Evaluasi Kinerja Uji Validitas

2. Perlengkapan-perlengkapan 360° Feedback Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun perlengkapan adalah waktu dan biaya. 3. Pentingnya Feedback Secara Tertulis Feedback secara tertulis berisi tentang tambahan informasi untuk memperbaiki perilaku karyawan. 4. Pentingnya Appraiser penilai yang memiliki anonimity atau accountability. Artinya seorang appraisers penilai tidak boleh mengkaitkan pengukuran dengan perasaan pribadi agar pengukuran menjadi fair. 5. Rekan Kerja yang Dipilih Pemilihan rekan kerja harus didasarkan pada kriteria tujuan seperti rekan kerja dalam tim atau rekan kerja yang berhubungan dengan pekerjaantugas individu yang dinilai tersebut. 6. Pelatihan Bagi Appraisers penilai Pelatihan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya rating errors seperti halo effect, central tendency dan harshness. 7. Pelatihan Bagi Appraisees objek yang dinilai Pelatihan ini bertujuan untuk menganalisis data dan memilih target perbaikan, membahas hasil kesimpulan dengan appraisersnya, dan menentukan tujuan khusus dan rencana tindakan. 8. Pelatihan Bagi Coaches Pelatihan ini meliputi pelatihan untuk menjadi pendengar yang baik, fokus wawancara, memilih target area perbaikan, mengendalikan perasaan dan reaksi bila mendapat feedback negatif, menentukan tujuan tertentu dan rencana tindakan, dan cara untuk membentuk pengembangan perilaku kebiasaan yang baru. 9. Laporan Hasil Ringkasan Pengukuran Kinerja 360° Feedback Hasil pengukuran kinerja 360° feedback dipresentasikan pada appraisees. b. Proses Secara keseluruhan, proses sebaiknya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran appraisees terhadap persepsi lain dan meningkatkan komitmen untuk memperbaiki area target. Hal ini berarti appraisees harus dilatih mengenai bagaimana membagi dan membahas hasil pengukuran kinerja 360° feedback dengan appraiser-nya. Ada 10 komponen utama dalam proses yaitu: 1. Pengukuran Diri Sendiri Dilakukan untuk alasan pengembangan, kemampuan untuk menerima feedback negatif dari orang lain, dan motivasi untuk memperbaiki diri. 2. Reaksi Terhadap Feedback yang Diharapkan dan Tidak Diharapkan 3. Pengarahan untuk Perbaikan Pengukuran kinerja 360° feedback memberikan kesempatan bagi appraisees untuk berbagi rasa dan berdiskusi mengenai rencana mereka untuk memperbaiki diri. 4. Pentargetan Area Perbaikan Sementara Appraisees dan appraisers perlu bertemu untuk mencari tambahan informasi yang dapat membantu appraisees menentukan tujuan yang lebih spesifik. 5. Mengembangkan Rencana Tindakan Pengembangan rencana tindakan perlu dilakukan dua kali yaitu pada saat appraisee meninjau hasil pengukuran kinerja 360° feedback dengan supervisor dan setelah appraiser membagi hasil dengan appraisee. 6. Pengembalian Laporan Hasil Ringkasan Kepada Appraisers Organisasi perlu menentukan proses terstruktur untuk memberi kebebasan komunikasi bagi appraiseers untuk menyampaikan hasil pengukuran kepada appraisee. 7. Penentuan Tujuan Spesifik Perbaikan dan rencana Tindakan Kegagalan untuk menentukan tujuan spesifik dalam pengukuran kinerja 360° feedback menyebabkan perilaku kerja appraisees menjadi kurang baik. 8. Pertanggungjawaban atas Perbaikan Kinerja Hal ini perlu dilakukan untuk menjamin appraisees bersedia untuk memperbaiki diri. c. Output Proses pengukuran kinerja 360° feedback memberi beberapa hasil positif yaitu : 1. Meningkatkan kesadaran individu terhadap harapan appraiser melalui proses komunikasi. 2. Perbaikan perilaku appraisee dalam bekerja sehubungan dengan adanya pelatihan dan pengarahan. 3. Mengurangi hal-hal yang tidak dapat dibicarakan, khususnya tentang perilaku yang tidak diharapkan dari appraisers. 4. Peningkatan dalam peninjauan kinerja 360° feedback secara informal melalui feedback yang dihasilkan. 5. Peningkatan dalam management training melalui keterbukaan informasi dan belajar dari kesalahan.

