Upaya peningkatan hasil belajar mata pelajaran fiqih melalui metode advokasi : Penelitian tindakan kelas pada kelas VIII MTS. Al-Huda Bekasi Timur

(1)

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR

MATA PELAJARAN FIQIH MELALUI METODE ADVOKASI

(Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas VIII MTs. Al-Huda Bekasi Timur)

Skripsi

Diajukan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun Oleh :

YUSUF KAMIL NIM. 1110011000143

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

i

PENGESAHAN SKRIPSI

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN FIQIH MELALUI METODE ADVOKASI

(Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas VIII MTs. Al-Huda Bekasi Timur)

Skripsi

Diajukan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh : Yusuf Kamil NIM: 1110011000143

Di bawah bimbingan

Drs. Ghufron Ihsan, MA NIP. 19530509 198103 1 006

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015


(8)

ii

Al-Huda Bekasi Timur)” disusun oleh Yusuf Kamil, NIM. 1110011000143, Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Juni 2015 Yang mengesahkan,

Pembimbing

Drs. Ghufron Ihsan, MA NIP. 19530509 198103 1 006


(9)

iii

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yusuf Kamil

NIM : 1110011000143

Jurusan/prodi : Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran Fiqih Melalui Metode Advokasi (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas VIII MTs Al-Huda Bekasi Timur) adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen :

Nama Pembimbing : Drs. Ghufron Ihsan, MA.

NIP : 19530509 198103 1 006

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Juni 2015 Mahasiswa ybs

Yusuf Kamil NIM. 1110011000143


(10)

iv

Pelajaran Fiqih Melalui Metode Advokasi (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas VIII MTs Al-Huda Bekasi Timur) Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Fikih dengan menggunakan metode pembelajaran advokasi. Metode

advokasi adalah metode pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) yang sering diidentikan dengan proses debat.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan dua siklus. Prosedur pelaksanaanya mengacu pada model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin di mana pada setiap siklusnya terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII-1 MTs Al-Huda Bekasi Timur tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 35 siswa, terdiri dari 19 siswa perempuan, dan 16 siswa laki-laki.

Berdasarkan hasil tes yang telah dilakukan siswa, diperoleh banyaknya siswa yang mencapai KKM yang telah ditentukan yaitu 70. Pada siklus I, 29 siswa atau 85,7% yang mencapai KKM. Dan hasil belajar pada siklus II, 35 siswa atau 100% yang mencapai KKM. Kemudian rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 72,9 dan siklus II terjadi peningkatan lebih baik mencapai 82,6. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode advokasi dapat meningkatkan hasil belajar Fikih siswa kelas VIII-1 MTs Al-Huda Bekasi.

Kata Kunci : Penelitian Tindakan Kelas, Hasil Belajar Siswa, Metode Advokasi


(11)

v ABSTRACT

Yusuf Kamil (1110011000143). Efforts to Improve the learning Outcomes of Subjects Fiqih Through Advocacy Method (Class Action Research on Class VIII MTs Al-Huda East Bekasi). Skripsi, Department of Islamic Education at Faculty of Tarbiyah and Teachers Training of State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

This study aims to improve student learning outcomes in teaching civic education using learning methods of advocacy. Advocacy method is a method of student-centered learning (student centered) is often synonymous with the debate process.

Research is action research (PTK) with two cycles. Implementation procedure refers to the model developed by Kurt Lewin in which each cycle consists of four components: planning, implementation, observation, and reflection. The subjects of the research are the VIII-1 students of the year 2014/2015 at MTs Al-Huda, East Bekasi, amounting to 35 students, consisting of 19 female students and 16 male students.

Based on the results of tests that have been done students, gained more students who achieve a predetermined KKM is 70. In the first cycle, 29 students or 74.28% to reach KKM. And learning outcomes in the second cycle, 35 students or 100% to reach KKM. Then the average student learning outcomes in the first cycle and second cycle reached 72.9 better achieve increased 82.6. From these results it can be concluded that the method of advocacy to improve learning outcomes in the classroom Fikih the VIII-1 students at MTs Al-Huda, East Bekasi.

Key words:


(12)

vi

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam selalu tercurah kepada nabi Muhammad SAW.

Dalam pembuatan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan dorongan semua pihak. Penulis menyadari selama pembuatan skripsi ini banyak terdapat hambatan dan kendala yang dihadapi baik yang bersifat materil maupun moril. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

3. Marhamah Saleh, Lc. MA, selaku Seketaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. 4. Drs. Ghufron Ihsan, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah

memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi. 5. Dra. Shofiah, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Akademik. 6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam

7. Kedua orang tua tercinta, yang senantiasa memberikan do’a, motivasi dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Ahmad Abdul Khotib S.Pd.I selaku Kepala MTs Al-Huda Bekasi Timur, yang telah memberikan izin penelitian di madrasah tersebut.

9. Maftuhin Ichsan, S.Pd.I selaku guru Fiqih di MTs Al-Huda Bekasi Timur. 10.Mahbub Jaelani selaku sahabat yang membantu penulisan skripsi

11.Yuli Khusniah selaku sahabat yang membantu penulisan skripsi

12.Dan untuk semua pihak yang berjasa pada penulis baik yang disadari ataupun tidak sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan skripsi ini dengan baik


(13)

vii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran dan kritik sehingga dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini.

Demikian, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi para pengembang produk pendidikan.

Jakarta, Juni 2015


(14)

viii

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti... 8

1. Belajar dan Hasil Belajar ... 8

a. Pengertian Belajar ... 8

b. Pengertian Hasil Belajar ... 12

c. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 14

d. Teori Transfer Hasil Belajar ... 15

e. Pengukuran Hasil Belajar ... 16

2. Metode Pembelajaran ... 17


(15)

ix

b. Metode Pembelajaran Advokasi ... 18

1) Pengertian Metode Advokasi ... 18

2) Tujuan Metode Advokasi ... 19

3) Prinsip-Prinsip Belajar Advokasi ... 20

4) Pelakanaan Belajar Berdasarkan Advokasi ... 21

3. Mata Pelajaran Fiqih MTs ... 24

a. Pengertian Bidang Studi Fiqih di MTs ... 24

b. Tujuan Pembelajaran Studi Fiqih di MTs ... 25

c. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih di MTs ... 25

d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 26

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 27

C. Hipotesis Tindakan ... 28

D. Kerangka Berfikir ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode dan Rancangan Siklus Penelitian ... 32

C. Subjek yang Terlibat dalam Penelitian... 34

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 35

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 35

1. Pelaksanaan Tindakan ... 36

a. Siklus I ... 36

b. Siklus II ... 37

2. Observasi ... 37

3. Refleksi ... 37

F. Hasil Intervensi Tindakan Yang Diharapkan ... 38

G. Data dan Sumber Data... 38

H. Instrumen Penelitian... 38

1. Instrumen Tes ... 38

2. Instrumen Non Tes ... 39


(16)

x

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Objektif Sasaran Penelitian ... 43

1. Sejarah MTs Al-Huda... 43

2. Visi, Misi, dan Tujuan ... 44

3. Tenaga Pendidik dan Kependidikan ... 44

4. Data Siswa ... 45

5. Sarana dan Prasarana ... 45

B. Deskripsi Data Sebelum Tindakan ... 45

C. Interpretasi Hasil Analisis ... 47

1. Tindakan Pembelajaran Siklus I ... 47

a. Tahap Perencanaan ... 47

b. Tahap Pelaksanaan ... 47

c. Tahap Observasi ... 50

1) Catatan Lapangan ... 50

2) Wawancara ... 50

3) Hasil Belajar ... 51

d. Tahap Refleksi... 55

e. Keputusan Siklus I ... 56

2. Tindakan Pembelajaran Siklus II ... 56

a. Tahap Perencanaan ... 56

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 56

c. Tahap Observasi ... 57

1) Catatan Lapangan ... 57

2) Wawancara ... 57

3) Hasil Belajar ... 58

d. Tahap Refleksi... 62


(17)

xi

D. Pembahasan ... 63

E. Keterbatasan Peneliti ... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 66

B. Implikasi ... 67

C. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(18)

xii

Tabel 2.2 SK-KD Kelas VIII Semester 2 Tingkat MTs Tabel 3.1 Tahap Intervensi Tindakan pada PTK Tabel 4.1 Nilai N-Gain Siklus I

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pretest Siklus I Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Postest Siklus I Tabel 4.4 Nilai N-Gain Siklus II

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pretest Siklus I Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Postest Siklus II


(19)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Gambar 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas

