Bahan dan Metode PENGEMBANGAN MODEL REGRESI POHON TANAH-LANSKAP
                                                                                Sementara itu, intensitas  curah hujan diwakili oleh zone agroklimat   yang diturunkan dari Peta Agroklimat Pulau Jawa skala 1:2 500 000 Oldeman 1975.
Pulau Jawa dikelompokan menjadi 8 zone berdasarkan jumlah bulan basah bulan dengan curah hujan 200 mm atau lebih dan bulan kering bulan mempunyai
curah hujan 100 mm atau kurang. Zone A mempunyai 10 bulan basah BB atau lebih; B1 and B2 mempunyai 7, 8, atau 9; C2 dan C3 mempunyai 5 atau 6 BB; D2
dan  D3  mempunyai  3  atau  4  BB,  dan E mempunyai 1 atau  2  BB.  Kovariat ini digunakan untuk mengkarakterisasi air yang diperlukan untuk pencucian.
Umur lahan LA dan bahan induk PM diturunkan dari peta geologi skala 1:100  000.  Tabel  4-2  menyajikan pembagian waktu geologi sebagai dasar
penentuan umur lahan. Berdasarkan umur lahan, Pulau  Jawa  dibedakan atas  18 epoh mulai dari Eosen atas 54 juta tahun lalu hingga Holosen 5 ribu tahun lalu.
Tabel  4-3  menyajikan kode untuk menjelaskan umur lahan di Pulau Jawa. Kovariat ini penting untuk memahami berapa lama lahan telah mengalami
pelapukan.
Tabel 4-2  Pembagian waktu geologi untuk menentukan umur lahan
Era Periode
Epoh Awal Interval juta tahun lalu
A B
Cenozoik Quarter
Holosen 0.005
0.010 Pleistosen
2 2
Tersier Pliosen
7 Miosen
26 Oligosen
38 Eosen
54 Paleosen
65 65
Mesozoik Cretaceus
136 145
Jurassik 190
208 Triassik
225 250
Paleozoik Permian
280 290
Carbonifereus 345
360 Devonian
395 408
Silurian 430
440 Ordovisian
500 510
Cambrian 570
570 Precambrian
5.000
A=menurut Brewer 1979; B=menurut Dott dan Pathero 1994, dalam Buol et al. 1997
Tabel  4-3  Kode umur lahan, posisi lereng SP, dan posisi lanskap  LP    yang digunakan dalam pemodelan
Kode Umur lahan LA
Kode  Posisi Slope SP Kode  Posisi lanskap LP
1  Holosen 1  Ridge
9  Peak 2  Lower Miosen
2  Upper slope 7  Ridge
3  Lower Pleistosen 3  Middle slope
2  Convex hill-slope 4  Lower Pliosen
4  Flat slope 1  Saddle
5  Middle Miosen 5  Lower slope
0  Plan hill-slope 6  Miosen
6  Valley -2  Concave hill-slope
7  Miocene-Pliosen -7  Channel
8  Pleistosen -9  pit
9  Plio-Pleistosen 10  Pliosen
11  Upper Eosen 12  Upper Miosen
13  Upper Oligosen 14  Upper Pleistosen
15  Upper Pliosen 17  Oligo-Miosen
18  Oligo-Miosen
Catatan: kode tidak berhubungan dengan urutan waktu, muncul dari perangkat lunak
Sementara itu, bahan induk PM dibedakan ke dalam 10 kelas Marsoedi et al.  1997  meliputi  aluvial,  batuan sedimen, dan bahan volkan.  Tabel  4-4
menyajikan pengelompokan bahan induk yang digunakan dalam penelitian ini. Semua layer diregistrasi menggunakan sistem referensi UTM dan
dikonversi ke format data raster dengan ukuran grid 90  m x 90  m. Dengan demikian, satu nilai mewakili areal 8 100 m
2
.
4.2.2  Pembuatan model Dari 301 dataset tersebut, sebanyak 224 digunakan sebagai training dataset
untuk membuat model dan sisanya sebanyak 77 dataset, digunakan sebagai testing dataset untuk menguji model. Semua tahapan pemodelan dibantu oleh perangkat
lunak statistik JMP 9 SAS Institute Inc. 2010. Empat kombinasi kovariat dieksplorasi dalam pemodelan ini untuk
menaksir suatu sifat tanah S, yaitu:
Model 1: S=fAZ, EB, PM, SP, LA + e
Model 2: S=fAZ, EB, PM,  LP, LA + e
Model 3: S=fAZ, Elev, PM, SG, LA + e
Model 4: S=fAZ, Elev, PM, MRVBF, LA + e
dimana:  AZ=zone agroklimat, EB=ecoregion belt, PM=bahan induk, SP=posisi lereng menurut Jennis 1996, LA= umur lahan, LP=posisi lanskap dari SAGA
GIS, SG=kemiringan lereng, MRVBF=indeks multiresolusi dari kerataan lembah, dan e=galat.