3.4.2. Tahapan Pelaksanaan Pengukuran Kinerja 360° Feedback

Adapun tahapan pelaksanaan pengukuran kinerja dengan sistem pengukuran 360° feedback adalah sebagai berikut Richard Lepsinger Anntoniette D. Luci : 1998 : 1. Mengembangkan kuesioner Kuesioner yang digunakan untuk sistem pengukuran kinerja 360° feedback memuat pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan sistem skala 1 s.d. 5. Item dalam kuesioner ini dikembangkan untuk mengukur dimensi yang berbeda dari job performance misalnya: komunikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan, inisiatif, dll.. Dalam kuesioner juga terdapat satu atau lebih pertanyaan terbuka untuk mendapatkan umpan balik secara tertulis. 2. Memastikan kepercayaan dari para partisipan Langkah-langkah harus diambil untuk memastikan kepercayaan terhadap hasil umpan balik yang didapatkan. Contohnya, umpan balik pengukuran dari berbagai bawahan dapat dikombinasikan untuk menutupi identitas dari si pemberi jawaban. Kepercayaan ini diharapkan akan menolong untuk memastikan bahwa hasil yang dicapai akan tetap apa adanya. 3. Pengawasan umpan balik dari kuesioner Distribusikan kuesioner dengan mencantumkan instruksi sehiingga mencegah kesalah pahaman. 4. Analisis data Analisis data akan meliputi pengukuran rata-rata. Semakin rumit analisis maka meliputi analisis jawaban dan faktor analisis. Jenis analisis meliputi ringkasan dimensi kerja, ringkasan kerja vs kinerja yang diharapkan, pengukuran kinerja individual, group organizational ranking, rekomendasi untuk pengembangan, dll. Analisis data dapat juga mencakup kelebihan dan kekurangan dari kelompok dan organisasi. Hal ini dapat digunakan untuk mendukung pelatihan dan pengembangan organisasi. 5. Mengembangkan dan mendistribusikan hasil Hasil umpan balik seharusnya dibicarakan dengan karyawan. Hal ini merupakan salah satu bagian dari pembahasan kinerja dengan karyawan. Kebanyakan hasil yang diberikan kepada karyawan meliputi perbandingan antara pengukuran diri sendiri, pengukuran dari atasan dan rata-rata pengukuran dari pihak lain customers, rekan kerja, dll..

3.5. Analytical Hierarchy Process AHP

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat Kastowo, Banu. 2008.

3.5.1. Tahapan Analytical Hierarchy Process AHP

Dalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani, 1998 : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya. 2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria jika mungkin diperlukan. 3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah pengukuran seluruhnya sebanyak n x [n-12] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masingmasing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 .

3.6. Uji Validitas

4 Validitas menunjukkan sejauh mana skornilaiukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran pengamatan yang ingin diukur Agung, 1990. Validitas pada umumnya dipermasalahkan berkaitan dengan hasil pengukuran psikologis atau non fisik. Berkaitan dengan karakteristik psikologis, hasil pengukuran yang diperoleh sebenarnya diharapkan dapat menggambarkan atau memberikan skornilai suatu karakteristik lain yang menjadi perhatian utama. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel item dengan skor total variabel. Dimana : r = koefisien korelasi X = skor tiap pertanyaanitem Y = skor total N = jumlah responden 4 Sukaria Sinulingga. 2011. Metode Penelitian. Medan : Usu Press

3.7. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan Singarimbun, 1989. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relatif konsisten dari waktu ke waktu. Koefisien Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas intrumen yang pertanyaan-pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu. Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien Alpha Cronbach adalah sebagai berikut. Dimana : r = Koefisien Alpha Cronbach k = jumlah pertanyaan ∑σ b 2 = jumlah varians pertanyaan σ t 2 = varians total