Gambar 4.1 Diagram Batang Frekuensi Nilai Pretest Siklus I Gambar 4.2 Diagram Batang Frekuensi Nilai Postest Siklus I Gambar 4.3 Diagram Batang Frekuensi Nilai Pretest Siklus II Gambar 4.4 Diagram Batang Frekuensi Nilai Postest Siklus II


(20)

xiv Lampiran 2. RPP Siklus II

Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Test Siklus I Lampiran 4. Soal Pretest Dan Postest Siklus I Lampiran 5. Hasil Skor Pretest Siklus I

Lampiran 6. Perhitungan Distribusi Frekuensi Pretest Siklus I Lampiran 7. Hasil Skor Postest Siklus I

Lampiran 8. Perhitungan Distribusi Frekuensi Postest Siklus I Lampiran 9. Perhitungan Uji Gain-Ternormalisasi Siklus I Lampiran 10. Kisi-Kisi Instrumen Test Siklus II

Lampiran 11. Soal Pretest Dan Postest Siklus II Lampiran 12. Hasil Skor Pretest Siklus II

Lampiran 13. Perhitungan Distribusi Frekuensi Pretest Siklus II Lampiran 14. Hasil Skor Postest Siklus II

Lampiran 15. Hasil Nilai Rapor Sementara

Lampiran 16. Perhitungan Distribusi Frekuensi Postest Siklus II Lampiran 17. Perhitungan Uji Gain-Ternormalisasi Siklus II

Lampiran 18. Lembar Observasi Proses Belajar Mengajar Pra Penelitian Lampiran 19. Catatan Lapangan Siklus I

Lampiran 20. Catatan Lapangan Siklus II

Lampiran 21. Lembar Pengamatan Proses Belajar Mengajar Siklus I Lampiran 22. Lembar Pengamatan Proses Belajar Mengajar Siklus II Lampiran 23. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus I

Lampiran 24. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus II Lampiran 25. Wawancara Pra Penelitian Dengan Siswa


(21)

xv

Lampiran 26. Wawancara Guru Bidang Studi Fiqih Pra Penelitian Lampiran 27. Observasi Instrumen Penelitian Responden Siswa Siklus I Lampiran 28. Observasi Instrumen Penelitian Responden Siswa Siklus II Lampiran 29 Data Tabel Guru MTs Al-Huda

Lampiran 30 Data Tabel Siswa MTs Al-Huda Lampiran 31 Sarana dan Prasarana MTs Al-Huda Lampiran 32. Uji Referensi

Lampiran 33. Foto-Foto

Lampiran 34. Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 35. Surat Permohonan Izin Penelitian


(22)

1

Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran terhadap manusia secara terus menerus, agar menjadi pribadi yang baik lahir maupun batin. Karena itu, jika pendidikan menghasilkan pribadi-pribadi yang lemah, tidak bertanggung jawab, dan tidak mandiri, maka berarti program pendidikan itu gagal. Kegagalan tersebut mungkin disebabkan karena adanya kesalahan dalam filosofi maupun manajemen pendidikan sehingga hasilnya tidak sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.

Utomo Dananjaya menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Tujuan Pendidikan Nasional secara umum tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi :

Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang bertaqwa pada Tuhan YME, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2

Pendidikan Agama Islam salah satu bagian dari materi pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk dapat merealisasikan tujuan pendidikan nasional tersebut. Di Madrasah, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam terbagi dalam beberapa bidang studi, antara lain: Al-Qur’an Hadis, Akidah-Akhlak, Fiqih,

1

Utomo Dananjaya, Media Pembelajaran Aktif, (Bandung: PT Penerbit Nuansa 2010), cet-1, hal.40

2

Departemen Pendidikan Nasional, UU Sikdiknas No. 20 : Tahun 2003 (Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pendidikan Balitbang Depdiknas, 2006) h. 8


(23)

2

dan Sejarah Kebudayaan Islam. Masing-masing bidang studi tersebut pada dasarnya saling terkait.

Fiqih secara umum merupakan salah satu bidang studi Islam yang banyak membahas tentang hukum yang mengatur pola hubungan manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan lingkungannya. Melalui bidang studi fiqih ini diharapkan siswa tidak lepas dari jangkauan norma-norma agama dan menjalankan aturan syariat Islam.

Kendatipun demikian penting mata pelajaran ini, masih dijumpai beberapa problematika, yang terjadi di dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Maftuhin guru MTs Al-Huda beliau mengatakan bahwa,

Permasalahan yang dialami oleh guru bidang studi fiqih di MTs Al-Huda Bekasi Timur diantaranya terkait dengan waktu pembelajaran yang kurang tersedia yaitu hanya 2x40 menit saja dalam seminggu, sedangkan materi yang harus disampaikan banyak. Hal ini mengakibatkan indikator-indikator dalam pembelajaran fiqih tidak bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, sarana prasarana sekolah juga menjadi bagian dari suatu permasalahan. Minimnya alat-alat bantu ketika proses belajar mengajar mengakibatkan minat belajar siswa menjadi berkurang. Bukan hanya itu, kendala lain diantaranya adalah latar belakang pendidikan siswa. Mayoritas siswa MTs Al-Huda berasal dari background pendidikan umum seperti dari Sekolah Dasar (SD) yang dasar pengetahuan agamanya kurang jika dibandingkan dengansiswa yang berasal dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang secara umum cukup banyak mendapat pengetahuan tentang agama. Kendala ini menjadi PR tersendiri bagi guru fiqih dalam menyeimbangkan pengetahuan agama pada siswa yang berlatar belakang pendidikan SD dengan MI agar minat belajar siswa meningkat. Faktor ekonomi serta lingkungan keluarga yang berbeda-beda juga mempengaruhi minat dan hasil belajar siswa, kebanyakan siswa MTs Al-Huda ini berasal dari kalangan menengah kebawah dan lingkungan keluarga yang beragam, ada beberapa siswa yang memang dalam lingkungan keluarganya memahami betul masalah agama, akan tetapi tidak sedikit lingkungan keluarga siswa yang masih kurang memahami agama sehingga sejak dini siswa belum sepenuhnya dikenalkan dengan pengetahuan agama.3 Berdasarkan hasil pengamatan observer ketika melakukan observasi sebelum penelitian, rendahnya minat dan hasil belajar siswa MTs Al-Huda Bekasi Timur kelas VIII terhadap bidang studi fiqih selama ini menandakan bahwa mata

3

Hasil wawancara dengan Bapak Maftuhin guru MTs Al-Huda Bekasi Timur, pada tanggal 10 Februaru 2015.


(24)

pelajaran fiqih kurang diminati oleh siswa, karena proses pembelajaran guru dalam menyampaikan materi pelajaran lebih banyak menggunakan metode ceramah yang sifatnya monoton dan kurang menarik. Hal ini terlihat ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung ada beberapa siswa yang mengantuk, tidur dan berbicara sendiri dengan teman sebangkunya, dan bahkan ada beberapa siswa yang asik berpindah tempat dari bangku satu ke bangku yang lain. Sehingga hal tersebut berdampak pada hasil belajar siswa yang kurang memuaskan dan harus mengulang ujian lagi. Dengan demikian, minat belajar siswa MTs Al-Huda pada mata pelajaran fiqih ini masih perlu untuk ditingkatkan lagi, agar nantinya hasil dari proses KBM siswa meningkat sehingga pengetahuan agama siswa menjadi bertambah dan siswa mampu melaksanakan ajaran Islam dengan baik.4

Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu aspek dari proses pendidikan, karenanya harus didesain sedemikian rupa melalui perencanaan yang sistematis dan inovatif. Ketika berbicara tentang pembelajaran tidak bisa lepas

dengan peran guru. Menurut Abdul Majid, “Perencanaan pembelajaran dapat

diwujudkan manakala guru mempunyai sejumlah kompetensi”.5

Sebelum merencanakan suatu pembelajaran hendaknya guru harus melihat kondisi siswanya. Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno

berpendapat bahwa, “Peserta didik dengan segala perbedaannya seperti motivasi,

minat, bakat, perhatian, harapan, latar belakang sosio-kultural, menyatu dalam sebuah sistem belajar di kelas dan perbedaan-perbedaan ini harus dikelola oleh

guru untuk mencapai proses pembelajaran yang optimal”.6

Pada bidang studi fiqih ini tentu dalam pengajarannya guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan sistem belajar mengajar secara kreatif, imajinatif, menguasai materi yang akan disampaikan serta mampu membangkitkan minat belajar siswa dalam KBM agar tercipta suasana belajar

4

Hasil Observasi Pra Penelitian di MTs Al-Huda Bekasi Timur, pada tanggal 10 Februari 2015

5

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2011), Cet. 7, h. 3.

