Panen dan Pascapanen tebu Penelitian Mengenai Efisiensi Tataniaga Tanaman Perkebunan

15

2.5. Panen dan Pascapanen tebu

Panen tebu dilakukan pada tingkat kemasakan optimum, yaitu pada saat tebu dalam kondisi mengandung gula tertinggi. Umur panen tanaman tebu berbeda-beda tergantung jenis tebu. Varietas genjah masak optimal pada umur lebih dari 12 bulan, varietas sedang masak optimal pada umur 12-14 bulan,dan varietas dalam masak optimal pada umur lebih dari 14 bulan. Panen dilakukan pada bulan Agustus saat rendemen maksimal dicapai. Tanaman tebu yang telah memasuki umur cukup untuk panen kemudian dilakukan tebang angkut. Kegiatan tebang angkut harus tepat karena penanganan yang tidak tepat dapat menimbulkan kerugian cukup besar. Panen tebu dilakukan dengan menebang batang-batang tebu yang sehat, mengumpulkan dan mengangkut ke pabrik gula untuk digiling. Penebangan dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis atau tenaga mesin. Penebangan tebu secara manual dilakukan dengan caramembongkar guludan tebu dan mencabut batang- batang tebu secara utuh kemudian dibersihkan dari akar, pucuk, daun kering, dan kotoran lainnya. Tebangan yang baik harus memenuhi standar kebersihan tertentu yaitu kotoran tidak lebih dari 5. Hasil utama pengolahan tebu adalah gula pasir yang diproduksi sesuai dengan proses pengolahan tertentu untuk memperoleh mutu yang dikehendaki dan memenuhi standar pasar. Produk utama yang dihasilkan berupa gula kristal putih yang dikenal pasar dengan sebutan SHS Superieure Hoofd Suiker. Selain gula kristal pengolahan tebu juga menghasilkan tetes mosale yang digunakan sebagai bahan baku pabrik alkohol atau spiritus dan MSG didalam negeri atau ekspor. Limbah pengolahan tebu dapat dimanfaatkan. Blotong atau filtercake dapat dimanfaatkan untuk pupuk dan sebagian lain perlu penangan khusus agar tidak mencemarkan lingkungan.

2.6. Penelitian Mengenai Efisiensi Tataniaga Tanaman Perkebunan

Kertawati 2008 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole” studi kasus : Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitaif. Hasil penelitiannya mengenai sistem 16 tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial dibagi menjadi empat saluran yaitu: Saluran Pemasaran I. Petani – BandarSupplier – Pabrik Rokok PT Sampoerna dan PT Djarum. Saluran Pemasaran II. Petani – Pedagang Pengumpul – bandarsupplier - Pabrik Rokok PT Sampoerna dan PT Djarum. Saluran Pemasaran III. Petani – pedagang pengumpul – pabrik guntingan – pedagang pengecer luar daerah. Saluran Pemasaran IV. Petani – pedagang pengecer – konsumen akhir. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran I, hal ini dapat dilihat berdasarkan volume penjualan tembakau mole yang paling besar, merupakan saluran yang paling sering digunakan oleh petani, mempunyai marjin dan farmer’s share yang besar dan memiliki pola saluran tataniaga yang pendek. Hutzi 2009 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Teh Perkebunan Rakyat” studi kasus : Perkebunan Teh Rakyat, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitaif. Hasil penelitiannya mengenai saluran pemasaran teh di Kecamatan Sukanagara terbagi menjadi tiga saluran pemasaran yaitu : Saluran Pemasaran I. Petani – Tempat Pengumpulan Hasil TPH – pabrik pengolahan. Saluran Pemasaran II. Petani – pabrik pengolahan. Saluran Pemasaran III. Petani – pedagang pengumpul tengkulak – pabrik pengolahan. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran II karena farmer’s share dan marjin yang besar dan jalur pemasarannya lebih pendek. Petani lebih banyak menggunakan saluran pemasaran III karena adanya ikatan utang piutang dengan tengkulak berupa pinjaman seperti biaya rumah tangga dan bahan input. Maimun 2009 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani, Nilai Tambah dan Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik Aceh Tengah” studi kasus : pengolahan bubuk kopi ulee kareng di Banda Aceh. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitaif. Hasil penelitiannya mengenai saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik memiliki satu saluran pemasaran yaitu petani – 17 pedagang pengumpul desa – pedagang pengumpul kota besar – industri bubuk kopi ulee kareng. Saluran pemasaran yang lebih efisien adalah saluran pemasaran kopi arabika non organik karena memiliki marjin dan farmer’s share yang besar. Perbedaan marjin dan farmer’s share diantara kopi arabika organik dan non organik kecil sehingga marjin dan farmer’s share harus lebih ditingkatkan. Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu meningkatkan kualitas produknya. Persamaan penelitian Kertawati 2008 , Hutzi 2009 dan Maimun 2009 adalah menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitaif. Analisis secara kualitatif dilakukan untuk melihat saluran dan lembaga pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar serta permasalahan- permasalahan yang terjadi di lokasi penelitian. Analisis secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui keadaan marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah komoditi yang diteliti dan lokasi penelitian. Penelitian ini akan meneliti komoditi tebu di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang.

2.7. Penelitian Mengenai Komoditas Tebu