27
Tabel 5 Persentase pendidikan tertiggi yang ditamatkan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Wakatobi, tahun 2000
No Pendidikan
Kecamatan Wakatobi
Wangi-Wangi Kaledupa Tomia
Binongko 1
TidakBelum Sekolah
50,09 51,50
50,00 48,14
50,02 2
SD 29,97
25,54 25,66
34,71 29,11
3 SLTP
12,02 12,05
12,96 12,65
12,30 4
SLTA 6,91
9,78 9,93
3,97 7,53
5 Diploma
0,53 0,58
0,71 0,28
0,54 6
Universitas 0,48
0,55 0,75
0,25 0,51
Jumlah 100
100 100
100 100
Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi 2007 sampai saat ini belum direspon secara baik oleh sebagian besar penduduk. Kondisi
ini tergambar dari besarnya proporsi angkatan kerja yang bekerja sebagai petani tanaman pangan yang masih dominan. Secara umum penduduk yang memiliki
pekerjaan sebagai petani tanaman pangan mencapai 48,1, bahkan kalau digabung dengan petani perkebunan jumlahnya mencapai sekitar 51,2,
sedangkan yang tercatat memiliki pekerjaan nelayan hanya 17.7 Tabel 6. Peranan sub sektor perikanan dan kelautan yang kurang dominan di
Kabupaten Wakatobi, merupakan salah satu fenomena yang perlu dicermati lebih lanjut. Wilayah Wakatobi 97 merupakan wilayah laut, sehingga idealnya
sebagian besar masyarakat akan bergantung pada laut sebagai potensi sumberdaya yang ada.
G. Permasalahan dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut
Berdasarkan hasil pengamatan dan data yang tersedia, ditemukan beberapa kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya laut di
Kabupaten Wakatobi.
1. Perilaku Masyarakat yang Merusak Terumbu Karang
Berdasarkan hasil penelitian LIPI di 52 stasiun pengamatan pada tahun 2006, dilaporkan bahwa kondisi terumbu karang di Kabupaten Wakatobi termasuk
28
Tabel 6 Distribusi penduduk usia 15 tahun ke atas menurut jenis pekerjaan di empat kecamatan wilayah Kabupaten Wakatobi, tahun 2000
No Pendidikan
Kecamatan Wakatobi
Wangi-Wangi Kaledupa Tomia
Binongko 1
Petani Tanaman pangan 55,5
26,2 55,8
38,9 48,1
2 Petani Perkebunan
2,7 8,7
0,4 0,3
3,1 3
Petani Peternak 0,1
- 0,1
0,3 0,1
4 Petani Lainya
1,2 1,2
0,2 0,7
1,0 5
Nelayan 14,0
47,0 8,1
2,2 17,7
6 Pengrajin industri
0,6 3,5
0,9 5,7
1,8 7
Pedagang 11,1
4,0 19,5
10,1 11,2
8 Pekerja jasa
4,7 6,7
10,0 8,8
6,6 9
SopirOojek 3,3
0,7 2,2
17,9 4,2
10 Lainnya
6,8 2,0
2,8 15,1
6,2 Jumlah Penduduk
100 100
100 100
100
Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi 2007 dalam kategori sedang, dengan tutupan karang hidup rata-rata mencapai 31.
Persentasi tutupan karang hidup rata-rata terendah ditemukan di Pulau Wanci 27 dan yang tertinggi ditemukan di Pulau Tomia 44, sedangkan di Pulau
Kaledupa berada dikisaran kedua pulau tersebut. Kondisi persentase tutupan karang hidup yang ditemukan di Kabupaten
Wakatobi mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan terumbu karang dikawasan tersebut. Berdasarkan hasil kajian aspek sosial terumbu karang yang
dilakukan LIPI pada tahun 2002, diperoleh hasil bahwa kerusakan terumbu karang di kawasan Wakatobi telah berlangsung cukup lama. Kerusakan tersebut
disamping karena faktor alami, juga berkaitan erat dengan perilaku masyarakat yang merusak terumbu karang, terutama penggunaan bahan dan alat tangkap yang
merusak dan penambangan karang dan pasir.
2. Penggunaan Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang yang terkait penggunaan bahan dan alat yang merusak terumbu karang di Kabupaten Wakatobi antara lain :
29
a. Bubu Dasar
Sebagian nelayan di Kabupaten Wakatobi menggunakan bubu dasar untuk menangkap ikan dikawasan terumbu karang. Misalnya di Desa Waha sekitar 20
orang nelayan mengopersikan sebanyak 100 bubu. Sekali pasang nelayan meletakan 6 buah bubu ukuran 100 x 50 x 30 cm. Agar bubu tidak hanyut bubu
tersebut ditindih atau dipagari dengan sekitar 20 bongkahan atau patahan karang yang masih hidup. Dengan demikian untuk 100 buah bubu diperlukan sekitar 2-3
m
3
karang. Bubu dipindahkan sebanyak 2 kali per minggu. Diperlukan batu karang 24-36 m
3
per bulan atau 120-180 m
3
per musimtahun. Dari perhitungan ini LIPI memperkirakan kerusakan terumbu karang di Desa Waha akibat
penggunaan bubu dasar sekitar 150 m
3
tahun.
b. Bius Potasium
Penggunaan bius oleh sebagian nelayan telah sejak lama digunakan di Wakatobi, yaitu pertengahan tahun 1980-an untuk menangkap ikan karang hidup,
dan pada akhir tahun 1990-an untuk menangkap lobster. Dampak penggunaan bius menimbulkan kerusakan yang cukup besar terhadap ekosistem terumbu
karang.
c . Cungkil Batu
Penangkapan gurita marak dilakukan di Kabupaten Wakatobi, karena nilai jualnya relatif tinggi Rp.20.000kg. Permasalahan muncul karena penangkapan
gurita dilakukan dengan cara membongkar atau menghancurkan terumbu karang, dimana gurita sering berlindung.
d. Bom Ikan
Penggunaan bom untuk menangkap ikan pernah marak dilakukan di kabupaten Wakatobi, sekitar 15 km karang di perairan Waha rusak akibat
penggunaan bom oleh nelayan. Pada saat penelitian, pengguaan bom sudah tidak ditemukan lagi.
3. Penambangan Batu Karang dan Pasir
Penambangan batu karang dan pasir mempunyai konstribusi yang cukup signifikan terhadap terjadinya degradasi sumberdaya laut di Kabupaten Wakatobi.
Kegiatan ini hampir menyebar di seluruh kawasan. Pengambilan batu karang
30
mulai marak sejak tahun 1970-an, ketika masyarakat mulai membangun rumah permanen dengan pondasi rumah dari batu karang. Kebutuhan akan batu karang
dan pasir semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya pembangunan Kota Wanci sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Wakatobi.
Secara resmi penambangan batu karang dan pasir saat ini telah dilarang oleh pemerintah setempat. Tetapi kegiatan tersebut belum bisa berhenti sama sekali,
karena merupakan sumber pendapatan sebagian penduduk, khususnya penambang. Di beberapa tempat penambangan pasir masih terus terjadi secara
intensif, dan akan berhenti jika diketahui akan adanya patroli dari aparat pemerintah. Bahkan pada beberapa tempat pengambilan pasir dilakukan pada
malam hari secara sembunyi-sembunyi.
4. Pengambilan Kayu Bakau