6

Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), Cet. III, h. 116.


(25)

4

menarik dan menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan tercapai sesuai dengan harapan. Ketika melaksanakan pengelolaan pembelajaran guru juga dituntut untuk membuat perencanaan yang matang dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada dan memperhatikan taraf perkembangan intelektual serta perkembangan psikologi belajar siswa. Hal ini biasanya terkait dengan metode pembelajaran karena metode pembelajaran merupakan komponen yang mempunyai fungsi penting dalam pembelajaran. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran sangat ditentukan oleh komponen ini, walaupun komponen-komponen lain itu lengkap jika tidak dapat diimplementasikan melalui metode yang tepat maka komponen-komponen tersebut tidak akan memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan. Menurut

Hamzah B. Uno, “Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang

dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran, sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut”.7

Oleh karena itu, setiap guru perlu memahami secara baik peran dan fungsi metode dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Jadi tugas guru agama tidak hanya mengembangkan intelektual siswa saja, akan tetapi juga berupaya untuk membentuk batin dan jiwa agama sehingga siswa melaksanakan apa yang telah diajarkan oleh guru dan pada akhirnya kelak siswa diharapkan menjadi seseorang yang taat kepada agama serta mempunyai pengetahuan hukum agama dan dapat mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satu metode pembelajaran yang dapat membangkitkan minat belajar siswa adalah dengan menggunakan metode Advokasi. Metode ini merupakan salah satu metode pembelajaran aktif yang dapat mengundang minat belajar dan partisipasi siswa. Menurut M. Dalyono, “Pembelajaran aktif merupakan salah satu cara atau strategi pembelajaran yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa seoptimal mungkin, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien.”8

7

Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 34.

8


(26)

Metode advokasi hampir sama dengan metode debat, yang membedakannya hanyalah jika metode advokasi lebih menekankan pada kekompakan dan kerja tim pada setiap kelompok dan disampaikan oleh perwakilan untuk menyampaikan hasil diskusi kelompoknya sebagaimana halnya seorang pengacara yang mempunyai banyak orang dibelakangnya yang membantu untuk memecahkan suatu masalah yang sedang dibelanya. Dalam hal ini Oemar Hamalik menjelaskan bahwa,

Metode advokasi adalah metode mengajar dengan cara pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered advocacy learning) sering diidentikkan dengan proses debat. Pembelajaran advokasi dipandang sebagai suatu pendekatan alternatif terhadap pengajaran didaktis di dalam kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari isu-isu sosial dan personal melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi. Model pembelajaran advokasi menuntut para peserta didik terfokus pada topik yang telah ditentukan sebelumnya dan mengajukan pendapat yang bertalian dengan topik tersebut9.

Jadi pada dasarnya model pembelajaran advokasi sangat berharga untuk meningkatkan pola pikir dan perenungan, terutama jika peserta didik dihadapkan untuk mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan mereka sendiri. Hal ini juga merupakan pembelajaran debat yang secara aktif melibatkan setiap peserta didik di dalam kelas tidak hanya mereka yang berdebat.

Berpijak dari permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran Fiqih Melalui Metode Advokasi (Penelitian Tindakan Kelas Pada Kelas VIII di MTs Al-Huda Bekasi Timur)”.

9


(27)

6

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Banyaknya guru yang menggunakan metode pembelajaran dengan ceramah, sehingga pembelajaran bersifat monoton dan membosankan.

2. Kurang adanya peran aktif siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. 3. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih karena kurangnya

minat belajar.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, penulis membatasi permasalahan ruang lingkup penelitian yakni mengenai upaya peningkatkan hasil belajar mata plajaran fiqih siswa kelas VIII-1 MTs Al-Huda Bekasi Timur dengan menggunakan Metode Advokasi.

D. Perumusan Masalah

Bertitik tolak pada pembatasan masalah tersebut, maka yang menjadi fokus permasalahan pada penelitian ini adalah :

“Apakah Metode Advokasi dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran fiqih siswa kelas VIII di MTs Al-Huda Bekasi Timur?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan yang signifikan apabila metode adokasiditerapkan dalam mata pelajaran fiqih.

F. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini secara teoritis diharap mampu memperkaya keilmuan dan sebagai bahan acuan khususnya dalam meningkatkan hasil belajar Sejarah Kebudayaan Islam para peserta didik.


(28)

2. Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif kepada semua pihak yang terkait dalam dunia pendidikan, terutama bagi:

a. Peserta Didik

1) Meningkatkan keaktifan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.

2) Dengan diterapkannya metode advokasi, memberikan alternatif kepada peserta didik untuk mempermudah mengingat materi-materi dalam mata pelajaran fiqih.

3) Meningkatkan minat belajar siswa dengan adanya metode advokasi b. Guru

1) Meningkatkan kreatifitas guru dalam mengajar.

2) Memberikan wacana untuk menambah variasi mengajar.

3) Mampu menghidupkan suasana kelas dengan strategi pembelajaran yang diterapkan.

c. Peneliti

1) Memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman mengajar.

2) Memberikan pengalaman cara mendesain materi pembelajaran yang lebih baik dan tepat.

d. Sekolah,

Memberi masukan bagi sekolah untuk melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran fiqih pada khususnya dan pelajaran lain pada umumnya.


(29)

8 BAB II KAJIAN TEORI

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Belajar dan Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakuknya. Menurut Winkel yang dikutip oleh Purwanto, “belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.10

Oemar Hamalik berpendapat bahwa, “belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi merupakan langkah-langkah

atau prosedur yang ditempuh”.11

Sedangkan menurut Irwanto dkk,

belajar sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang terjadi harus secara relatif bersifat menetap (permanen) dan tidak hanya terjadi pada prilaku yang saat ini nampak (immediate behavior), tetapi perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential behavior). Oleh kaena itu, perubahan-perubahan terjadi karena pengalaman.12

Islam menganjurkan kepada setiap umat untuk senantiasa belajar. Hal ini terdapat dalam firman Allah QS. Al-Alaq ayat 1-5 yakni:











(1)

























Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq: 1-5)13

10

Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 39

11

Hamalik, op.cit., h. 29

12

Irwanto, Dkk, Psikologi Umum, (Jakarta: PT Prenhallino, 2002), h. 105.

13


(30)

Pada ayat tersebut terdapat kata “أ

رقا

yang berarti "bacalah". Kata ini mengandung perintah yang berarti mewajibkan kepada seluruh umat untuk membaca, yang dikonotasikan sebagai kata belajar.

Hal ini senada dengan pendapat Fadhilah Suralaya yang mengatakan

bahwa: “Belajar memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Manusia terlahir sebagai makhluk lemah yang tidak mampu berbuat apa-apa. Akan tetapi melalui proses belajar dalam fase perkembangannya, manusia bisa menguasai berbagai macam pengetahuan”.14

Dalam perspektif keagamaan, belajar merupakan kewajiban setiap orang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat hidup manusia itu sendiri.

Sebagaimana telah disebutkan dalam firman Allah SWT yang berbunyi:





















“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11)15

Ayat di atas menjelaskan janji Allah yang akan meninggikan derajat orang-orang berilmu dan beriman baik di dunia maupun akhirat. Salah satu usahanya adalah dengan belajar atau mencari ilmu.

Dengan belajar, seseorang akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh. Karena dengan belajar, seseorang dari yang belum mengerti menjadi mengerti dengan ditambah pengalaman-pengalaman yang dapat dijadikan pelajaran untuk masa yang akan datang. Bukan hanya itu saja ilmu pengetahuan yang berkembang terus menerus secara pesat menjadikan peranan pendidikan sangat penting dalam kehidupan. Oleh karena itu, wajib hukumnya untuk menuntut ilmu bagi seluruh kaum muslimin baik laki-laki dan perempuan.

14

Fadhilah Suralaya, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. 1, h. 59.

15


(31)

10

Menurut Al-Munawi dalam kitabnya Faydh al-Qadir yang dikutip oleh

Abdul Majid Khon mengatakan “Mencari ilmu wajib walaupun tercapainya ilmu

harus mengadakan perjalanan yang sangat jauh seperti perjalanan ke Cina dan sangat menderita, bagi orang yang tidak sabar dalam mencari ilmu kehidupannya buta dalam kebodohan dan orang yang sabar akan meraih kemuliaan dunia dan

akhirat”.16

Hukum mencari ilmu wajib bagi seluruh kaum Muslimin baik laki-laki dan perempuan, sedangkan masa mencari ilmu itu seumur hidup “long life of education”. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peranan penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. 17

Pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar, yang di dalamnya terdapat suatu proses interaksi antara guru dan siswa. Dari proses interaksi tersebut, proses belajar mengajar terikat dengan minat dan perhatian. Dengan demikian, proses belajar mengajar akan menjadi efektif dan efesien apabila siswa mempunyai minat terhadap suatu pelajaran.

Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. artinya bahwa proses perubahan setelah belajar dalam diri seseorang tidak dapat disaksikan, melainkan dapat dilihat dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang nampak dari yang belajar, atau dapat dikatakan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Wina Sanjaya belajar pada dasarnya proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman dan sebagai hasil dari interaksi dalam lingkungannya. Unsur lingkungan yang disebutkan pada hakikatnya berfungsi sebagai lingkungan belajar seseorang, yakni lingkungan tempat ia tinggal dan berinteraksi sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada dirinya. 18

16

Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi Hadis-Hadis Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 143.

17

Ibid., h. 145.

18

Wina Sanjaya, Pembelajran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), Cet. 3, H. 90


(32)

Menurut Agus Suhani ada 4 pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO, yaitu sebagai berikut:

1) Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai tehnik menemukan pengetahuan dan tidak hanya memperoleh pengetahuan.

2) Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan Controlling, Monitoring, Maintening, Designing, Organizing. Belajar dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang nyata tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanistis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain serta mengelola dan mengatasi konflik.

3) Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling pengertian dan tanpa prasangka.

4) Learning to be adalah individu diharuskan untuk mengembangkan aspek pribadinya secara optimal dan seimbang, untuk menghadapi tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks. Tuntutan perkembangan kehidupan global, tidak hanya menuntut berkembangnya manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia yang utuh dan unggul. Keunggulan tersebut diperkuat dengan moral yang kuat.19

Keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua, ketiga dan keempat. Empat pilar tersebut di atas akan membentuk peserta didik yang mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan yang mampu menyelesaikan masalah, bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan yang ada di masyarakat. Keempat pilar tersebut yakni learning to know, learning to do,

learning to live together, dan learning to be menumbuhkan rasa percaya diri pada peserta didik sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki kemantapan emosional dan intelektual, serta sosial.

Muhammad Ali yang dikutip oleh Rusyan A.T. menjelaskan bahwa, Proses belajar mengajar formal di sekolah ialah di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran. Komponen-komponen itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu : (1) guru, (2) isi atau materi pelajaran, dan (3) siswa. Interaksi antara ketiga komponen utama

19

Agus Suhani, Empat Pilar Belajar Menurut UNESCO, artikel diakses pada 24 September 2013 jam 15:30 dari http://agussambeng.blogspot.com/2010/10/empat-pilar-belajar-menurut-unesco.html


(33)

12

melibatkan sarana dan prasarana seperti metode, media, dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi belajar-mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan demikian, guru yang memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, setidak-tidaknya menjalankan tiga macam tugas utama, yaitu merencanakan, melaksanakan pengajaran dan memberikan balikan20.

Rusyan A.T melanjutkan, bila terjadi proses belajar maka bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal ini kiranya mudah dipahami, karena bila ada yang belajar sudah barang tentu ada yang mengajarnya, dan begitu pula sebaliknya kalau ada yang mengajar tentu ada yang belajar. Kalau sudah terjadi suatu proses/saling interaksi, antara yang mengajar dengan yang belajar, sebenarnya berada pada suatu kondisi yang unik, sebab secara sengaja atau tidak sengaja, masing-masing pihak berada dalam suasana belajar. Jadi guru walaupun dikatakan sebagai pengajar, sebenarnya secara tidak langsung juga melakukan belajar.21

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar oleh individu untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya yang bersifat relatif permanen.

b. Pengertian Hasil Belajar

Minat terhadap kajian proses belajar dilandasi oleh keinginan untuk memberikan pelayanan pengajaran dengan hasil yang maksimal. Proses pembelajaran yang maksimal akan menghasilkan output atau hasil belajar yang maksimal pula.

Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian baik evaluasi saat proses, maupun setelah proses pembelajaran yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi

20

Rusyan A.T, Meningkatkan Mutu Kegiatan dalam proses Belajar Mengajar di Sekolah Dasar, Cet. 2, (Jakarta: PT. Kartanegara, 1999), hlm. 9

21


(34)

belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan.22

Dengan demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang yang melakukannya. Dimana interaksi individu dalam lingkungan yang membawa perubahan sifat, tindakan, perbuatan, dan tingkah laku.

Menurut Purwanto hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua

kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjukan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang megakibatkan berubahnya input secara fungsional. Dalam siklus input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya dibanding sebelumnya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar.23

Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya. Sedangkan Hamalik yang dikutip oleh Asep Jihad dan Abdul Haris menjelaskan bahwa, “hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap, serta apersepsi dan abilitas”.24

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran. Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek, hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu menurut Oemar hamalik adalah sebagai berikut:

22

Asep Jihad dan Abdul Haris. Evaluasi Pembelajaran. (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2010) h. 15

23

Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 44-45

24


(35)

14

1) Pengetahuan 2) Pengertian 3) Kebiasaan 4) Keterampilan 5) Apersepsi 6) Emosional 7) Hubungan social 8) Jasmani

9) Etis atau budi pekerti 10)Sikap25

Berdasarkan uairan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, dengan ditandai oleh perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar sangat bergantung pada beberapa macam faktor, dan faktor-faktor tersebut menurut Muhibbin Syah dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:

1) Faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal), antara lain: a) Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran b) Aspek Psikologis

(1). Intelegensi Siswa/Tingkat kecerdasan (2). Sikap siswa

(3). Bakat siswa (4). Minat siswa (5). Motivasi siswa (6). Perhatian (7). Pengamatan (8). Ingatan (9). Berfikir

2) Faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal), terdiri dari dua macam yakni:

a) Lingkungan Sosial

Lingkungan keluarga sangat mempengaruhi kegiatan belajar siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga dapat

25


(36)

memberi dampak baik atapun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. Lingkungan sekolah speperti para guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Lingkungan masyarakat merupakan faktor lingkungan sosial yaitu tetangga dan eman-teman sepermainian di sekitar perkampungan siswa juga sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. b) Lingkungan Non-sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, letak rumah tempat itnggal keluarga siswa, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa juga dipandang turut menentukan tngkat keberhasilan belajar siswa. 26

d. Teori Transfer Hasil Belajar

Hasil belajar dalam kelas harus dapat dilaksanakan ke dalam situasi-situasi di luar sekolah. Dengan kata lain, siswa dapat mentransferkan hasil belajar itu ke dalam situasi-situasi yang sesungguhnya di dalam masyarakat. Menurut Oemar Hamalik, transfer hasil belajar setidaknya dapat ditemukan 3 teori, yaitu sebagai berikut :

1) Teori Disiplin Formal (The Formal Discipline Theory)

Teori ini menyatakan bahwa ingatan, sikap, pertimbangan, imajinasi, dan sebagainya dapat diperkuat melalui latihan-latihan akademis

2) Teori Unsur-Unsur yang Identik (The Identical Elements Theory)

Transfer terjadi apabila di antara dua situasi atau dua kegiatan terdapat unsur-unsur yang bersamaan (identik). Latihan di dalam satu situasi mempengaruhi perbuatan tingkah laku dalam situasi yang lainnya. Teori ini banyak digunakan dalam kursus latihan jabatan, di mana kepada siswa diberikan respon-respon yang diharapkan diterapkan dalam situasi kehidupan yang sebenarnya.

3) Teori Generalisasi (Thr Generalization Theory)

Teori ini merupakan revisi terhadap teori unsur-unsur yang identik. Tetapi generalisasi menekankan kepada kompleksitas dari apa yang dipelajari. Internalisasi daripada pengertian-pengertian, keterampilan, sikap-sikap, dan apresiasi dapat mempengaruhi kelakuan sesorang. Teori ini menekankan kepada pembentukan pengertian yang dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman lain. Transfer terjadi apabila siswa menguasai pengertian-pengertian umum atau kesimpulan-kesimpulan umum, lebih dari unsur-unsur identik.27

26

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Logos wacana ilmu, 2001) h. 61

27


(37)

16

e. Pengukuran Hasil Belajar

Banyak guru yang merasa sukar untuk menjawan pertanyaan yang diajukan kepadanya mengenai apakah pengajaran yang telah dilakukannya berhasil, dan apa buktinya? Untuk menjawab pertanyaan itu, terlebih dahulu harus ditetapkan apa yang menjadi kriteria keberhasilan pengajaran, baru kemudian ditetapkan alat untuk menaikakan keberhasilan belajar secara teapat. Mengingat pengajaran merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, maka di sini dapat ditentukan dua kriteria yang bersifat umum. Menurut Sudjana yang dikutip oleh Asep Jihad dan Abdul Haris kedua kriteria tersebut adalah:

1) Kriteria ditinjau dari sudut prosesnya.

