Kerapatan Spesies Mangrove Kondisi Umum Lingkungan di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi

129 akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia, dan Xylocarpus. Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan, dapat diambil beberapa parameter sebagai karakteristik khas ekosistem mangrove pada pulau-pulau kecil, dalam kasus ini pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, yaitu :

a. Kerapatan Spesies Mangrove

Ekosistem hutan pada pulau-pulau kecil small islands memiliki kondisi pertumbuhan yang khusus, misalnya vegetasi hutan didominasi oleh pohon-pohon yang tumbuh lambat, diameter batang pohon umumnya tidak terlalu besar dengan kerapatan masing-masing spesies relatif rendah, jika dibandingkan dengan ekosistem mangrove pada pulau-pulau besarcontinental islands. Kerapatan spesies mangrove di di pulau-pulau kecil Taman Nasional Wakatobi Tabel 46 menunjukkan hasil yang berbeda jika dibandingkan dengan kerapatan spesies mangrove daerah-daerah lain di Indonesia. Komunitas mangrove di pulau Kaledupa dan Derawa didominasi oleh spesies Rhizophora mucronata Lamk. Di pulau Keledupa spesies Rhizophora mucronata Lamk pada strata pohon memiliki kerapatan 18 individuha, tiang 125 individuha, sapling 299 individuha dan semai 450 individuha. Di pulau Derawa kerapatan spesies Rhizophora mucronata Lamk strata pohon 140 individuha, tiang 700 individuha, sapling 863 individuha dan semai 271 individuha, dan di pulau Hoga didominasi oleh spesies Osbornia octodonta F.v.M, yang tingkat pertumbuhan diameter batang yang tertinggi hanya masuk kategori strata tiang dbh 10 – 19 cm, dengan kerapatan 70 individuha. Penelitian yang dilakukan oleh Kusmana 1994 di konsesi hutan mangrove PT Karyasa Kencana Kalimantan Timur memberikan hasil bahwa vegetasi mangrove strata pohon di hutan primer didominasi oleh spesies Rhizophora apiculata dengan kerapatan 126 individuha, pada strata pancang dan semai didominasi oleh spesies Bruguiera parviflora, dengan kerapatan masing-masing 664 individuha dan 20.311 individuha. Pengamatan pada hutan primer mangrove di Padang Tikar dan Bunbun, Kecamatan Batu Ampar, diperoleh hasil bahwa 130 kerapatan spesies Bruguiera gymnorrhiza L. Lamk pada strata pohon 308 individuha, pancang 2.185 individuha, dan semai 3.815individuha. Kerapatan spesies Rhizophora apiculata Bl pada strata pohon 373 individuha, pancang 2.185 individuha dan semai 10.837 individuha Mulia 1998. Tampak bahwa kerapatan vegetasi mangrove strata pohon di pulau-pulau kecil Taman Nasional Wakatobi memiliki kerapatan yang lebih rendah jika dibandingkan kerapatan pohon pada pulau-pulau besar continental islands. Hal ini terkait dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Faktor lingkungan pada pulau-pulau besar lebih mendukung untuk pertumbuhan mangrove, dibandingkan dangan faktor lingkungan di pulau-pulau kecil small islands. b. Zonasi Spesies Mangrove Berdasarkan ketebalan vegetasi mangrove mulai dari mangrove terluar arah laut hingga mangrove terdalam arah darat, ketebalan ekosistem mangrove pada pulau-pulau kecil small islands memiliki lebar zonaketebalan mangrove yang lebih rendah, jika dibandingkan dengan ekosistem mangrove pada pulau-pulau besar continental islands. Lebar zonaketebalan komunitas mangrove di Pulau Kaledupa, yang tertinggi hanya mencapai 600 m, di pulau Derawa hanya 140 m dan di pulau Hoga hanya mencapai 80 m. Hal ini serupa yang ditemukan di pulau-pulau kecil kepulauan Yamdena, Maluku Tenggara, seperti yang ditemukan di pulau Larat 280 m, pulau Seira 300 m dan pulau Wotab 190 m Pulumahuny 1998. Ekosistem mangrove pada pulau-pulau kecil tergolong hutan mangrove tepi fringing mangrove. Berbeda pada komunitas mangrove yang ditemukan pada pulau-pulau besar, ketebalannya dapat mencapai puluhan kilometer. Misalnya di Sungai Sembilang, Sumatra Selatan zona mangrove dapat mencapai 18 km Danielsen Verheugt 1990 dalam Noor et al. 2006, dan di Teluk Bintuni, Papua lebar zona lebih dari 30 km Erftemeijer et al. 1989 dalam Noor et al. 2006. Hasil penelitian di pulau Kaledupa menujukkan bahwa pertumbuhan mangrove dalam bentuk zona turut dipengaruhi oleh tinggi penggenangan air laut pada saat pasang. Tinggi penggenangan maksimal pada formasi mangrove 131 terdepan arah laut di pulau Kaledupa sebesar 146 cm. Fenomena ini cukup menarik apabila dikaitkan dengan kenaikan muka muka air laut. Kenaikan muka air laut sea level rise akibat pemanasan global global warming karena terjadinya efek rumah kaca greenhouse effect akan menimbulkan berbagai dampak pada ekosistem mangrove. Secara teoritis kenaikan muka air laut akan menggenangi sebagian wilayah pesisir, sehingga tinggi penggenangan air laut di dalam komunitas mangrove yang ada saat ini bertambah tinggi dan menyebabkan air laut ini terus merangsek jauh ke arah daratan. Bagaimana dampak kenaikan permukaan air laut terhadap ekosistem mangrove, masih memerlukan kajian lebih lanjut. Berdasarkan beberapa uraian dan temuan dalam penelitian ini, peneliti mengajukan 2 hipotesis tentang dampak kenaikan permukaan air laut terhadap ekosistem mangrove, yaitu : i. Perubahan arah suksesi mangrove. Kenaikan muka air laut akan menyebabkan instrusi ke arah daratanhulu sungai. Akibatnya tinggi penggenangan dan salinitas di wilayah pesisir akan berubah. Kondisi ini akan berpengaruh pada ekosistem mangrove. Suksesi ekosistem mangrove tidak lagi ke arah laut, pada substrat-substrat baru yang terbentuk ke arah laut, tetapi sebaliknya ke arah daratan dan hulu sungai. Kondisi ini terutama akan terjadi pada pulau-pulau besar dengan topograpi pantai datar pada muara sungai, sehingga mendukung pertumbuhan mangrove. ii. Hilangnya ekosistem mangrove. Pada pantai curam dengan ketebalan ekosistem mangrove yang yang relatif sempit mangrove tepi, kenaikan muka air laut akan menyebabkan seluruh kawasan mangrove akan tergenang yang cukup dalam, sehingga ketinggian penggenangan di dalam komunitas mangrove meningkat dan tidak mempunyai ruang lagi untuk melakukan migrasi kea rah darat. Akibatnya ekosistem mangrove akan mengalami kepunahan. Kondisi ini terutama akan terjadi pada pulau-pulau kecil yang umumnya merupakan mangrove tepi, dengan topograpi pantai curam. Berdasarkan hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi kenaikan muka air laut secara signifikan, keberadaan ekosistem mangrove pada 132 pulau-pulau kecil, seperti pulau Kaledupa, Derawa, dan Hoga lebih rentan mengalami kepunahan pada masa yang akan datang.

c. Kondisi Umum Lingkungan Mangrove