72 merupakan cara yang efektif bagi perkembangan vegetasi mangrove ke arah laut.
Substrat baru yang terbentuk di depan formasi mangrove Gambar 19 akan diinvansi dengan model perkembangbiakan model ini.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat diambil suatu simpulan bahwa walaupun spesies Rhizophora mucronata Lamk dan Rhizophora apiculata Bl pada
komunitas mangrove di Pulau Kaledupa memiliki jumlah semai yang tergolong rendah, namun dapat diprediksi bahwa keberadaan kedua spesies tersebut pada
masa yang akan datang akan tetap lestari, dengan adaptasi perkembangbiakan vegetatif alami melalui percabangan.
6. Sebaran Diameter Batang Vegetasi Mangrove di Pulau Kaledupa
Hasil analisis sebaran kelas diameter batang seluruh spesies mangrove di Pulau Kaledupa, disajikan pada Gambar 21 dan Lampiran 11. Gambar tersebut
menunjukkan distribusi frekuensi diameter batang seluruh individu dari semua spesies yang ditemukan, dengan rentangan diameter tertentu.
Gambar 21 Grafik hubungan antara rentang diameter batang dan jumlah individu dari seluruh spesies pada komunitas mangrove di Pulau Kaledupa.
Sampel vegetasi diambil pada transek 1, 2 dan 3, dengan plot 10 x 10 m sebanyak 101 plot.
73 .
Daniel et al. 1979, mengklasifikasikan model grafik seperti tampak pada Gambar 21, termasuk ketegori tegakan tidak seumur. Barbour et al. 1987
mengklasifikasikan model tersebut termasuk ke dalam bentuk tipe L atau bentuk kurva J terbalik. Bentuk ini memiliki makna bahwa jumlah individu yang
memiliki ukuran diameter batang kecil jumlahnya sangat banyak, kemudian jumlah tersebut semakin menurun seiring dengan bertambahnya ukuran diameter
batang, hingga mencapai ukuran diameter batang yang paling besar dengan jumlah individu yang paling sedikit. Bentuk ini merupakan salah satu ciri dari
populasi tumbuhan yang hidup secara alamiah, yang berisikan paling sedikit tiga penyusun utama, yaitu spesies pada tingkat semai seedling, sapihan sapling
dan pohon dewasa mature.
7. Sebaran Diameter Batang Spesies Mangrove Dominan di Pulau Kaledupa
Spesies yang diambil sebagai contoh untuk menggambarkan bentuk grafik hubungan antara sebaran diameter batang dan jumlah individu suatu spesies,
didasarkan atas spesies yang memiliki nilai penting tinggi. Spesies yang terpilih adalah spesies Rhizophora mucronata Lamk., Bruguiera gymnorrhiza L.
Lamk., Ceriops Perr. C.B. Rob., dan Xylocarpus granatum Koenig, seperti tampak pada Gambar 22 dan Lampiran 11.
Sebaran kelas diameter batang spesies Rhizophora mucronata Lamk Gambar 22a., spesies Bruguiera gymnorrhiza L. Lamk Gambar 22b. dan
spesies Ceriops Tagal Perr. C.B. Rob Gambar 22c cenderung memiliki bentuk yang sama, yaitu termasuk ke dalam klasifikasi tegakan tidak seumur, atau tipe L
atau bentuk kurva J terbalik, yang merupakan indikasi suatu populasi tumbuhan yang hidup secara alamiah. Spesies Xylocarpus granatum Koenig Gambar 22d
termasuk dalam kategori bentuk tegakan tidak teratur Daniel at al. 1979. Bentuk tegakan tersebut menujukkan bahwa individu-individu yang berdiameter kecil
jumlahnya terbatas, dan akan menurun bersamaan dengan bertambahnya ukuran diameter batang, sedangkan individu-individu yang memiliki ukuran diameter
pada rentangan rata-rata jumlahnya paling banyak, dan menurun kembali pada ukuran diameter diatas ukuran rentangan rata-rata. Bentuk tegakan tidak teratur
merupakan indikasi bahwa dalam populasi tumbuhan yang mengalami gangguan baik secara alamiah maupun non alamiah
74
a. Rhizophora mucronata Lamk b. Bruguiera gymnorrhiza L. Lamk
c. Ceriops Perr. C.B. Rob d. Xylocarpus granatum Koenig
Gambar 22 Grafik hubungan antara rentang diameter batang dan jumlah individu dari seluruh spesies pada komunitas mangrove di Pulau Kaledupa.
Sampel vegetasi diambil pada transek 1, 2 dan 3, dengan plot 10 x 10 m sebanyak 101 plot.
Faktor utama yang menyebabkan terbentuknya grafik tidak teratur pada spesies Xylocarpus granatum Koenig adalah terbatasnya jumlah semai.