Kriteria dari sudut prosesnya menekankan kepada pengajaran sebagai suatu proses yang merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai subjek mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri. Untuk mengukur keberhasilan pengajaran dari sudut prosesnya dapat dikaji melalui beberapa persoalan dibawah ini:

a) Apakah pengajaran direncanakn dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh guru dengan melibatkan siswa secara sistematik?

b) Apakah kegiatan siswa belajar dimotivasi guru sehingga ia melakukan kegiatan belajar dengan penuh kesabaran, kesungguhan dan tanpa paksaan untuk memperoleh tingkat penguasaan, pengetahuan, kemampuan serta sikap yang dikendaki dari pengajaran itu?

c) Apakah guru memakai multi media.

d) Apakah siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan menilai sendiri hasil belajar yang dicapainya?

e) Apakah proses pengajaran dapat melibatkan semua siswa dalam kelas? f) Apakah suasan pengajaran atau proses belajar mengajar cukup

menyenangkan dan merangsang siswa belajar?

g) Apakah kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga menjadi laboratorium belajar?

2) Kriteria ditinjau dari hasilnya

Di samping tinjauan dari segi proses, keberhasila pengajaran dapat dilihat dari segi hasil. Berikut ini adalah beberapa persoalan yang dapat dipertimbangkan dalam menetukan keberhasilan pengajaran ditinjau dari segi hasil atau produk yang di capai siswa:

a) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses pengajaran nampak dalam bentuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh?

b) Apakah hasil belajar yang dicapai siswa dari proses pengajaran dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa?


(38)

c) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa tahan lama diingat dan mengendap dalam pikirannya, serta cukup mempengaruhi perilaku dirinya?

d) Apakah yakin bahwa perubahan yang ditunjukan oleh siswa merupakan akibat dari proses pengajaran?.28

2. Metode Pembelajaran

a. Pengertian Metode Pembelajaran

Menurut Muhibbin Syah, “metode secara harfiah berarti cara, dalam pemakaian umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara

sistematis”.29

Jika dikaitkan dengan pendidikan, menurut Munif Chatib, “metode (pembelajaran) dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan susunan rencana dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis

agar tujuan pembelajaran tercapai”.30

Menurut Indrawati dan Wanwan Setiawan pengetahuan tentang metode-metode pembelajaran sangat diperlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya peserta didik dalam belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Hal ini sesuai dengan tuntutan terhadap guru dan tenaga kependidikan dalam undang-undang No. 20 tahun 2000 pasal 40, yang berbunyi sebagai berikut:

Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19 ayat 1. Dalam Peraturan Pemerintah No.19 ayat 1 dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberi ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi siswa.31

28

Asep Jihad dan Abdul Haris, Op.Cit., h. 20-21

29

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan pendekatan Baru, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2011), cetakan ke-17, hlm. 198.

30

Munif Chatib, Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara, (Bandung: Kaifa, 2013), Cetakan ke-12, hlm.131

31

Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan untuk Guru SD, (Bandung: PPPPTK IPA, 2009), h. 9


(39)

18

Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar. Metode pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian metode pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, metode pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkan oleh guru. Perangkat-perangkat itu meliputi buku pedoman bagi guru dan para peserta didik, lembar kerja peserta didik, media yang dipakai untuk membantu terlaksanakannya proses pembelajaran seperti komputer, Over Head Proyektor (OHP), film, pedoman pelaksanaan pembelajaran, seperti kurikulum dan administrasi pembelajaran.

b. Metode Pembelajaran Advokasi 1) Pengertian Metode Advokasi

Metode Advokasi merupakan bagian dari metode yang dapat disinkronisasikan dalam proses pembelajaran. Metode advokasi sering diidentikkan dengan proses debat

Dalam pandangan Islam proses debat diperbolehkan selama dengan ketentuan dan cara yang baik, sebagai mana firman Allah SWT, dalam Q.S. An-Nahl ayat 125 yaitu:


(40)



















































“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”(Q.S. An-Nahl: 125).32

Sementara itu metode advokasi menurut Menurut Oemar Hamalik yaitu, Belajar dengan menggunakan metode advokasi menuntut siswa menjadi advokat dari pendapat tertentu yang bertalian dengan topik yang tersedia. Para siswa menggunakan keterampilan riset, keterampilan analisis, dan keterampilan berbicara dan pendengar, sebagaimana mereka berpartisipasi dalam kelas pengalaman advokasi, mereka dihadapkan pada isu-isu kontoversial dan harus mengembangkan suatu kasus untuk mendukung pendapat mereka di dalam perangkat petunjuk dan tujuan-tujuan khusus33.

Masih melanjutkan penjelasan dari Oemar Hamalik, bahwa dalam rangka belajar advokasi, para siswa berpartisipasi dalam suatu debat antara dua regu, yang masing-masing terdiri dari dua orang siswa. Tiap regu memperdebatkan topik yang berbeda dari para anggota kelas lainnya. Karena itu, di dalam suatu kelas terdiri dari 32 orang siswa akan memperdebatkan 8 buah topik. Namun guru dapat membuat keputusan lain, misalnya ada suatu topik yang dianggap penting, guru menunjuk 4 orang siswa untuk menyajikan debat dalam kelas tersebut. Sebaiknya, topik yang diperdebatkan adalah isu-isu yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Untuk memenuhi kebutuhan yang spesifik, guru dapat menunjuk suatu kelompok siswa untuk menyajikan debat di kelas.34

2) Tujuan Metode Advokasi

Tarmizi Ramadhan mengemukakan bahwa metode advokasi bertujuan untuk :

a) Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk bertindak sebagai

advokat mengenai pendapat atau pandangan tertentu yang bertalian dengan suatu topik yang ada.

b) Sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan meneliti, keterampilan menganalisa dan keterampilan berbicara serta

32

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Mekar, 2004), h. 281

33

Oemar Hamalik, Op.Cit,. h.228

34


(41)

20

mendengarkan pada waktu mereka berperan serta secara aktif dalam pengalaman-pengalaman advokasi di dalam kelas.

c) Membisakan diri siswa guna menghadapi masalah - masalah kontroversi dan mengembangkan kasus untuk mempertahankan pendapat sesuai dengan petunjuk dan tujuan yang hendak dicapai35. Jadi, tujuan metode advokasi ialah meningkatkan kemampuan akademik, mengaktifkan proses pembelajaran, danmenarik minat peserta didik.

3) Prinsip-Prinsip Pembelajaran Metode Advokasi

Menurut Oemar Hamalik belajar advokasi berdasarkan berbagai prinsip belajar, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

a) Ketika siswa terlibat langsung dalam penelitian dan penyajian debat, ke-Aku-annya lebih banyak ikut serta dalam proses dibandingkan dengan situasi ceramah tradisioanal.

b) Proses debat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa karena hakikat debat itu sendiri.

c) Para siswa terfokus pada suatu isu yang berkenaan dengan diri mereka dan kadang-kadang yang berkenaan dengan masyarakat luas dan isu-isu sosial personal

d) Pada umumnya siswa akan lebih banyak belajar mengenai topik-topik mereka dan topik-topik lainnya bila mereka dilibatkan langsung dalam pengalaman debat.

e) Proses debat memperkuat penyimpanan (retention) terhadap komponen-komponen dasar suatu isu dan prinsip-prinsip argumentasi efektif.

f) Belajar advokasi dapat digunakan baik belajar di sekolah dasar maupun di sekolah selanjutnya. Berdasarkan tingkatan siswa, model ini dapat diperluas atau disederhanakan pelaksanaannya.

g) Pendekatan instruksional belajar advokasi mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam logika, pemecahan masalah, berpikir kritis, serta komunikasi lisan dan tulisan. Selain itu, model ini akan mengembangkan aspek afektif, seperti konsep diri, rasa kemandirian, turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antarpribadi secara efektif, meningkatkan rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat, serta melakukan analisis secara kritis terhadap bahasan dan gagasan yan muncul dalam debat36.

