113 keberadaan kadar garam tidak penting untuk pertumbuhan mangrove. Keuntungan
yang diperoleh oleh mangrove pada lingkungan dengan kadar salinitas tinggi adalah kurangnya tumbuhan kompetitor. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang
mampu tumbuh pada lingkungan dengan kadar salinitas tinggi. Pada hutan hujan tropis keanekaragaman tumbuhan sangat tinggi dan kompetisi antar dan inter
spesies sangat tinggi.
4. Zonasi Vegetasi Mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi
Berdasarkan hasil kajian dari 3 pulau yang dijadikan pengamatan, terbentuknya zonasi vegetasi mangrove, hanya ditemukan di Pulau Kaledupa
Gambar 12. Pada Pulau Derawa Gambar 29 dan Pulau Hoga Gambar 35, tidak menunjukkan adanya zonasi.
Faktor yang turut mempengaruhi terbentuknya zonasi mangrove dalam kajian ini pulau Kaledupa adalah variasi tinggi penggenangan air laut di dalam
kunitas mangrove. Semakin datar topograpi pantai akan semakin lebar pula komunitas mangrove yang dapat tumbuh, dan tinggi penggenangan akan semakin
bervariasi. Pantai pulau Kaledupa rata-rata memiliki kelandaian pantai yang ditumbuhi vegetasi mangrove jauh lebih besar dibanding Pulau Derawa dan Pulau
Hoga. Pantai-pantai di Pulau Derawa kebanyakan merupakan pantai yang relatif curam, sehingga kurang mendukung untuk pertumbuhan mangrove dalam bentuk
zona Gambar 39. Dengan bentuk pantai yang curam, akibatnya wilayah pantai yang dapat ditumbuhi mangrove semakin terbatas. Dengan model pantai
demikian, maka faktor utama pengendali zonasi mangrove, terutama periode penggenangan dan tinggi penggenagan relatif homogen. Pantai model ini akan
selalu tergenang air laut pada setiap pasang harian, akibatnya tidak ada variasi priode dan tinggi penggenangan air laut, sebagaimana telah diuraikan pada
pembahasan zonasi vegetasi mangrove di Pulau Kaledupa
114
Gambar 39 Tipe pantai yang umum ditemukan di Pulau Derawa. Berdasarkan ketebalan komunitas mangrove mulai dari mangrove terluar
arah laut hingga mangrove terdalam arah darat, habitat mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa dan Hoga, termasuk hutan mangrove tepi fringing mangrove.
Ketebalan komunitas mangrove yang tertinggi di Pulau Kaledupa hanya mencapai 600 m, pulau Derawa hanya 140 m dan di pulau Hoga hanya mencapai 80 m. Hal
ini serupa yang ditemukan di pulau-pulau kecil kepulauan Yamdena, Maluku Tenggara, seperti yang ditemukan di pulau Larat 280 m, pulau Seira 300 m dan
pulau Wotab 190 m Pulumahuny 1998. Berbeda pada komunitas mangrove yang ditemukan di Pulau besar lebarnya dapat mencapai puluhan kilometer. Misalnya
di Sungai Sembilang, Sumatra Selatan zona mangrove dapat mencapai 18 km Danielsen Verheugt 1990 dalam Noor et al. 2006, dan di Teluk Bintuni,
Papua lebih dari 30 km Erftemeijer et al. 1989 dalam Noor et al. 2006. Keberadaan ekosistem mangrove di pulau-pulau kecil di Taman Nasional
Wakatobi memiliki arti penting, terutama sebagai pelindung pantai dari abrasi akibat hempasan gelombang dan melindungi pemukiman penduduk dari tiupan
angin kencang. Utomo 2003 dalam Kusmana 2010 mengemukakan bahwa hutan mangrove dengan kerapatan 5, tinggi 5 m dan tebal 50 m dapat meredam
52 tinggi tsunami, dan 38 energi tsunami. Hasil penelitian yang serupa ditegaskan pula oleh Harada dan Kawata 2004 dalam Kusmana 2010 yang
115 melaporkan bahwa hutan pesisir yang terdiri atas mangrove, sagu, kasuarina, dan
tegakan pohon kelapa dengan kerapatan 3.000 pohon per ha dengan diameter batang rata-rata 15 cm dan lebar hutannya sekitar 200 m dapat mengurangi tinggi
gelombang tsunami sekitar 50-60 dan kecepatan aliran tsunami sekitar 40-60. Manfaat penting lain dari keberadaan mangrove di pulau-pulau kecil di
Taman Nasional Wakatobi adalah bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Ditemukan beberapa karakter ekosistem mangrove khas di Taman Nasional
Wakatobi, yang masih perlu dikaji lebih lanjut, antara lain : a. Keanekaragaman Habitat Mangrove. Di Pulau Kaledupa dengan jarak yang
relatif berdekatan dijumpai variasi habitat mangrove. Dalam pulau tersebut bisa ditemukan vegetasi mangrove yang tumbuh pada habitat batu, pasir, pecahan
karang, habitat rawa dan habitat lumpur, dengan fenologi vegetasi yang berbeda Gambar 40. Hal ini mempunyai arti penting untuk studi ekologi, baik
outoecology maupun synecology mangrove. b. Penyebaran Flora Mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa flora
mangrove di Taman Nasional Wakatobi, tidak tersebar merata antar pulau. Spesies Xylocarpus granatum Koenig., Xylocarpus molucensis Lamk.