Terbatasnya jumlah semai tersebut disebabkan oleh terbatasnya jumlah pohon induk sebagai penghasil biji. Jumlah individu pohon induk spesies Xylocarpus
granatum Koenig strata pohon dan tiang 21 individuha. Berdasarkan ketentuan SK Direktur Jenderal Kehutanan No. 60KptsDJI1978 tanggal 8 Mei 1978
tentang pengelolaan hutan mangrovesylvikultur hutan payau disebutkan bahwa
75 penebangan hutan payau, harus ditinggalkan pohon induk sebanyak 40 pohonha
yang tersebar secara merata, sebagai sumber penghasil biji atau bibit. Hasil pengamatan lapangan menemukan bahwa komunitas mangrove di
Pulau Kaledupa pada beberapa tempat telah mengalami gangguan, sehingga menimbulkan kerusakan. Banyak faktor yang diduga menyebabkan kerusakan
komunitas mangrove di Pulau Kaledupa, yang kesemuanya akibat intervensi dari manusia untuk berbagai keperluan, dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa faktor yang diduga sebagai faktor penyebab kerusakan komunitas mangrove di Pulau Kaledupa antara lain :
a. Konversi komunitas mangrove menjadi pemukiman penduduk Hasil pengamatan lapangan menemukan bahwa banyak komunitas
mangrove di Pulau Kaledupa yang di konversi menjadi lokasi pemukiman penduduk, seperti misalnya pemukiman penduduk di Desa Buranga, Ollo,
Lagiwae, Ambeuwa, dan Desa Laulua
Gambar 23 Pemukiman penduduk di Desa Ambeuwa dibangun pada area komunitas mangrove Pulau Kaledupa. Foto diambil saat penelitian
lapangan
76 b. Konversi komunitas mangrove menjadi lahan tanaman budidaya
Komunitas mangrove yang berbatasan dengan lahan tanaman budidaya penduduk rawan mengalami kerusakan akibat alih fungsi lahan. Lahan timbul
akibat pendangkalan, terutama pada komunitas mangrove bagian dalam arah darat sering menimbulkan konflik lahan antara penduduk dengan pemerintah
stempat. Zona mangrove bagian dalam yang hanya tergenang pada saat pasang tertinggi, oleh sebagian penduduk dibabat habis dan dijadikan lahan tanaman
budidaya, terutama untuk budidaya tanaman kelapa Cocos nuscifera L.
a b
Gambar 24 Alih fungsi lahan mangrove untuk budidaya tanaman kelapa yang dilakukan oleh sebagian penduduk di Pulau Kaledupa : a. Komunitas
mangrove di Desa Balasuna, b.Komunitas mangrove di Desa Laulua. Foto diambil saat penelitian lapangan.
c. Konversi komunitas mangrove untuk pembangunan sarana umum Wilayah daratan di Pulau Kaledupa umumnya merupakan wilayah yang
berbukit-bukit. Area yang relatif datar kebanyakan ditemukan di wilayah pantai yang umumnya langsung berbatasan dengan komunitas mangrove yang ada di
Pulau Kaledupa. Dengan berbagai alasan tertentu misalnya, anggaran yang tersedia dan alasan kepraktisan, berbagai sarana umum di Pulau Kaledupa seperti
gedung sekolah, pelabuhan rakyat, dan pasar desa banyak yang dibangun dengan mengkonversi lahan mangrove Gambar 25.
77
a b
c d
Gambar 25 Alih fungsi lahan mangrove untuk pembangunan sarana umum di Pulau Kaledupa : a. Jalan yang menghubungan Desa Horuo dengan
pemukiman Suku Bajo b.Sekolah Menengah Pariwisata di Desa Balasuna. c. Pasar DesaPendaratan Ikan di Desa Ambeua. d. Lokasi
pendaratan perahu. Foto diambil saat penelitian lapangan.
d. Pengambilan kayu bakau Pengambilan kayu bakau yang dilakukan oleh masyarakat di Pulau
Kaledupa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sehari-hari Gambar 25. Pengambilan kayu bakau sebagai kayu bakar oleh masyarakat pesisir, terutama
masyarakat suku laut Bajo cukup intensif dan dapat ditemukan dihampir semua pesisir Pulau Kaledupa. Mufti 2009 melaporkan bahwa rata-rata pengambilan
78 kayu bakar ± 1.462 m
3
tahun. Kondisi ini diperparah dengan kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah yang sering terjadi di daerah ini. Harga minyak di
pulau ini mencapai Rp. 7.000l, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga di Kendari yang hanya Rp.5.000l. Tingginya harga minyak tanah di daerah ini
selain dari akibat meningkatnya harga minyak dunia, juga sering terhambatnya pasokan, akibat masih relatif sulitnya transportasi menuju pulau ini. Pengambilan
kayu bakau juga dimanfaatkan untuk keperluan patok atau tiang pada budibaya rumput laut, patok atau tiang jaring penangkap ikan bahasa setempat Sero dan
sebagai bahan bangunan rumah penduduk.
a Kayu bakar b Patok pada budidaya rumput laut
c Tiang jaring ikan d Bahan pembuat rumah
Gambar 26 Pemanfaatan kayu bakau oleh masyarakat di Pulau Kaledupa. Foto diambil saat penelitian lapangan.
B. Pulau Derawa