108
yang dicantumkan di dalam label benih.
Secara umum, komponen mutu benis dibedakan menjadi tiga, yaitu
komponen mutu fisik, fisiologis, dan genetik. Sekarang pasar sudah
mendesak dimasukkannya komponen mutu pathologis. Komponen mutu fisik
adalah kondisi fisik benih yang menyangkut warna, bentuk, ukuran,
bobot, tekstur permukaan, tingkat kerusakan fisik, kebersihan, dan
keseragaman. Komponen mutu fisiologis adalah hal yang berkait-an
dengan daya hidup benih jika ditumbuhkan dikecambahkan, baik
pada kondisi yang menguntungkan optimum maupun kurang mengun-
tungkan suboptimum. Komponen mutu genetik adalah hal yang
berkaitan dengan kebenaran dari varietas benih, baik secara fenotip
fisik maupun genetiknya. Adapun mutu pathologis berkaitan dengan ada
tidaknya serangan penyakit pada benih serta tingkat serangan yang
terjadi.
Pada label benih, unsur-unsur mutu benih yang dicantumkannya
meliputi kadar air, komponen benih murni, campuran varietas lain, kotoran
dan daya tumbuh. Hal yang berkaitan dengan ada atau tidaknya dan
besarnya serangan penyakit yang terjadi, di Indonesia, belum
dicantumkan dalam label sertifikat benih.
a. Kriteria benih bermutu
Penggunaan benih bermutu dalam budi daya akan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi karena populasi tanaman yang akan tumbuh
dapat diperkirakan sebelumnya, yaitu dari data label daya berkecambah
dan nilai kemurniannya. Dengan demikian, dapat diperkirakan jumlah
benih yang akan ditanam dan benih sulaman, diperkirakan jumlah benih
yang akan ditanam dan benih sulaman.
Secara fisik, benih bermutu menampakkan ciri-ciri berikut: a.
Benih bersih dan terbebas dari kotoran, seperti potongan tangkai, biji-
bijian lain, debu dan kerikil. b. Benih murni, tidak tercampur dengan
varietas lain. c. Warna benih terang dan tidak kusam. d. Benih mulus,
tidak berbercak, kulit tidak terkelupas. e. Sehat, bernas, tidak keriput,
ukurannya normal dan seragam.
Selain itu, benih dianggap bermutu tinggi jika memiliki daya
tumbuh daya berkecambah lebih dari 80 tergantung jenis dan kelas
benih dan nilai kadar air di bawah 13 tergantung jenis benihnya; benih
kedelai mesti lebih rendah lagi.
b. Kelas benih
Benih merupakan hasil akhir dari proses panjang yang dilakukan oleh
seorang pemulia tanaman dalam merakit sebuah varietas baru. Jika
proses penyebaran varietas baru dari pemulia kepada petani dilakukan
secara langsung maka jumlah benih yang tersedia tidak mencukupi
kebutuhans seluruh petani.
Untuk mengatasi keterbatasan jumlah benih hasil pemuliaan ini,
dibutuhkan kegiatan perbanyakan benih atau produksi benih. Sistem
perbanyakan benih dilakukan secara berjenjang dengan selalu
Di unduh dari : Bukupaket.com
109
mempertahankan identitas genetis dan kualitas benih dari varietas yang
dihasilkan pemulia tanaman. Benih hasil produksi ini kemudian
dikelompokkan kedalam kelas-kelas sesuai dengan tahapan generasi
perbanyakan dan tingkat standar mutunya, melalui suatu prosedur yang
diatur dalam aturan sertifikasi benih. Dari sistem dibagi menjadi empat.
1 Benih penjenis BP = breeder seed: BS
Benih penjenis diproduksi dan diawasi oleh pemulian tanaman dan
atau oleh instansi yang menanganinya Lembaga Penelitian atau Perguruan
Tinggi. Benih ini sebagai sumber untuk perbanyakan benih dasar.
Khusus untuk benih penjenis tidak dilakukan sertifikasi tetapi diberikan
label warna putih.
2 Benih dasar BD = foundation seed FS
Benih dasar merupakan turunan pertama F1 dari benih penjenis.
Benih ini diproduksi dan diawasi secara ketat oleh pemulia tanaman
sehingga kemurnian varietasnya dapat dipertahankan. Benih dasar
diproduksi oleh Balai Benih terutam Balai Benih Induk, BBI dan proses
produksinya diawasi dan disertifikasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi
Benih BPSB. Benih dasar ini diberi label sertifikasi berwarna putih.