Roem., Lumnitzera littorea Jack Voigt., Lumnitzera rasemosa Willd., Aeguceras cornikulatum L. Blanco., Excoecaria agallocha, Acrostichum
speciosum Wild, Acrostichum aureum Linn., dan spesies Nypa fructicans Wurmb., hanya ditemukan di Pulau Kaledupa dan spesies Osbornia octodonta
F.v.M., hanya ditemukan di Pulau Hoga Kehadiran organisme tumbuhan pada suatu habitat adalah hasil
perpaduan dengan keadaan lingkungan setempat. Penyebarannya vegetasi dapat melalui dua cara, yaitu : 1 secara alami akibat perubahan geologis dan
iklim dari zaman dulu sampai sekarang, 2 karena kegiatan manusia. Iklim sangat mempengaruhi pesebaran flora dan fauna di alam Holdridge et al.
1971 dalam Woodward 1996. Pulau-pulau yang yang dijadikan sampel dalam pengamatan ini letaknya relatif dekat Gambar 4. Pada kondisi tersebut tidak
memungkinkan ditemukan adanya variasi iklim, terutama iklim makro, dan pada pulau-pulau yang dijadikan sampel lokasi penelitian tidak ada kegiatan
penanaman mangrove. Faktor apa yang menjadi faktor pembatas pada
116 penyebaran flora mangrove di Taman Nasional Wakatobi, merupakan hal
penting dan menarik pada studi fitogeographi.
a. Habitat batu b. Habitat pasir
c. Habitat rawa d. Habitat lumpur
Gambar 40 Variasi habitat mangrove di Taman Nasional Wakatobi.
c. Pola Adaptasi Perkembangbiakan Secara Alami. Biji atau propagul merupakan alat perkembangbiakan vivifar Gambar 15, pada spesis Rhizophora
mucronata Lamk., Rhizophora apiculata Bl.,. Hasil pengamatan lapangan diketahui bahwa propagule kedua jenis tersebut cukup melimpah. Namun
demikian pola adaptasi perkembangbiakan sangat dominan dengan cara vegetatif Gambar 20. Hal ini diduga terkait dengan faktor angin dan ombak
117 yang kencang, substrat yang keras, dan sistem perakaran akar tunjang yang
sangat rapat. Berdasarkan beberapa karakter ekosistem mangrove khas yang ditemukan
pada pulau-pulau kecil di Taman Nasional Wakatobi, layak dipertimbangkan pada kawasan ini dikembangkan pusat studi mangrove pada pulau-pulau kecil, sebagai
salah satu upaya pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan.
5. Permudaan Alami Vegetasi Mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi
Hasil perhitungan regenerasi alami vegetasi mangrove di Pulau Kaledupa dari 3 buah transek pengamatan disajikan pada Tabel 43.
Tabel 43 Kerapatan total individu hektar vegetasi mangrove strata semai tinggi 1,5m dan dbh 10 cm di Taman Nasional Wakatobi.
