Kerangka Kerja Umum Pemetaan Tanah Dijital Berdasarkan Data Tanah Warisan

pemodelan yang digunakan adalah stepwise regression dan tree regression dengan resolusi DEM 90 m x 90 m. Tabel 7-4 menunjukan sifat-sifat tanah yang telah ditaksir, teknik pemodelan dan resolusi DEM yang telah digunakan. Tabel 7-4 Jenis sifat tanah, penaksir yang digunakan, teknik pemodelan dan resolusi DEM untuk pemetaan tanah dijital Sifat tanah Daftar penaksir yang digunakan Resolusi DEM Teknik Pemodelan Ref Soil depth Elevation Slope Aspect Specific catchment area Flow direction Terrain Wetness Index Dispersal area Stream power index Erosion index Catchment area Upslope Curvature Contributing area Plan curvature Geology map Climate data Landsat TM Gamma radiometric data 10 20 25 50 RT GLM DA LR LR 23 54 59 20 Thickness of A horizon Elevation Slope Curvature Wetness Index Aspect Plan curvature Landsat TM Geology map 10 15 20 30 50 DA LiR FL 38 15 44 20 Clay content Slope Relief Distance from upstream Elevation Curvature Wetness Index Slope position Air photos Climate data 2 100 500 1000 OT GLM LiR GAM NN Kr 43 45 19 Sand content Slope Wetness Index 15 LiR 15 CEC Aspect Slope Upslope area Relief Curvature Elevation Terrain wetness index Slope position Landform Aeril photography Landsat TM 1 5 10 100 200 500 OT GLM GAM RT NN Kr LiR 43 19 60 63 pH Slope Relief Wetness Index Slope position Landform 15 100 OT GLM 43 15 OM content Slope Wetness Index Distance from upstream Flow direction flow accumulation Profile curvature Plane curvature Climate 2 4 6 8 10 15 1000 LiR 15 45 58 RT=regression tree; GLM=generalized linear model; DA= discriminant analysis; LiR=linear regression; CT=classification tree, LoR=logistic regression; DT=decicion tree; BM=bayesion modeling; PCA=principal component analyss, FZ=Fuzzy logic, OT=ordonation techniques; GAM=generalized additive model; NN=neural network; Kr=Kriging; kode literatur di sumber data Keterangan Dimodifikasi dari Bishop dan Minasny 2006 Evaluasi daya taksir model dalam penelitian ini menggunakan teknik validasi silang. Ini berarti bahwa data penguji dipilih secara acak dari dataset yang tersedia. Pada penelitian ini sebanyak 25 dataset dipilih secara acak sebagai testing dataset. Sementara itu, evaluasi daya transfer model menggunakan data penguji yang diambil langsung dari lapangan dan atau dikombinasikan dengan data yang tersedia. Perbedaan antara kedua data penguji tersebut adalah data untuk evaluasi daya taksir diperoleh dari dalam lokasi pembuatan model, sedangkan data untuk evaluasi daya transfer model dipilih dari luar lokasi pembuatan model. Penelitian ini telah dibangun berdasarkan kerangka pikir seperti disajikan pada Gambar 1-1. Beberapa peneliti juga telah mengusulkan kerangka-kerangka kerja pemetaan tanah dijital. Dobos et al. 2006 mengembangkan rangka kerja pemetaan tanah dijital yang dihubungkan dengan pembuatan keputusan kebijakan pengelolaan lahan Gambar 7-1. Kerangka kerja ini dibuat untuk Uni Eropa atau skala sub-benua. Pengamatan tanah dan data penunjang merupakan bahan masukan bagi sistem inferensi spasial tanah SIST. Ini merupakan istilah umum yang menunjukan hubungan antara sifat tanah dan lanskap. Istilah spasial mengacu pada komponen lanskap dari model ini. Yang ditaksir atau sebagai respon dari model ini adalah sifat tanah dan kelas tanah. Model tanah-lanskap yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bagian dari SIST dimana responnya adalah sifat tanah. Sistem inferensi tanahskap SIT merupakan aplikasi dari model tanah- lanskap dalam menaksir fungsi tanah dan ancaman terhadap tanah. Contoh dari SIT ini adalah model tanaman, dimana parameter produksi tanaman ditaksir salah satunya oleh sifat tanah. Contoh lainnya adalah model USLE untuk menduga erosi, dimana komponen USLE perlu masukan sifat tanah. Jadi, sifat tanah untuk keperluan SIT ini diturunkan dari model tanah-lanskap. Sumber: Dobos et al. 2006 Gambar 7-1 Kerangka kerja pemetaan tanah dijital untuk pengujian skenario pengelolaan dan penilaian bahaya lingkungan Hasil aplikasi SIT ini merupakan bahan masukan bagi formulasi berbagai kebijakan pengelolaan lahan. Contohnya adalah dampak perubahan penggunaan lahan jika skenario pengelolaan lahan dirubah. Skenario yang dipilih adalah skenario yang mengkompromikan keuntungan masyarakat yang tinggi dan bahaya lingkungan yang rendah. MacMillan 2008 mengusulkan kerangka kerja yang menekankan pada proses produksi peta tanah akhir Gambar 7-2. Ini mirip dengan rangka yang dikembangkan dalam penelitian ini, dimana keduanya tidak mendefinisikan aplikasi model-tanah lanskap secara jelas. Sumber: MacMillan 2008 Gambar 7-2 Kerangka kerja pemetaan tanah dijital untuk produksi peta tanah Kerangka kerja dari MacMillan 2008 dimulai dengan konseptualisasi respon sifat tanah yang akan ditaksir sebagai dasar bagi pengumpulan dan penyediaan data input. Selanjutnya, model tanah-lanskap dikembangkan dengan berbagai teknik. Akhirnya, model diterapkan untuk menaksir sifat tanah dan akurasi dari taksiran tersebut dievaluasi. MacMillan 2008 memang merancang kerangka kerja ini untuk kajian pada skala detil dengan luasan yang sempit dan resolusi DEM 10 m x 10 m atau lebih kecil. Selain itu, kerangka kerja ini tidak berdasarkan data warisan, tetapi data yang langsung diambil dari lapangan. Sebaliknya, kerangka kerja yang dikembangkan pada penelitian ini bekerja pada skala daerah aliran sungai dan memanfaatkan data tanah warisan yang telah tersedia. Produk dari pemetaan tanah dijital digital soil mappingDSM dianggap oleh berbagai kalangan sebagai produk antara, sedangkan produk akhir dari kegiatan ini ditentukan oleh tujuan dari proyek. Dengan demikian, tujuan pemetaan tanah dijital tidak hanya menghasilkan peta tanah tetapi juga bagaimana peta yang dihasilkan itu bisa cocok dengan keperluan bagi pemodelan lingkungan. Carre et al. 2007 mengusulkan kerangka kerja digital soil assesment DSA dimana produk DSM merupakan input bagi DSA. Baik DSM maupun DSA merupakan bagian tidak terpisahkan dari Digital Risk Soil Assesment DRSA, seperti dilustrasikan pada Gambar 7-3.