35

Tarmizi Ramadhan, Model Pembelajaran Advokasi, 2015. (https://tarmizi.wordpress.com)

36


(42)

4) Pelakanaan Belajar Berdasarkan Advokasi

Langkah-langkah dasar pelaksanaan debat menurut Oemar Hamalik sebagai berikut.

a) Memilih suatu topik debat berdasarkan pertimbangan dari aspek kebermaknaannya, tingkatan siswa, relevansinya dengan kurikulum, dan minat para siswa.

b)Memilih dua regu debat, masing-masing dua siswa tiap regu untuk tiap topik

c) Menjelaskan fungsi tiap regu kepada siswa

d)Menyediakan petunjuk dan asistensi kepada siswa untuk membantu mereka menyiapkan debat.

e) Melaksanakan debat. Para audience melakukan fungsi observasi khusus selama berlangsungnya debat.

f) Melaksanakan diskusi kelas, dilanjutkan dengan pengarahan kembali setelah debat37.

Melvin L. Silberman menjelaskan bahwa dalam melakukan metode pembelajaran advokasi ini pastikan untuk mengumpulkan peserta didik dengan duduk bersebelahan dengan peserta didik yang berasal dari peihak lawan debatnya. Dilakukan diskusi dalam satu kelas penuh tentang apa yang didapatkan oleh peserta didik dari persoalan yang telah diperdebatkan. Peserta didik juga diperintahkan untuk mengenali apa yang menurut mereka merupakan argumen terbaik yang dikemukakan oleh kedua belah pihak.38

Suatu debat diawali dari adanya suatu kebijakan, yakni apa yang harus ada. Kebijakan ini menuntut perlunya suatu perubahan terhadap status quo atau sistem yang ada, dan merekomondasikan suatu proposisi kebijakan baru yang hendak dilaksanakan. Jadi, semua proposisi debat siswa sesungguhnya adalah proposisi-proposisi kebijakan.

Dalam proses debat teradap dua regu, yakni regu yang mendukung suatu kebijakan (affirmative) dan regu lawannya ialah regu oposisi (negative). Masing-masing regu menyampaikan pandangan/ pendapatnya disertai dengan argumentasi, bukti, dan berbagai landasan, serta menunjukkan bahwa pandangan pihak lawan memiliki kelemahan, sedangkan pandangan regunya sendiri adalah

37

Ibid. h.230

38

Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung : Nusamedia, 2011), h. 141


(43)

22

yang terbaik. Tiap regu berupaya meyakinkan kepada para pengamat, bahwa pandangan/pendapat regunya yang paling baik dan harus diterima. Jadi, tiap regu bertanggung jawab secara menyeluruh atas posisi regunya, di samping adanya tanggung jawab dari setiap anggota regu. Proses debat antara dua regu menurut Oemar Hamalik dapat digambarkan sebagai berikut.

a) Regu pendukung : - menyampaikan suatu topik,

benyajikan garis besar apa yang hendak dibuktikan oleh regu tersebut,

- berupaya menunjukkan perlunya / kebutuhan perubahan.

b) Regu oposisi : - berupaya menunjukkan bahwa sistem yang ada sekarang itu kuat dan efektif. c) Regu pendukung : - menyajikan suatu rencana,

Berupaya menunjukkan bahwa rencana tersebut praktis,

- Berupaya menunjukkan bahwa rencana tersebut adalah rencana yang diinginkan atau sangat diharapkan

d) Regu oposisi : - berusaha menunjukkan bahwa rencana tersebut tidak praktis,

-berusaha menunjukkkan rencana tersebut tidak diinginkan.

Selanjutnya untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai peranan regu pendukung maupun peranan regu oposisi pada metode pembelajaran advokasi, Oemar Hamalik memaparkannya sebagai berikut.

a) Peranan Regu Pendukung

Esesnsi regu pendukung (affirmative) adalah menyatakan “ya“ terhadap

proposisi. Pendukung menghendaki perubahan dari status quo dan merekomendasikan suatu kebijakan untuk diapdosikan. Tanggung jawab dari regu pendukung ialah mengklarifikasi makna proposisi dengan cara mendefinisikan istilah-istilah yang samar-samar atau belum jelas, sedangkan istilah yang sudah dipahami tidak perlu didefinisikan.

Tanggung jawab berikutnya adalah menyajikan prima fasie case bagi posisi mereka. Pada awal pembicaraan atau penampilan pihak pendukung menyajikan berbagai alasan dan memberikan bukti-bukti sehingga perubahan sangat dibutuhkan. prima fasie case ini pada gilirannya merangsang kegiatan


(44)

debat selanjutnya, jika tidak maka berarti kelompok dianggap menang dan debat berakhir.

Pada waktu menyampaikan prima fasie case, pendukung perlu mengisolasikan isu-isu, merumuskannya menjadi masalah yang dipertentangkan, dan kemudian mensubtansikan masalah tersebut dengan bukti dan logika. Suatu isu dalam debat merupakan suatu pertanyaan pokok tentang fakta atau teori yang akan membantu menetapkan keputusan akhir. Isu-isu tersebut adalah esensial untuk proposisi tergantung pada keputusan yang dibuat. Namun, suatu isu bukan semata-semata suatu pertanyaan melainkan suatu yang mengandung ketidaksetujuan dan bersifat krusial.

Standar isu-isu dalam debat yang terkandung dalam proposisi kebijaksaan adalah :

1) Kebutuhan – adakah kebutuhan bagi perubahan?

2) Pemecahan – adakah metode penunjang perubahan yang dapat dikerjakan? 3) Keuntungan – apakah pemecahan masalah tersebut memberikan dampak

berupa keuntungan (kemanfaatan) dan bukan kerugian?

Langkah selanjutnya adalah merumuskan isu-isu menjadi masalah yang dipertentangkan (contention). Suatu kontensi adalah suatu pernyataan umum yang menunjang atau menolak suatu proposisi. Dari kontensi-kontensi tersebut, berarti kelompok pendukung menyatakan bahwa perlunya perubahan dari status quo,

selanjutnya mereka mengajukan suatu proposal khusus untuk memecahkan kebutuhan itu. Rencana tersebut tidak perlu terlampau rinci tetapi dapat dilaksanakan dan menguntungkan dan merupakan suatu rencana yang diinginkan atau diharapkan untuk pemecahan masalah.

b) Peranan Regu Penentang (oposisi)

Regu penentang (negative team) menentang proposisi atas dasar sistem yang ada sekarang adalah adekuat dan efektif. Secara esensial mereka berkata

“tidak“ terhadap resolusi yang diajukan oleh kelompok lawannya.

Tidak ada kebutuhan untuk mengadopsi usul yang diusulkan oleh regu pendukung. Mereka mempertahankan sistem sekarang (status quo), menolak


(45)

24

kebutuhan yang diutarakan oleh regu pendukung, menolak rencana yang diusulkan karena tidak dapat dilaksanakan dan tidak diinginkan.39

Dari rangkaian penjelasan mengenai metode pembelajaran advokasi, kita dapat melihat bahwa pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ( student-centered advocacy learning) sering diidentikkan dengan proses debat. Pembelajaran advokasi dipandang sebagai suatu pendekatan alternatif terhadap pengajaran didaktis di dalam kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari isu-isu sosial dan personal melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi. Model pembelajaran advokasi menuntut para peserta didik terfokus pada topik yang telah ditentukan sebelumnya dan mengajukan pendapat yang bertalian dengan topik tersebut.

Jadi pada dasarnya model pembelajaran advokasi sangat berharga untuk meningkatkan pola pikir dan perenungan, terutama jika peserta didik dihadapkan mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan mereka sendiri. Hal ini juga merupakan pembelajaran debat yang secara aktif melibatkan setiap peserta didik di dalam kelas tidak hanya mereka yang berdebat.

3. Mata Pelajaran Fiqih di MTs

a. Pengertian Bidang Studi Fiqih MTs

Pada tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs), mata pelajaran fiqih merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik agar mereka bisa mengenal. memahami dan mengamalkan syariat Islam yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya dalam bermasyarakat. Fiqih menurut Zakiah Daradjat ialah

“Ilmu yang menerangkan hukum-hukum syariat Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci”.40 Di dalam ilmu fiqih ini ada sistem norma yang gunanya adalah untuk mengatur kehidupan manusia, yakni kehidupan yang

39

Hamalik, Op.Cit, h.231

40

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 78.