Pengambilan sampel dengan teknik plot ukuran 10 x 10 m, dengan jumlah plot di Pulau Kaledupa 101 plot, Derawa 35 plot dan Pulau
Hoga 23 plot
Spesies Kerapatan total individuhektar
Kaledupa Derawa
Hoga Rhizophora mucronata Lamk.
450,50 271,43
- Rhizophora apiculata Bl.
136,63 -
- Bruguiera gymnorrhiza L. Lamk.
305,94 785,71
478,26 Sonneratia alba Smith
18,81 -
- Sonneratia caseolaris L. Engl.
- -
86,96 Avecennia marina Forsk. Vierh.
205,94 -
- Xylocarpus granatum Koenig
22,77 -
- Ceriops Tagal Perr. C.B. Rob.
3.644,55 -
773,91 Ceriops decandra Griff. Ding Hou
1.736,63 -
- Osbornia octodonta F.v.M.
- -
1.843,48 Jumlah
6.522 1.057
3.183 Keterangan : Spesies yang mempunyai tingkat regenerasi alami normalbaik
Melalui Tabel 43 ditunjukkan bahwa kepadatan semai bervariasi antar spesies dan antar pulau, dengan kebanyakan spesies rata-rata memiliki kepadatan
118 semai yang relatif rendah, ini mengisyaratkan bahwa tingkat regenerasi alami
kebanyakan spesies vegetasi mangrove di kawasan ini tergolong rendah atau tidak normal. Rendahnya semai pada beberapa spesies vegetasi mangrove tersebut,
terkait dengan kerapatan pohon induk yang juga relatif rendah, seperti disajikan pada Tabel 41.
Berdasarkan SK Direktur Jenderal Kehutanan No. 60KptsDJI1978 tanggal 8 Mei 1978 tentang pengelolaan hutan mangrovesylvikultur hutan payau
bahwa komunitas mangrove memiliki regenerasi alami normal apabila memiliki jumlah semai 1.000 batangha. Atas dasar ini maka spesies yang memiliki
regenerasi yang tergolong baik ditemukan pada spesies Ceriops tagal Perr. C.B. Rob., dan Ceriops decandra Griff. di Pulau Kaledupa, dan spesies Osbornia
octodonta F.v.M di Pulau Hoga. Apabila fenomena ini terus berlanjut secara alamiah, maka pada masa yang akan datang ketiga spesies tersebut akan tetap
eksis. Di pulau Kaledupa akan didominasi oleh Ceriops sp dan di pulau Hoga akan didominasi oleh Osbornia octodonta F.v.M.
Kerapatan semai Rhizophora mucronata Lamk di pulau Kaledupa dan Derawa Tabel 42 berdasarkan kriteria SK Direktur Jenderal Kehutanan No.
60KptsDJI1978 tanggal 8 Mei 1978 tergolong rendah. Hal ini juga ditemukan di hutan primer konsesi hutan mangrove PT Karyasa Kencana Kalimantan Timur.
Kerapatan semai Rhizophora mucronata Lamk di tempat ini hanya mencapai 133 individuha Kusmana, 1994. Hal ini semakin memperkuat temuan lapangan
bahwa Rhizophora mucronata Lamk, untuk mempertahankan kelansungan hidupnya, selain berkembang biak secara generatif dengan propagul, juga
berkembang biak secara vegetatif melalui percabangan, sebagaimana telah diuraikan pada bagian permudaan alami vegetasi mangrove di pulau Kaledupa,
dimana individu baru yang dihasilkan tidak masuk lagi dalam kategori strata semai, tetapi sudah masuk kategori strata sapihanbelta. Kemampuan
perkembangbiakan secara vegetatif ini sehingga walaupun secara umum spesies Rhizophora mucronata Lamk mendominasi pada zona depan arah laut pada
berbagi tempat, seperti pulau-pulau kecil di kepulauan Yamdena, Maluku Maluku Tenggara Pulumahuny 1998, tetapi jumlah kerapatan semai berdasarkan kriteria
ini umunya tergolong rendah.
