Sebaran statistik kovariat yang mewakili terain

Tabel 2-3 Deskripsi singkat kovariat yang merepresentasikan kondisi topografi No Kode Deskripsi singkat Acuan A. Parameterisasi ketinggian tempat 1 ZC Ketinggian di atas saluran Altitude above channel merupakan ketinggian di atas saluran drainase, seperti anak sungai dengan satuan meter. 1 2 Elev Ketinggian tempat di atas permukaan laut elevasi dengan satuan meter. 1 B. Parameterisasi posisi dan elemen lereng 3 TPI Indeks posisi topografi topographic position index merupakan indeks untuk karakterisasi posisi site di lereng. 2 4 MRVBF Indeks kerataan dasar lembah multiresolution index of valley bottom flatness. 3 5 MRRTF Indeks kerataan puncak igir multiresolution index of ridge top flatness. 3 6 KP Profile vertical curvature, menjelaskan mekanisme akumulasi dengan satuan radianm. 1,4 7 KC Contour tangential curvature, menjelaskan mekanisme akumulasi dengan satuan radianm. 1,4 8 CU Curvature, menjelaskan mekanisme akumulasi dengan satuan radianm. 1 C.Parameterisasi sifat aliran dan erosi 9 SP Indeks kekuatan arus stream power merupakan indeks kekuatan arus versi SAGA GIS yang menjelaskan aliran erosi potensial. 1,5 10 FW Flow width adalah panjang kontur efektif yang tegak lurus aliran dengan satuan meter 1,5 11 FPL Flow path length, merupakan total panjang aliran dari semua aliran lereng bagian atas dari site dengan satuan meter. 1,4 12 FA Flow accumulation, merupakan areal planar bukan areal permukaan yang menjelaskan luas areal pengumpul seperti terlihat dari angkasa dengan satuan meter 2 1,5 . Istilah lainnya adalah basin area, upslope area. 13 CI Convergence Index, merupakan indeks yang menunjukan sifat aliran yang menyebar atau menyatu dari suatu sel. 1,5, 6 14 WI SAGA Wetness index merupakan parameter yang menjelaskan kecenderungan suatu sel untuk akumulasi air. 1,5 D.Parameter sifat lereng 15 SL Slope length, merupakan panjang maksimum aliran hingga sel target dimana kemiringan berakhir dengan satuan meter. 1,4 16 SG Slope gradient kemiringan lereng, menjelaskan laju aliran dengan satuan derajat. 1,4 17 LSF Faktor panjang dan kemiringan lereng LS factor. 1 18 AZ Aspek, menjelaskan arah garis aliran dengan satuan derajat. 1,4 E. karakteristik watershed 19 CA Catchment area, menjelaskan besaran aliran dengan satuan meter 2 1,4 . 20 MCA Modified catchment area, merupakan modifikasi SAGA untuk catchment area dengan satuan meter 1 2 21 CS Catchment slope, kemiringan rataan dari lereng bagian atas upslope, indikator kecepatan dan energi aliran dengan satuan derajat 1, 4 1=Olaya 2004, 2=Jennes 2006, 3= Gallant dan Dowling 2003 4=Olaya 2009, 5= Gruber dan Peckham 2009, 6=Olaya dan Conrad 2009 Kovariat yang diturunkan dari DEM ini merupakan parameter dari: i ketinggian tempat yang menentukan kondisi iklim mikro dan energi potensial gravitasi, ii elemen lereng dan posisi lereng yang menjelaskan permukaan geomorfik baik permukaan erosi maupun permukaan deposisi, iii karakteristik aliran dan arus yang mempengaruhi runoff, infiltrasi dan erosi, iv sifat lereng yang mengatur intensitas energi kinetik air dan energi gravitasi, dan v sifat catchment yang menentukan jumlah air yang diterima dan energi gravitasi. Ringkasan statistik kovariat yang mewakili terain disajikan pada Tabel 2-4. Secara umum, tingkat keragaman masing-masing kovariat tergolong tinggi kecuali indeks kebasahan WI yang tergolong sedang dan lebar aliran FW yang tergolong rendah 10. Nilai keragaman yang tinggi ini mengindikasikan bahwa secara umum kovariat tersebut dapat menangkap capture keragaman lokal dengan baik. Tabel 2-4 Ringkasan statistik kovariat untuk menaksir sifat tanah hasil analisis spasial Kode kovariat Jumlah grid Rata- rata median Mini mum Maksi mum Simp. baku CV ZC m dps 301 29.27 10.87 0.00 428.84 55.81 191 WI 301 18.26 18.13 10.28 25.00 4.08 22 TPI 297 1.28 0.00 -39.00 49.00 9.00 705 SP 301 7.77E+03 1.47E+03 8.10E+00 2.24E+05 2.47E+04 319 SL m 301 199.57 90.00 0.00 2194.63 330.34 166 SG deg 301 2.08 0.26 0.00 27.65 4.22 203 MRVBF 301 4.38 4.78 0.00 8.99 2.91 66 MRRTF 301 3.99 3.47 0.00 8.96 3.39 85 LSF 301 28.09 10.21 0.00 248.72 42.08 150 KP radm 301 -3.36E-06 0.00 -3.60E-03 2.36E-03 6.34E-04 18846 KC radm 301 2.95E-05 0.00 -1.90E-03 2.87E-03 5.03E-04 1706 FW m 301 115.01 117.59 90.00 127.28 10.96 10 FPL m 301 998.71 669.60 0.00 11731.50 1131.62 113 FA m 2 301 9.76E+04 5.15E+04 8.10E+03 7.94E+05 1.25E+05 128 Elev m dpl 301 204.96 `108.76 -0.91 1443.19 255.07 124 CU radm 301 2.61E-05 0.00 -4.50E-03 4.73E-03 9.59E-04 3677 CS rad 301 7.93E-02 5.02E-02 1.00E-04 2.29E-01 7.91E-04 105 CI 301 1.84 -0.06 -57.43 76.04 25.96 1412 CA m 2 301 8.11E+05 2.90E+04 1.30E+08 1.30E+08 7.79E+06 960 AZ deg 301 173.42 163.75 3.50 360.00 115.59 67 CV=koefisien keragaman; rendah jika CV 15 , sedang jika 15CV35, dan tinggi jika CV 35 Wilding dan Dress, 1983. lihat Tabel 2-3 untuk penjelasan tentang kode kovariat

