Perkembangan moral Melalui pengalaman atau berinteraksi sosial dengan orang tua, guru,
teman sebaya, atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak. Pada masa ini, muncul
dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya memenuhi kebutuhan fisiknya,
tetapi psikologisnya rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaiannya positif dari orang lain tentang perbuatannya Santrock, 2003.
2.5.4. Perkembangan berpikir kritis pada remaja
Dalam sebuah studi yang melibatkan kelas lima, kelas delapan, dan kelas sebelas, diketahui bahwa berpikir kritis meningkat seiring dengan bertambahnya
usia; meskipun demikian, jumlah anak-anak kelas sebelas yang sudah memperlihatkan kemampuan ini hanya 43 persen Lkaczynski Narashimham
dalam Santrock, 2007. Banyak remaja memperlihatkan self-serving bias dalam penalarannya.
Masa remaja adalah sebuah periode transisi yang penting dalam perkembangan berpikir kritis Keating dalam Santrock, 2007. Di antara
perubahan-perubahan kognitif yang memungkinkan peningkatan berpikir kritis selama periode ini adalah :
a. Meningkatnya kecepatan, otomotisasi, dan kapasitas pemrosesan informasi, yang memungkinkan mereka lebih dapat menggunakan sumber
daya kognitifnya untuk mencapai berbagai tujuan lain.
b. Meningkatnya cakupan isi pengetahuan di berbagai bidang. c. Meningkatnya kemampuan untuk menyusun kombinasi-kombinasi baru
dari pengetahuan. d. Meningkatnya rentang dan spontanitas dalam menggunakan strategi-
strategi dan prosedur-prosedur yang diperlukan untuk memperoleh dan menerapkan pengetahuan, seperti merencanakan, mempertimbangkan
berbagai alternatif, dan melakukan monitor kognitif.
Meskipun masa remaja merupakan suatu periode penting dalam perkembangan berpikir kritis, apabila individu belum mengembangkan basis yang
mantap dalam keterampilan-keterampilan dasarnya seperti membaca dan matematika selama masa kanak-kanak, maka keterampilan berpikir kritis
individu tersebut juga cenderung kurang matang di masa remaja. Untuk remaja- remaja yang kurang memiliki keterampilam dasar seperti itu, mereka kurang
dimungkinkan untuk mengembangka pemikiran kritis di masa remaja Santrock, 2007.
Akhir-akhir ini mulai muncul minat untuk mengajarkan berpikir kritis di sekolah. Psikologi kognitif Robert stenberg Santrock, 2007 berpendapat bahwa
sebagian besar program sekolah yang mengajarkan berpikir kritis itu memiliki kekurangan. Ia berpendapat bahwa sekolah terlalu banyak berfokus pada tugas-
tugas penalaran formal dan tidak cukup mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Di antara keterampilan-
keterampilan berpikir kritis yang menurut Stenberg diperlukan oleh remaja dalam
kehidupan sehari-hari adalah : mengenali bahwa masalah itu ada, mendefinisikan masalah secara lebih jelas, menangani masalah yang tidak memiliki sebuah
jawaban tunggal atau kriteria yang jelas untuk memecahkan masalahnya misalnya memilih karier yang menguntungkan, mengambil keputusan yang
memiliki relevansi pribadi seperti memutuskan apakah hendak melakukan operasi yang beresiko, memperoleh informasi, berpikir dalam kelompok, dan
mengembangkan pendekatan jangka panjang untuk masalah-masalah jangka panjang Santrock, 2007.
Salah satu cara mendorong para siswa agar berpikir kritis adalah dengan menyajikan topik-topik atau artikel-artikel yang kontroversial yang menyajikan
dua sisi dari sebuah isu , untuk kemudian didiskusikan. Kemampuan berpikir kritis akan berkembang apabila para siswa berhadapan dengan argumen yang
mengandung konflik maupun debat, yang dapat memotivasi mereka untuk mempelajari topiknya secara lebih mendalam dan berusaha menyelesaikan suatu
isu Gong dan Van Gelder dalam Santrock, 2007
2.6. Kerangka berpikir