119 6. Sebaran Diameter Batang Spesies Mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa,
dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi
Struktur tegakan seluruh spesies mangrove dengan parameter sebaran kelas diameter batang pada komunitas mangrove di Pulau Kaledupa, Pulau Derawa, dan
Pulau Hoga termasuk model tipe L atau bentuk kurva J terbalik yang termasuk dalam kategori model grafik tegakan tidak seumur. Model ini memiliki makna
bahwa jumlah individu yang memiliki ukuran diameter batang kecil jumlahnya sangat banyak, kemudian jumlah tersebut semakin menurun seiring dengan
bertambahnya ukuran diameter batang, sampai mencapai ukuran diameter batang yang paling besar dengan jumlah individu yang paling sedikit. Model demikian
berisikan paling sedikit tiga penyusun utama, yaitu spesies pada tingkat semai seedling, sapihan sapling dan pohon dewasa mature. Bentuk demikian
merupakan salah satu ciri dari populasi tumbuhan yang hidup secara alamiah. Spesies Xylocarpus granatum di Pulau Kaledupa Rhizophora mucronata
Lamk., di Pulau Derawa dan spesies Sonneratia alba Smith di Pulau Hoga termasuk dalam kategori bentuk tegakan tidak teratur. Bentuk tegakan tersebut
menunjukkan bahwa individu-individu yang berdiameter kecil jumlahnya terbatas, dan akan menurun bersamaan dengan bertambahnya ukuran diameter batang,
sedangkan individu-individu yang memiliki ukuran diameter pada rentangan rata- rata jumlahnya paling banyak, dan menurun kembali pada ukuran diameter diatas
ukuran rentangan rata-rata. Model grafik tegakan tidak teratur merupakan indikasi bahwa dalam populasi tumbuhan yang mengalami gangguan baik secara alamiah
maupun non alamiah. Struktur tegakan seluruh spesies vegetasi mangrove dengan parameter
sebaran kelas diameter batang pada komunitas mangrove di Taman Nasional Wakatobi termasuk tipe L atau bentuk kurva J terbalik yang termasuk dalam
kategori model grafik tegakan tidak seumur, memiliki makna bahwa jumlah individu yang memiliki ukuran diameter batang kecil jumlahnya sangat banyak,
kemudian jumlah tersebut semakin menurun seiring dengan bertambahnya ukuran diameter batang, sampai mencapai ukuran diameter batang yang paling besar
dengan jumlah individu yang paling sedikit. Model ini berisikan paling sedikit tiga penyusun utama, yaitu spesies pada tingkat semai seedling, sapihan
120 sapling dan pohon dewasa mature. Bentuk demikian merupakan salah satu ciri
dari populasi tumbuhan yang hidup secara alamiah. Spesies Xylocarpus granatum di Pulau Kaledupa Rhizophora mucronata Lamk., di Pulau Derawa dan spesies
Sonneratia alba Smith di Pulau Hoga termasuk dalam kategori bentuk tegakan tidak teratur. Bentuk tegakan tersebut menunjukkan bahwa individu-individu yang
berdiameter kecil jumlahnya terbatas, dan akan menurun bersamaan dengan bertambahnya ukuran diameter batang, sedangkan individu-individu yang
memiliki ukuran diameter pada rentangan rata-rata jumlahnya paling banyak, dan menurun kembali pada ukuran diameter diatas ukuran rentangan rata-rata. Model
grafik tegakan tidak teratur merupakan indikasi bahwa dalam populasi tumbuhan yang megalami gangguan baik secara alamiah maupun non alamiah.
Banyak faktor yang diduga menyebabkan kerusakan komunitas mangrove. Di Pulau Kaledupa faktor penyebab utama kerusakan mangrove akibat intervensi
dari manusia untuk berbagai keperluan, baik oleh masyarakat di sekitar kawasan maupun oleh pemerintah setempat. Beberapa faktor yang diduga sebagai faktor
penyebab kerusakan komunitas mangrove di Pulau Kaledupa adalah konversi komunitas mangrove menjadi pemukiman penduduk, lahan tanaman budidaya,
pembangunan sarana umum sekolah, pasar, jalan desa, pendaratan perahu dan pengambilan kayu bakau oleh masyarakat untuk kayu bakar, tiangpatok pada
budidaya rumput laut, tiang jaring ikan dan bahan pembuat rumah. Di Pulau Derawa dan Pulau Hoga tanda-tanda kerusakan komunitas mangrove akibat
aktifitas manusia maupun aktifitas alam tidak ditemukan.
7. Kondisi Umum Lingkungan di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi