8
Ekosistem mangrove telah banyak dikaji oleh para ilmuwan misalnya : Field 1995; Spalding et al. 1997; Dahdouh-Guebas et al. 2001. Vegetasi
mangrove telah mengembangkan pola adaptasi secara morfologi dan fisiologi untuk hidup pada daerah pasang surut intertidal. Pola adaptasi yang
dikembangkan oleh vegetasi mangrove terhadap lingkungan pasang surut, yang mudah dikenali adalah sistem akar udara. Fungsi utamanya adalah untuk
pertukaran gas, memperkokoh tegaknya batang pada daerah lumpur dan penyerapan unsur hara. Terdapat perbedaan struktur akar napas antar jenis yang
berbeda. Misalnya akar udara pada Avicennia spp, akar pancang pada Sonneratia spp, akar lutut pada Bruguiera spp, akar papan pada Xylocarpus spp, dan akar
tunjang pada Rhizophora spp Tomlinson 1986. Adaptasi terhadap kadar garam yang berlebih dalam tubuh vegetasi
mangrove, merupakan hal penting bagi beberapa jenis agar tetap eksis pada lingkungan salin. Spesies Avicennia spp, Aegiceras spp dan Aegialitis spp,
menghilangkan kelebihan kadar garam melalui kelenjar pengeluaran excretion glands FAO 2007. Untuk meningkatkan perkembangbiakan secara alami,
beberapa spesies mangrove telah mengembangkan sistem reproduksi yang sangat efisien. Pada familia Rhizophoracea, misalya Rhizophora spp, Bruguiera spp dan
Ceriops spp mempunyai mekanisme adaptasi dengan karakter biji propagul bersifat vivipary, yaitu biji telah berkecambah dan berkembang ketika buah masih
menempel pada pohon induk, atau dapat dipadankan sebagai tumbuhan yang melahirkan. Pada marga lain, misalnya Aegiceras, Avicennia, dan Nypa bersifat
cryptovivipary Barik et al. 1996
B. Fungsi Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove memiliki sejumlah fungsi penting, baik dalam skala lokal maupun nasional. Banyak nelayan, petani dan penduduk pedesaan hidupnya
bergantung pada ekosistem mangrove, untuk memenuhi berbagai keperluan, baik berupa produk kayu misalnya kayu bangunan, kayu bakar, dan arang kayu,
maupun hasil non-kayu seperti bahan makanan, atap rumah, pakan ternak, alkohol, gula, obat-obatan dan madu. Mangrove dapat juga dimanfaatkan
sebagai sumber penghasil tannin FAO 1994. Nilai ekonomi hutan mangrove di
Teluk Kotania Provinsi Maluku, pada tahun 1999 mencapai Rp. 64,8 milyar atau Rp. 60,9 Jutaha, Supriadi Wouthuyzen 2005.
Ekosistem mangrove mendukung konservasi keanekaragaman hayati, dengan menyediakan tempat tinggal, tempat berkembang biak, tempat pengasuhan
anak dan tempat mencari makan berbagai jenis hewan. Termasuk beberapa golongan hewan yang terancam kepunahan, mulai dari golongan reptil, amphibi,
aves, dan mamalia. Ekosistem mangrove dapat juga melindungi ekosistem terumbu karang coral reefs, dan padang lamun sea grass FAO 2007 .
Fungsi penting lain dari ekosistem mangrove adalah kedudukan ekosistem mangrove sebagai mata rantai yang menghubungkan ekosistem laut dan darat.
Hutan mangrove menghasilkan bahan organik dalam jumlah besar, terutama bentuk seresah. Seresah mangrove merupakan sumber bahan organik penting
dalam rantai makanan di dalam hutan mangrove. Seresah tersebut akan mengalami dekomposisi akibat aktifitas mikroorganisme. Hasil dekomposisi ini
akan menjadi sumber nutrisi fitoplankton dalam kedudukannya sebagai produsen primer, dan kemudian zooplankton memanfaatkan fitoplankton sebagai sumber
energi utama, dalam kedudukakannya sebagai konsumen primer. Zooplankton akan dimakan oleh crustaceae dan ikan-ikan kecil, selanjutnya jenis-jenis ini
merupakan sumber energi bagi tingkat yang lebih tinggi dalam rantai makanan. Bahan organik yang dihasilkan oleh hutan mangrove, akan memberikan
sumbangan pada rantai makanan di perairan pantai dekat hutan mangrove, sehingga perairan pantai disekitar hutan mangrove mempunyai produktivitas yang
tinggi Lear Turner, 1977. Berbagai jenis ikan baik yang komersial maupun non-komersial juga bergantung pada keberadaan ekosistem mangrove FAO
2007.
C. Distribusi dan Komposisi Mangrove