3 Benih pokok BP= stock seed, SS
Benih pokok merupakan F1 dari benih dasar atau F2 dari benih
penjenis. Produksi benih pokok tetap mempertahankan identitas dan
kemurnian varietas serta memenuhi standar peraturan perbenihan maupun
sertifikasi oleh BPSB. Benih pokok diproduksi oleh Balai Benih ataui
pihak swasta yang terdaftar dan diberi label sertifikasi berwarna ungu.
4 Benih sebar BR=extension seed ES
Benih sebar merupakan F1 benih pokok. Produksinya te-tap
mempertahankan identitas maupun kemurnian varietas dan memenuhi
standar peraturan perbenihan maupun sertifikasi oleh BPSB. Benih pokok
dan benih sebar umumnya diperbanyak oleh Balai Benih atau
penangkar benih dengan mendapatkan bimbingan,
pengawasan dan sertifikasi dari BPSB. Benih sebar diberi label
sertifikasi berwarna biru.
Untuk benih palawija, selain benih sebar berlabel biru juga terdapat benih
sebar berlabel hijau yang merupakan keturunan dari benih sebar berlabel
biru. Produksi tetap mempertahankan identitas dan tingkat kemurnian
varietas.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan benih bermutu yang terus
meningkat, sementara jumlah benih bermutu yang beredar belum sesuai
dengan yang dibutuhkan maka dimungkinkan untuk diproduksi benih
berlabel merah jambu LMJ.
Di unduh dari : Bukupaket.com
110
Pengadaan benih LMJ tidak melalui proses sertifikasi, tetapi tetap
memenuhi standar laboratorium untuk pelabelan. Selain dengan
pengkelasan benih, upaya pemenuhan kebutuhan benih
bersertifikat juga dilakukan dengan strategi alur perbanyakan benih. Benih
dengan indeks penangkaran tinggi menggunakan strategi perbanyakan
pola alur pernabanyakan tunggal, seperti padi dan jagung. Adapun benih
yang memiliki indeks penangkaran rendah dapat menggunakan
perbanyakan pola alur perbanyakan ganda seperti pada kedelai. Pada
sistem alur perbanyakan benih alur tunggal, tiap kelas benih diperbanyak
untuk menghasilkan kelas benih di bawahnya sehingga F3 dari benih
penjenis adalah kelas benih sebar.
Benih penjenis Breeder seed Benih dasar Foundation seed
Benih pokok Stock seed Benih sebar Extension seed
Petani Benih penjenis Breeder seed
Benih dasar Foundation seed Benih pokok Stock seed
Benih sebar Extension seed Petani
Gambar 4.11. Alur perbanyakan benih sistem polygeneration flow
Di unduh dari : Bukupaket.com
111
Gambar 4.12. Alur perbanyakan benih sistem monogeneration flow – transisi
Adapun pada sistem alur perbanyakan ganda, setiap kelas benih dapat
diperbanyak untuk menghasilkan kelas benih yang sama dengan
maksimal generasi diperbanyak 4 kali. Dengan demikian, F3 dari kelas benih
penjenis bukan benih sebar, melainkan benis penjenis ke-3 yang
dapat dijadikan sebagai bahan perbanyakan kelas benih penjenis ke-
4 atau kelas benih dasar.
Penerapan sistem alur perbanyakan benih selalu
mempertimbangkan aspek volume kebutuhan benih dan indeks
penangkaran benih. Oleh karenanya, penerapan alur generasi ganda tidak
harus sampai generasi ke-4, tetapi dapat hanya sampai generasi ke-3
atau ke-2 bila kebutuhan benih telah tercukupi.
Selain dikenal dua sistem alur perbanyakan benih, sebagai strategi
perbanyakan benih, sistem alur perbanyakan transisi pun dikenal pula
dalam perbanyakan benih kacang- kacangan. Pada sistem alur
perbanyakan ini, benih diperbanyak secara alur generasi tunggal sampai
dengan kelas benih pokok dan slenajutnya benih diperbanyak secara
alur ganda untuk menghasilkan kelas benih sebar. Hal ini pun diterapkan
dengan pertimbangan kebutuhan benih di lapang sehingga tidak perlu
benih F4.
b. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Benih