2.4 Pembahasan

2.4.1 Dataset versus basisdata dijital yang telah ada Penelitian ini telah melakukan kompilasi data pengamatan profil tanah di Pulau Jawa yang diamati antara tahun 1987 dan 2001 oleh tim BBSDLP dan Tim Faperta IPB. Kompilasi dan entri data profil tanah dilakukan secara manual meskipun basisdata dijital sudah mulai dibangun karena basisdata yang ada ini tidak bisa digunakan untuk tujuan penyiapan dataset. Pada tahun 1990’an, BBSDLP telah mulai membangun sistem basidata tanah dijital melalui kegiatan LREP I untuk seluruh Pulau Sumatera, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan LREP II untuk beberapa daerah prioritas. Namun, basisdata tanah ini tidak dapat membantu untuk kepentingan pemetaan tanah dijital ini secara efisien karena kurangnya perawatan. Karena itu, laporan- laporan survei dan peta-peta yang menyertainya masih merupakan sumberdata yang berharga meskipun masih bersifat manual. Data warisan ini merupakan aset penting yang perlu terus dirawat dan dilestarikan, antara lain melalui pembuatan salinannya dalam bentuk berkas elektronik melalui penyiaman. Rendahnya daya dukung basisdata dijital yang ada juga tidak hanya diamati dalam penelitian ini, tetapi juga di tempat lain. Lagacherie dan McBratney 2007 menyarankan bahwa fungsi basisdata saat ini harus ditingkatkan dimana fungsinya tidak hanya untuk menyimpan data namun juga untuk menghasilkan informasi spasial tanah. Penelitian ini telah menerapkan pendekatan pragmatis dalam penyusunan dataset yang diperuntukan khususnya untuk aplikasi pemetaan tanah dijital. Dataset yang disusun ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan basisdata spasial yang ada, tetapi untuk melengkapi dan memperkaya basisdata spasial yang telah ada. Pendekatan pragmatis ini dapat diterapkan di wilayah-wilayah dengan infrastruktur data yang belum berkembang. 2.4.2 Isu kompilasi dan harmonisasi data Upaya kompilasi dan integrasi pengamatan tanah menjadi suatu dataset ternyata penuh tantangan dan memerlukan waktu yang lama. Tahap yang paling menyita waktu adalah pemasukan entry data profil ini ke dalam spreadsheet. Pada penelitian ini, data yang dimasukan telah disesuaikan dengan keperluan penelitian saja. Beberapa laporan yang didaftar di Tabel 2-1 dikerjakan pada proyek LREP II sehingga data telah tersedia dalam basisdata. Namun, basisdata itu tidak tersimpan dengan baik. Harmonisasi posisi pengamatan tanah ternyata juga tidak mudah karena beberapa lokasi profil tanah hanya menyebutkan lokasi secara deskriptif, seperti “300 m arah utara dari kampung x”. Reposisi ini memang merupakan prasyarat awal untuk penggunaan lanjutan profil tanah. Profil tanah merupakan dasar untuk berbagai keperluan dari mulai pembuatan peta tanah, penilaian site hingga pemantauan sifat tanah. Penelitian ke depan nampaknya perlu diarahkan untuk mengembangkan teknik memposisikan kembali lokasi profil tanah yang lokasinya dinyatakan secara deskriptif pada peta dasar yang baru. Pendekatan administrasi nampaknya memberikan peluang untuk dikembangkan terlebih lagi ada dukungan yang baik dari peta-peta publik, seperti: Google map dan Google Earth. Masalah ketidaksesuaian geodetik dari peta asal merupakan masalah lain yang dihadapi dalam harmonisasi data. Ini dijumpai ketika menurunkan lokasi pengamatan dari peta pengamatan. Peta-peta ini menggunakan sistem referensi yang berbeda; yang satu menggunakan sistem grid LATLON dengan proyeksi geografis, sedangkan lainnya menggunakan sistem UTM. Selain itu, datum yang digunakan juga beragam. Perbedaan ini menyebabkan data sulit untuk disatukan. Reproyeksi ke sistem referensi yang sama dan datum yang sama harus dilakukan untuk memastikan data yang berasal dari sumber yang beragam bisa disatukan. 2.4.3. Fungsi spline sebagai alternatif teknik untuk standarisasi kedalaman Penelitian ini juga menggunakan aplikasi fungsi spline untuk mengetahui sifat tanah pada kisaran kedalaman tertentu. Biasanya nilai rataan terbobot digunakan untuk menghitung sifat kedalaman, namun belum ada perbandingan antara hasil rataan terbobot dengan hasil spline. Sebaliknya fungsi spline dapat digunakan untuk banyak profil tanah 200 profil dan kisaran kedalaman dapat diatur sesuai keperluan tanpa merubah formula. Bishop et al. 1999 menunjukan bahwa hasil spline mendekati nilai sebenarnya. Fungsi spline untuk standarisasi nilai sifat tanah per kelas kedalaman pertama kali diterapkan pada tahun 1972-an Erh, 1972. Kemudian teknik ini