak. Setiap neural sel siap untuk
dikembangkan untuk mengaktualisasikan potensi manusia pada tingkat yang lebih tinggi. Setiap neuron sel siap untuk memproses beberapa trilyun informasi yang
diterima. Cara untuk mengaktualisasikan potensi tersebut juga bergantung pada keadaan emosi dan motivasi individu untuk mengaktifkan potensi tersebut. Salah
satunya adalah memproses informasi yang masuk ke dalam otak dengan berpikir. Potensi-potensi tersebut juga tidak akan berkembang tanpa bantuan lingkungan
baik lingkungan pendidikan dan budaya di mana individu tersebut tinggal Nugroho, 1994. Sama seperti yang diungkapkan oleh ahli perkembangan
Vygotsky, yaitu bahwa lingkungan sosial mempengaruhi perkembangan kemampuan kognitif seseorang. Vygotsky mengemukakan konsep ZPD Zone of
Proximal Development yang merujuk pada rentang-rentang tugas yang terlalu sulit bagi individu untuk dikuasai sendiri, namun dapat dipelajari melalui
bimbingan dan bantuan dari orang dewasa atau anak-anak yang lebih terampil.
jadi, batas bawah dari ZPD adalah level keterampilan yang mampu dapat diraih anak dengan bekerja sendiri. Sementara batas atas dari ZPD adalah tingkat
tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak dengan bantuan instruktur yang mampu Santrock, 2007. Sehingga denagan kata lain, “neorological system”
dan lingkungan pendidikan dan budaya adalah faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis seseorang.
Menurut Takwin 1997, faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis dibagi menjadi faktor situasional dan faktor disposisi. Faktor situasional adalah
faktor yang dapat mempengaruhi pada saat seseorang berpikir dalam membuat penilaian terhadap informasi yang diterimanya. Sedangkan faktor disposisi adalah
faktor-faktor kebiasaan dan pengalamn masa lalu seseorang yang berpengaruh terhadap penilaiannya.
1. Faktor-faktor situasional 1 Situasi accountable yaitu situasi dimana seseorang dituntut untuk
mempetanggungjawabkan hasil keputusannya. Faktor ini sangat penting dalam menambil keputusan. Berpikir kritis adalah salah satu betuk
kegiatan pengambilan keputusan, oleh karena itu dipengaruhi pula oleh situasi accountable Fiske Taylor dalam Takwin, 1997.
2 Keterlibatan involvement
yaitu ketelibatan
seseorang dalam
permasalahan, ikut mempengaruhi proses berpikir dan pengambilan keputusan seseorang Fiske Taylor dalam Takwin, 1997.
2. Faktor-faktor disposisi 1 Pengalaman bertukar peran role-taking. Pengalaman di mana seseorang
memiliki kesempatan untuk bertukar peran atau role-taking dengan orang lain yang memiliki latar belakang berbeda , meningkatkan kemampuan
seseorang dalam menilai suatu hal dari berbagai sudut pandang. Kohlberg dalam Takwin, 1997
2 Pembiasaan dan latihan. Berpikir kritis merupakan suatu keterampilan yang bisa diajarkan dan dilatih. Semakin sering seseorang dilatih, semakin
mahir ia menggunakannya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh psikologi belajar dalam Morgan dkk Takwin 1997
3 Pola asuh. Pembiasaan dan latihan tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung dengan interaksi yang baik dengan lingkungan sosial. Terutama
pembiasaan dan latihan yang diberikan oleh orang tua dan guru dengan pola asuh yang tepat. Orang tua dan guru adalah orang-orang yang paling
membantu anak dan remaja dalam mencapai tugas perkembangan kognitifnya Vygotsky dalam Santrock, 2007. Hal ini lebih lanjut akan
dibahas pada penelitian ini. 4 Ekstirimitas penilaian seseorang terhadap suatu permasalahan. Tetlock
Takwin, 1997 mengemukakan apabila dalam suatu permasalahan seseorang mempersepsikan berbagai nilai yang saling berkonflik satu sama
lainnya maka penilainnya terhadap masalah akan menjadi moderat. Sebaliknya, apabila dalam permasalahan tersebut seseorang tidak
mempersepsikan adanya konflik nilai, maka penilaiannya terhadap suatu masalah itu akan menjadi lebih ekstrim.
5 Pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, lebih banyak pengetahap perkembangan tertentu, ikut mempengaruhi kemampuan pada
tahap selanjutnya. Pendidikan yang dimaksud bisa Takwin, 1997. 6 Nilai value. Nilai menjadi standar bagi seseorang dalam menentukan apa
yang harus dia lakukan dalam menanggapi informasi. Nilai menentukan apakah perlu untuk berpikir kritis atau tidak, atau apabila perlu, seberapa
kritis yang diperlukan untuk menanggapi informasi Rokeach dan Schwartz dalam Takwin, 1997.
7 Metode pengajaran. Berpikir kritis adalah keterampilan yang bisa dilatih dan diajarkan Moore Parker, 1986; Mayer Goodchild, 1990. Cara
penyampaian materi juga berpengaruh terhadap hasil belajar Munandar dalam Takwin, 1997.
8 Usia Usia berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis. Menurut Piaget,
tahap kemampuan kognitif manusia berkembang sesuai dengan usianya. Ada perbedaan kemampuan berpikir pada tiap tahap perkembangan. Orang
yang mampu melakukan berpikir kritis adalah mereka yang sudah mencapai tahap formal operasional dimana ia sudah dapat melakukan
abstraksi, analisa sintesa dan mampu berpikir dengan menggunakan simbol yang abstrak Piaget dalam Santrock, 2007.
2.2. Persepsi