7.4 Memposisikan Pemetaan Tanah Dijital

Penelitian ini menerapkan teknik pemetaan tanah dijital di wilayah tropika, padahal teknik ini dikembangkan dari lanskap temperat dan subtropis. Pemetaan dijital secara formal telah dimulai sejak 2007 dengan terbitnya buku teks pertama, yaitu Digital Soil Mapping: an Introductory Perspective Lagacherie et al. 2007. Buku ini merangkum berbagai artikel yang disajikan di workshop digital soil mapping DSM pertama di Perancis. Selanjutnya beberapa buku diterbitkan yang biasanya merangkum berbagai artikel yang disampaikan dalam workshop DSM. Workshop DSM sendiri dilakukan setiap dua tahun, dengan topik-topik yang terus berkembang. Pada tahun 2012 workshop ke-5 dilaksanakan di Sydney, Australia. Teknik alternatif penyediaan data tanah yang lebih kuantitatif dan dinamis memang menjadi perhatian banyak kalangan baik di institusi pendidikan maupun lembaga-lembaga penelitian. Hal ini didorong oleh beberapa hal, yaitu: i teknologi penyediaan data tanah menggunakan teknik pemetaan saat ini relatif lama dan mahal, dan ii data dan informasi yang disajikan dalam teknik konvensional tidak bisa terverifikasi kebenarannya. Beberapa lembaga di Australia, Brazil, Belanda, China, Colombia, Canada, Czech Republic, Italy, Jerman, UK, USA, Perancis , dan Swiss mulai mengadopsi dan mengembangkan teknik untuk menjawab permasalahan sumberdaya lahan di daerahnya mnasing-masing. Di ITC Enschede, para surveyor dan pemeta tanah termasuk para pakar pemetaan tanah saat ini tidak ketinggalan menyesuaikan tekniknya dengan perkembangan zaman. Di International Union of Soil Science IUSS ada kelompok DSM yang memantau dan mengembangkan teknik ini untuk berbagai aplikasi. Semua itu terekam dalam banyak artikel dan publikasi. Berbagai teknik telah diujikan dalam kondisi agroekologi dan ekosistem yang berbeda. Namun demikian, debat masih terjadi yang mempertentangkan antara teknik ini dengan pemetaan tanah konvensional khususnya di Indonesia. Penyebab utama dari debat ini adalah ketinggalan informasi tentang filosofis dan konsep pemetaan ini, yang menyebabkan para ahli memahami pendekatan ini secara parsial. Sebaliknya, jika konsep ini dipahami, para peneliti tanah akan melihat bahwa pendekatan baru ini adalah sebagai pelengkap dari teknologi pemetaan yang ada. Beberapa hal yang diperdebatkan selama ini adalah i batas satuan peta dan tampilan peta, ii nilai tunggal versus nilai komposit, dan iii skala versus resolusi. 7.4.1 Batas satuan peta dan tampilan peta Pada pemetaan dijital saat ini, tampilan peta akhir belum menjadi prioritas utama penelitian. Sebaliknya, pengkajian banyak diarahkan pada seleksi kovariat penaksir, pengembangan teknik ekstraksi data, pengembangan teknik sampling dan validasi serta pengembangan aneka model. Teknik-teknik dan alat-alat untuk