Keempat model umum tersebut merupakan model konsep untuk memahami faktor yang paling penting dalam mengendalikan keragaman dan sebaran suatu
sifat tanah. Contohnya, dalam Model 1, sifat tanah S dijelaskan oleh kombinasi zone agroklimat AZ,  ecoregion belt  EB,  posisi lereng  SP,  dan  umur lahan
LA. Validasi silang digunakan untuk memperoleh jumlah simpul optimal dalam pohon keputusan.
Tabel 4-4  Pengelompokan bahan induk dalam penelitian ini
Grup Kadar SiO
Kode
2
Jenis batuan Plutonic
Felsic PF
Granite, quartz granite porphyry, pegmatite Intermediate
PI Syenite, tonalite, granodiorite, diorite
Mafic PM
Gabbro, dolerite diabase, norite Ultramafic
PU Serpentinite, peridotite, pyroxenite, amfibolite
Volcanic Felsic
VF Rhyolite, liparite, dacite, pumice, obsidian
Intermediate VI
Andesite, tephrite, leucite Mafic
VM Basalt
Sedimentary Fine Felsic
SFF Claystone, mudstone, siltstone, diatomite, shale
Coarse felsic SCF
Sandstone, conglomerate, calcareous snadstone Hard calcareous
SHC Limestone, coral limestone, limestone breccias
Soft calcareous SSC
Marl, calcareous clay, chalk, calcareous tuff Metamorfic
Cristaline schist MCC  Schist, slate, phylite, hornfels, quartzite
Calcareous MC
Marble Gneissic
MG Gneiss, amphibolites
Hydrothermal MH
Zeolite Alluvium
Coarse AC
Stone, gravel, sand, silt Fine
AF Clay
Marine Coarse
MC Sand
Fine MF
Clay Organic
O Wood, mossfern, sedimentary peat
Sumber:  Marsoedi et al. 1997
Untuk mengkuantifikasi arti penting suatu kovariat sebagai peubah pemisah, nilai logworth SAS Institute Inc. 2010
dihitung menggunakan rumus berikut: LogWorth = -log
10
p dimana:  nilai  p-value  adalah taraf nyata dari model yang dihitung
mempertimbangkan jumlah cara memisahkan data yang terjadi. Kovariat dengan logworth lebih tinggi adalah peubah pemisah untuk simpul tersebut.
-value
4.2.3  Pengujian model Pada tahapan validasi model, model  digunakan untuk menaksir sifat tanah
dari  testing dataset. Berdasarkan nilai hasil taksiran dan nilai sebenarnya kemudian dihitung mean  absolute  error  MAE dan  mean of observed and
predicted ratio MPOR menggunakan rumus seperti berikut:
n Yoi
Ypi MAE
n
∑
− =
1
| |
n Yoi
Ypi MPOR
n 1
∑
=
dimana:  Yoi  adalah nilai pengamatan sifat tanah contoh ke-i,  Ypi  adalah nilai taksiran sifat tanah contoh ke-i,  dan n=jumlah contoh untuk validasi.
Model mempunyai daya taksir  tinggi apabila nilai MAE mendekati 0 atau nilai POR mendekati 1. Nilai MAE digunakan untuk membandingkan daya taksir
suatu sifat tanah yang sama pada kedalaman yang berbeda. Sementara itu, nilai MPOR akan digunakan untuk membandingkan daya taksir  model  setiap  sifat
tanah. Untuk keperluan interpretasi dan memperhatikan akurasi pemetaan dari
teknik pemetaan tanah konvensional  dan dijital seperti diuraikan sebelumnya, daya  taksir  model diharkatkan berdasarkan nilai MPOR. Daya taksir  model
dibedakan atas daya taksir buruk dan daya taksir baik. Model dengan daya taksir yang baik kemudian dibedakan lagi atas:
Daya taksir tinggi    :  nilai taksiran kurang 15 di atas atau di  bawah nilai sebenarnya, ekuivalen dengan 0.85MPOR
1.15. Daya taksir sedang :  nilai taksiran 15-25 di atas atau di bawah nilai
sebenarnya, ekuivalen dengan 1.15 ≤MPOR1.25
atau 0.75MPOR ≤0.85.
Daya taksir rendah :  nilai taksiran 25-40 di atas atau di bawah nilai sebenarnya, ekuivalen dengan 1.25
≤MPOR≤1.40 atau 0.60
≤MPOR≤ 0.75. Sementara itu, model berdaya taksir buruk jika nilai taksiran berada lebih
dari 40 di atas atau di bawah nilai sebenarnya, yang ekuivalen dengan nilai MPOR lebih dari 1.40 atau kurang dari 0.60.