3.8. Mengubah Data Ordinal ke Data Interval dengan Metode Suksesif

Interval MSI 5

3.8.1. Perhitungan MSI

Metode suksesif interval merupakan proses mengubah data ordinal menjadi data interval. Data ordinal adalah data kualitatif atau bukan angka sebenarnya. 5 Al Rasyid, H, 1994, Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala, Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung. 1. Angka 1 mewakili “sangat tidak setuju” 2. Angka 2 mewakili “ tidak setuju” 3. Angka 3 mewakili “netral” 4. Angka 4 mewakili “setuju” 5. Angka 5 mewakili “sangat setuju” Dalam banyak prosedur statistik seperti regresi, korelasi Pearson, uji t dan lain sebagainya mengharuskan data berskala interval. Oleh karena itu, jika kita hanya mempunyai data berskala ordinal, maka data tersebut harus diubah kedalam bentuk interval untuk memenuhi persyaratan prosedur-prosedur tersebut. Kecuali jika kita menggunakan prosedur, seperti korelasi Spearman yang mengujinkan data berskala ordinal, maka kita tidak perlu mengubah data yang sudah ada tersebut. Berikut adalah langkah-langkah mengubah data ordinal ke data interval : 1. Menghitung frekuensi setiap skala ordinal yaitu angka 1 s.d. angka 5 yang menunjukkan banyaknya tanggapan responden dalam memilih skala tersebut. 2. Menghitung proporsi P yaitu dengan membagikan setiap frekuensi dengan jumlah seluruh data ordinal. 3. Menghitung proporsi komulatif PK yaitu dengan menjumlahkan proporsi secara berurutan untuk setiap nilai. 4. Mencari nilai Z yaitu nilai yang diperoleh dari tabel distribusi normal baku critical value of Z dengan asumsi bahwa proporsi komulatif berdistribusi normal. 5. Menghitung densitas F z yang dihitung dengan menggunakan rumus : 6. Menghitung scale value SV dengan rumus : 7. Menghitung nilai penskalaan yang dihitung dengan mengubah nilai Sv terkecil diubah menjadi sama dengan 1, kemudian data berikutnya ditambahkan dengan jumlah skala terkecil dan nilai mutlak Sv terkecil. Contoh : Sv terkecil adalah -1,8629 Nilai 1 diperoleh dari : -1,8629 + X = 1, maka X = 1 + 1,8629 X = 2,8629 Sehingga , data interval pertama = -1,8629 + 2,8629 = 1 data interval kedua = Sv ke-2 + 2,8629, dan seterusnya. 3.8.2. Akibat-Akibat Kalau Bukan Data Interval Digunakan Dalam Prosedur yang Mengharuskan Adanya Data Interval Penggunaan data ordinal atau nominal dalam prosedur yang mengharuskan data berskala interval akan mengecilkan koefesien korelasi. Akibatnya model yang dibuat peneliti salah dan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diharuskan dalam model fit. Hal ini dapat dipahami dalam konteks regresi linier. Salah satu cara melihat kelayakan model regresi ialah dengan cara melihat nilai r² dalam regresi. Semakin mendekati 1 nilai r² maka kesesuaian model semakin tingi sebaliknya nilai r² semakin rendah kecocokan model makin rendah. Nilai r² merupakan nilai koefesien korelasi Pearson yang dikuadratkan. Oleh karena itu, jika koefesien korelasi kecil maka nilai r² juga akan kecil. Kesimpulannya dengan menggunakan data ordinal atau nominal akan berakibat model yang dibuat oleh peneliti tidak layak atau salah. Itulah sebabnya jika data ordinal yang digunakan maka sebelum di digunakan dalam prosedur yang mengharuskan data berskala interval, maka data harus diubah ke dalam bentuk data interval dengan menggunakan method of successive interval MSI. Salah satu keuntungan mengubah data ini ialah hasil analisis yang menggunakan prosedur-prosedur yang mengharuskan penggunaan data berskala interval akan menjadi signifikan. Pelanggaran terhadap masalah ini akan berdampak pada: 1. Pelanggaran asumsi yang mendasari prosedur yang kita pergunakan 2. Hasil analisis tidak signifikan 3. Kita dapat melakukan kesalahan Tipe I Alpha, yaitu gagal menerima H0 karena hasil analisis yang kita lakukan mengatakan ada perbedaan atau ada pengaruh sedang sebenarnya tidak ada karena kita keliru menggunakan data yang sesuai dengan persyaratan prosedur tersebut. 4. Kesimpulan yang kita buat dalam pengujian hipotesis dapat terbalik atau keliru.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian membahas tentang sistematika dan tahapan-tahapan penelitian yang akan dilakukan sebelum pembahasan dan pemecahan masalah. Metodologi penelitian dibuat dengan maksud agar pelaksanaan penelitian menjadi lebih tersusun dan terarah dengan baik.

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian dikembangkan secara integrasi antara peneliti dan manajemen perusahaan dalam menentukan variable-variabel yang digunakan dalam penilaian kinerja karyawan. Kemudian peneliti dan manajemen perusahaan terkait bersama-sama menentukan rumusan masalah, mendesain proses penelitian, serta melaksanakannya.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT Sinar Sosro Cabang Deli Serdang yang berlokasi di jalan Tanjung Morawa km 14,5 , Deli Serdang yang bergerak di bidang pembuatan minuman ringan dalam botol dan kemasan. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2014 hingga Mei 2014.