(46)

hubungannya antara manusia dengan Allah, dan antara sesama manusia dengan makhluk lainnya. Di mana hal tersebut bersumber dari Al-Qur’an dan hadits. Sedangkan mata pelajaran fiqih dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah merupakan bimbingan untuk mengetahui ketentuan-ketentuan syariat Islam. Pembelajaran fikih diarahkan untuk mengantarkan peserta didik dapat memahami pokok-pokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat Islam secara kaaffah (sempurna).41

b. Tujuan Pembelajaran Studi Fiqih di MTs

Berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI No. 02 Tahun 2008 tentang Standar Kelulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, mata pelajaran fiqih di Madrasah Tsanawiyah bertujuan untuk:

1) Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam dalam mengatur ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan manusia dengan Allah yang diatur dalam fiqih ibadah dan hubungan manusia dengan sesama

yang diatur dalam fiqih mu’amalah.

2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial. Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosial.42

c. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih di MTs

Berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI No. 02 Tahun 2008 tentang Standar Kelulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, ruang lingkup mata pelajaran fiqih di Madrasah Tsanawiyah meliputi ketentuan pengaturan hukum Islam dalam menjaga keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan manusia dengan sesama manusia. Adapun ruang lingkup mata pelajaran Fikih di Madrasah Tsanawiyah meliputi :

41

Peraturan Menteri Agama RI No. 02 Tahun 2008 tentang Standar Kelulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, (Jakarta: Media Pustama Mandiri, 2009), Cet. I, h. 45.

42


(47)

26

1) Aspek fikih ibadah meliputi: ketentuan dan tatacara taharah, salat fardu, salat sunnah, dan salat dalam keadaan darurat, sujud, azan dan iqamah, berzikir dan berdoa setelah salat, puasa, zakat, haji dan umrah, kurban dan akikah, makanan, perawatan jenazah, dan ziarah kubur.

2) Aspek fikih muamalah meliputi: ketentuan dan hukum jual beli, qirad, riba, pinjam-meminjam, utang piutang, gadai, dan borg serta upah.43

d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Fiqih di kelas VIII (MTs) meliputi :

1) Semester 1

Tabel 2.1

SK-KD Kelas VIII Semester 1 Tingkat Madrasah Tsanawiyah STANDAR

KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

1. Melaksanakan tata cara sujud di luar salat

1.1 Menjelaskan ketentuan sujud syukur dan tilawah

1.2 Mempraktikkan sujud syukur dan tilawah

2.Melaksanakan tata cara puasa

2.1 Menjelaskan ketentuan puasa 2.2 Menjelaskan macam-macam puasa 3.Melaksanakan tata cara

zakat

3.1 Menjelaskan ketentuan zakat fitrah dan zakat maal

3.2 Menjelaskan orang yang berhak menerima zakat

3.3 Mempraktikkan pelaksanaan zakat fitrah dan maal

2) Semester 2

Tabel 2.2

SK-KD Kelas VIII Semester 2 Tingkat Madrasah Tsanawiyah STANDAR

KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

1.Memahami ketentuan pengeluaran harta di luar

1.1Menjelaskan ketentuan-ketentuan shadaqah, hibah dan hadiah

43

Peraturan Menteri Agama RI No. 02 Tahun 2008 tentang Standar Kelulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, (Jakarta: Media Pustama Mandiri, 2009), Cet. I, h. 91


(48)

STANDAR

KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

zakat 1.2Mempraktikkan sedekah, hibah dan hadiah

2.Memahami hukum Islam tentang haji dan umrah

2.1Menjelaskan ketentuan ibadah haji dan umrah

2.2Menjelaskan macam-macam haji 2.3Mempraktikkan tatacara ibadah haji

dan umrah 3.Memahami hukum Islam

tentang makanan dan minuman

3.1Menjelaskan jenis-jenis makanan dan minuman halal

3.2Menjelaskan manfaat mengkonsumsi makanan dan minuman halal

3.3Menjelaskan jenis-jenis makanan dan minuman haram

3.4Menjelaskan bahaya mengkonsumsi makanan dan minuman haram 3.5Menjelaskan jenis-jenis binatang

yang halal dan haram dimakan B. Hasil Penelitian yang Relevan

Berikut ini adalah hasil kajian (review) dari laporan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sesuai dengan masalah atau tema pokok yang peneliti ajukan. 1. Keefektifan Metode Debat Aktif dalam Pembelajaran Diskusi pada Siswa

Kelas X SMA Negeri 1 Kotawinangun oleh Nurchabibah, (2012)

Dari hasil uji statistik dapat diperoleh nilai uji-t dan uji scheffe. Hasil penghitungan uji-t menunjukkan bahwa skor t hitung lebih besar dari t tabel (th : 2,006 > tt : 1,994) pada taraf signifikansi 5% dan db 78 dengan nilai signifikansi (2-tailed) sebesar 0,048 pada taraf signifikansi 5%. Hasil penghitungan uji scheffe menunjukkan F hitung lebih besar daripada skor F tabel (Fh : 4,025 > Ft :3, 96) dengan db 78 dan pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa (1) ada perbedaan yang signifikan antara keterampilan diskusi siswa yang mendapat pembelajaran diskusi dengan menggunakan metode debat aktif dengan siswa yang mendapat pembelajaran diskusi tanpa menggunakan metode debat aktif, dan (2)


(49)

28

pembelajaran diskusi dengan menggunakan metode debat aktif lebih efektif daripada pembelajaran diskusi tanpa menggunakan metode debat aktif. 44

2. Metode Diskusi Debat Teknik Itemized Response untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKN Siswa Kelas X UPW SMK PGRI 1 Singaraja oleh Ni Nyoman Juliani (2013).

Hasil penelitian ini adalah adanya peningkatan nilai rata-rata hasil belajar PKn siswa dari 66,3 dengan ketuntasan belajar secara klasikal 68% pada siklus I menjadi sebesar 76,4 dengan ketuntasan belajar secara klasikal 91,8% pada siklus II. Kendala yang dihadapi dalam penerapan metode pembelajaran ini yaitu sulitnya memilih materi yang didebatkan, kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah pro kontra, jumlah siswa dalam penerapan teknik itemized response.

Solusi yang dilakukan dalam meminimalisir kendala-kendala yang dihadapi adalah menyiapkan diri dengan baik sebelum mengikuti pelajaran,hanya siswa yang belum aktif diberikan perlakuan teknik itemized response45.

Kesimpulan pada penelitian ini adalah bahwa metode debat dapat lebih efektif dan menjadikan siswa lebih aktif, kritis dan kreatif. Maka dari itu penulis ingin mencoba menggunakan metode advokasi yang mana hampir sama atau sering di identikan dengan metode debat, yang membedakan hanyalah metode advokasi lebih menekankan kepada kerja sehingga metode advokasi diharapkan bisa menjadi nilai lebihnya dan bisa menjadi penyempurna dari metode debat tersebut.

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis adalah dugaan awal yang bakal terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Jika tindakan dilakukan dengan baik, maka tindakan ini akan memperoleh suatu pemecahan problem yang baik. Penggunaan kelas, ruangan dan pengelolaan siswa sekolah yang maksimal dengan metode pembelajaran

Advokasi” dapat meningkatkan daya fikir kreatif, kritis dan aktif untuk

44

Diakses pada 16 Januari 2015, pukul 11:08 dari http://eprints.uny.ac.id/1242/1/ Nurchabibah_06201241040.pdf

45

Diakses pada 17 Januari 2015, pukul 20:17 dari http://ejournal.undiksha.ac.id/index. php/JJPP/article/view/400


(50)

membangun peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran Fiqih. Berdasarkan uraian di atas dapat dimunculkan hipotesis tindakan yaitu : Dengan menggunakan metode pembelajaran advokasi dalam pembelajaran Fiqih dapat meningkatkan minat belajar siswa kelas VIII-1 di MTs Al-Huda Bekasi Timur Tahun Pelajaran 2014-2015.

D. Kerangka Berfikir

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat diambil suatu kerangka pemikiran sebagai berikut: Pembelajaran Fiqih merupakan suatu bidang kajian ilmu mengenai ibadah yang dilakukan dikehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran Fiqih tidak hanya berfokus pada kajian materi namun juga persoalan masalah yang terdapat dikehidupan sehari-hari. Materi – materi yang terdapat didalam pelajaran Fiqih banyak mengenai teori – teori yang dekat dan nyata dengan kehidupan yang sesungguhnya. Namun, bagaimana teori tersebut dapat akan dipahami oleh siswa jika dalam kegiatan pembelajaran tidak dibarengi dengan praktek untuk menambah wawasan pengetahuan, minat, bakat dan belajar aktif serta kritis. Dan dapat memberikan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Metode pembelajaran yang disampaikan seorang guru dapat memberikan pengaruh pada prestasi siswa. Sehingga dalam pengajaran seorang guru harus dapat memilih metode yang tepat digunakan. Metode pembelajaran yang dapat digunakan seoarang guru dalam penyampaian materi dapat menggunakan pembelajara Advokasi. Metode tersebut memberikan pengaruh positif pada siswa yaitu siswa tidak jenuh dengan pembelajaran yang biasanya dilakukan secara monoton dan membosankan di dalam kelas. Metode pembelajaran Advokasi

diharapkan siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan dan dapat lebih aktif serta kreatif.

Proses belajar bukan hanya untuk menguasai materi pengetahuan saja, akan tetapi perlu terjadi adanya suatu perubahan pada dirinya. adapun perubahan


(51)

30

yang dimaksud adalah setelah proses belajar dapat dilihat berbagai macam aspek diantaranya aspek afektif, kognitif dan psikomotorik.

Pelajaran fiqih merupakan salah satu pelajaran yang kurang diminati siswa kelas VIII-1 MTs Al-Huda Bekasi Timur, hal ini dikarenaka oleh berbagai macam faktor. Salah satu faktornya adalah latar belakang pendidikan siswa kelas VIII-1 MTs Al-Huda Bekasi Timur, kebanyakan siswa MTs Al-Huda Bekasi Timur berasal dari SD (Sekolah Dasar). Selain itu, metode pembelajaran yang digunakan oleh guru yakni metode ceramah dan tanya jawab, sehingga proses belajar mengajar menjadi monoton dan kurang menarik. Proses pembelajaran yang seperti ini menyebabkan siswa kurang berminat mengikuti mata pelajaran fiqih, hal tersebut juga berdampak pada hasil belajar siswa yang menurun.

Rendahnya minat belajar siswa ini dipengaruhi karena mereka beranggapan materi pelajaran fiqih terlalu banyak yang harus difahami, dengan proses pembelajaran yang kurang interaktif menjadikan mata pelajaran fiqih terkesan membosankan. Oleh karena itu, agar pelajaran fiqih tidak membosankan dan mudah dipahami oleh siswa dapat disiasati dengan menerapkan strategi menggunakan metode advokasi.

Pembelajaran dengan menggunakan metode advokasi ini merupakan salah satu pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan minat belajar siswa. Jadi, pembelajaran peneliti berharap dengan menggunakan metode advokasi dapat meningkatkan minat belajar fiqih siswa kelas VIII-1 MTs Al-Huda Bekasi Timur.


(52)

 Pembelajaran masih monoton

 Belum ditemukan strategi

pembelajaran yang tepat

 Metode yang digunakan konvensional

 Rendahnya kualitas proses/ hasil PBM

Memberikan materi dan menjelaskan pembelajaran kooperatif

Menjelaskan metode advokasi

Melaksanakan pembelajaran kooperatif metode advokasi di kelas

Siswa mampu mempraktekkan metode advokasi dengan baik

Pembelajaran menjadi ebih aktif, kreatif dan

menyenangkan

Siswa berfikir lebih kritis

Diskusi debat pemecahan masalah

Penerapan metode advokasi

Evaluasi awal Evaluasi efek

Evaluasi akhir

Dari hasil tujuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa prorses belajar dengan menggunakan metode advokasi pada mata pelajaran fiqih, siswa dapat lebih kreatif,

aktif dan mendapatkan hasil yang maksimal dalam memahami pelajaran tersebut. Gambar 2.1

Bagan Kerangka Berpikir


(53)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di MTs Al-Huda Bekasi Timur. Penelitian tindakan ini dilakukan terhadap seluruh siswa VIII pada tahun ajaran 2014/2015 semester genap. Waktu penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 3 bulan, di mulai pada bulan Februari-April 2015.

B. Metode dan Rancangan Siklus Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode Penelitian Tindakan Kelas. Kunandar dalam bukunya yang berjudul Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru menjelaskan bahwa,

Penelitian Tindakan Kelas atau PTK (Classroom Action Research) memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila di implementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik artinya pihak yang terlibat dalam PTK (guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran dikelas melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya.45 Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif dengan guru bidang studi secara bergantian. Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru secara bergantian pula. Penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan berdasarkan suatu siklus. Masing-masing siklus meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi. Suatu siklus akan dilanjutkan apabila kriteria keberhasilan yang diharapkan belum tercapai dan siklus akan berhenti apabila kriteria keberhasilan telah tercapai.

45

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta : PT Rajawali Pers, 2010), h.41.


(54)

Gambar 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas46

2. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dengan menggunakan beberapa siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahap, secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut:

a. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti membuat rencana untuk mencari tindakan yang akan dilakukan di kelas sehubungan dengan rendahnya minat belajar siswa. Rencana ini kemudian dituangkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Selain itu paada tahap ini juga peneliti menyiapkan yang tediri dari soal yang harus dijawab oleh siswa, lembar observasi dan wawancara.

b. Pelaksanaan (Tindakan)

Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan perencanaan pembelajaran yang telah disusun. Tindakan inilah yang menjadi inti dari PTK, dimana tindakan pelaksaan ini dilakukan dalam program pembelajaran apa adanya yang terjadi dalam kelas. Langkah

46

Iskandar, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), h.114.

Perencanaan

Pelaksanaan

Refleksi Siklus 1

Pengamatan Perencanaan

Pelaksanaan

Refleksi Siklus 2

Pengamatan

?


(55)

34

tindakan harus terkontrol secara seksama dan harus hati-hati dan benar-benar terencana.47

c. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berlangsung. Peneliti dibantu oleh observer yang mengamati segala aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Pada lembar observasi ini ada beberapa indikator yang akan diamati yaitu perhatian siswa, keaktifan siswa, rasa ketertarikan siswa, dan semangat siswa yang dimaksudkan sebagai kegiatan mengamati, mengenali dan mendokumentasikan semua gejala atau indikator dari proses ataupun hasil tindakannya.

d. Refleksi

Refleksi menurut Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama adalah

“memikirkan sesuatu atau upaya evaluasi yang dilakukan oleh para

kolaborator atau partisipan yang terkait dengan suatu PTK yang

dilaksanakan”.48

Kegiaan refleksi dilakukan ketika peneliti sudah selesai melakukan tindakan. Data-data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan dan dianalisis. Berdasarkan observasi tersebut guru dapat merefleksi diri tentang upaya meningkatkan minat belajar siswa. Berdasarkan hasil refleksi ini akan dapat diketahui kelemahan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sehingga dapat digunakan untuk menentukan tindakan kelas pada siklus berikutnya.

C. Subjek yang Terlibat dalam Penelitian

Subjek dari peneltian ini adalah siswa-siswi kelas VIII Mts. Al-Huda Bekasi Timur semester genap angkatan 2014/2015. Berdasarkan hasil observasi, kondisi siswa di kelas VIII pada umumnya mempunyai semangat belajar yang tinggi. Namun terlihat pula bahwa pelajaran Fiqih di kelas terlalu monoton dan kurang

47

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2010), Cet. V, h. 282.

48

Wijaya Kusuma dan Dedi Dwitagama, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Indeks, 2009), h. 40.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar Fiqih Melalui Media Audio Visual di Kelas VII A MTs Qotrun Nada Depok

5 33 93

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Peningkatan hasil belajar siswa dengan metode diskusi pada mata pelajaran IPS di kelas V MI Ta’lim Mubtadi I Kota Tangerang

0 12 121

Keterampilan Bertanya Guru dalam Meningkatkan Aktivitas belajar Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah At-taqwa 06 Bekasi.

1 10 196

Upaya Peningkatan Hasil Belajar Melalui Metode Simulasi Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas Vii Di Mts Hidayatul Umam

2 21 129

Peningkatan Hasil Belajar Fiqih melalui Problem Based Learning (Penelitian Tindakan Kelas VIII MTs Al-Ihsan Pondok Gede Bekasi)

12 64 126

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

Upaya Meningkatkan Keterampilan Shalat Fardu Melalui Metode Praktikum Pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas Vii Mts Attaqwa 10 Bekasi Utara

0 2 105

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN FIQIH MELALUI PENERAPAN METODE CTL DAN PEMBERIAN MOTIVASI BELAJAR Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran Fiqih melalui Penerapan Metode CTL dan Pemberian Motivasi Belajar pada Siswa Kelas VII A MTs Negeri Teras

0 1 18

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN FIQIH MELALUI PENERAPAN METODE CTL DAN PEMBERIAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VII A MTS Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran Fiqih melalui Penerapan Metode CTL dan Pemberian Motivasi Belajar pada Siswa Ke

0 1 25