4.1  Modus ponens
Modus  ponens  adalah  penarikan  kesimpulan  berdasarkan  prinsip, jika p → q benar dan p benar, maka q benar.
Prinsip modus ponens disusun seperti berikut. Premis 1  : p → q
B Premis 2  : p
B Konklusi : q
B Modus ponens dapat juga dilambangkan dengan:
[p → q Λ p] → q Contoh 12:
Premis 1  :  jika  2  adalah  faktor  dari  10,  maka  10  adalah  bilangan genap
Premis 2  : 2 adalah faktor dari 10 Konklusi  : 10 adalah bilangan genap
4.2  Modus Tollens
Modus  tollens  adalah  penarikan  kesimpulan  berdasarkan  prinsip, jika p → q benar dan ~ q benar, maka ~ p benar.
Prinsip modus tollens disusun seperti berikut. Premis 1  : p → q
B Premis 2  : ~ q
B Konklusi : ~ p
B Modus tollens dapat juga dilambangkan dengan:
[p → q Λ ~ q] → ~ p Contoh 13:
Premis 1  : Jika hari ini hujan, maka langit mendung Premis 2  : Langit tidak mendung
Konklusi  : Hari ini tidak hujan 24
4.3  Silogisme
Silogisme adalah penarikan kesimpulan berdasarkan prinsip, jika p → q benar dan q → r benar, maka p → r benar.
Prinsip silogisme disusun seperti berikut. Premis 1   : p → q
B Premis 2   : q → r
B Konklusi  : p → r
B Silogisme dapat juga dilambangkan dengan:
[ p → q Λ q → r] → p → r
Contoh 14: Premis 1  : Jika n bilangan ganjil, maka n
2
bilangan ganjil Premis 2  : Jika n
2
bilangan ganjil, maka n
2
+ 1 bilangan genap. Konklusi  : Jika n bilangan ganjil, maka n
2
+ 1 bilangan genap
2.  Sikap Siswa dalam Pembelajaran Matematika
1.  Pengertian Sikap
Istilah sikap yang dalam bahasa inggris disebut “attitude” pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer, yang menggunakan kata ini untuk menunjuk
suatu  status  mental  seseorang.  Pengertian  Attitude  dapat  kita  terjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan
atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak  sesuai  dengan  objek  itu.
18
Berikut  adalah  beberapa  definisi  tentang sikap
a.  L.L. Thurstone 1964 : Sikap  sebagai  tingkatan  kecenderungan  yang  bersifat  positif  atau
negatif  yang  berhubungan  dengan  obyek  psikologi.  Obyek  psikologi  ini meliputi : symbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya.
19
18
Dr, W.A. Gerungan, “Psikologi Sosial”, Bandung: PT Refika Aditama, 2009, hlm. 160-
161
19
Ahmadi, Abu, “Psikologi Sosial”, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, hlm.  163.
25
Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu obyek psikologi apabila  ia  suka  atau  memiliki  sikap  yang  forable,  sebaliknya  orang  yang
memiliki  sikap  yang  negatif  terhadap  obyek  psikologi  bila  ia  tidak  suka atau sikapnya unfavorable terhadap obyek psikologi.
b.  John H. Harvey dan William P. Smith : Kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif
terhadap obyek atau situasi. Meskipun  ada  beberapa  perbedaan  pengertian  tentang  sikap,  namun
ada beberapa ciri  yang dapat disetujui. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju  bahwa  sikap  adalah  predisposisi  yang  dipelajari  yang  mempengaruhi
tingkah  laku,  berubah  dalam  hal  intentitasnya,  biasanya  konsisten  sepanjang waktu dalam situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks.
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah predisposisi  untuk  bertindak  positif  dan  negatif  terhadap  objek  tertentu,
mencakup  komponen  kognitif,  afektif  dan  konatif.  Sikap  merupakan  tenaga dorong motif dari seseorang untuk timbulnya suatu perbuatan atau tindakan.
Munculnya  sikap  seseorang  karena  adanya  penilaian  terhadap  objek  yang bersifat  subjektif, sehingga sikap seseorang dengan orang lain  selalu berbeda
walaupun objeknya sama.
2.  Pengertian Sikap Siswa dalam Belajar Matematika
Menurut Chandran  yang dimasksud dengan sikap siswa dalam belajar adalah
“Able  to  demonstrate  an  attitude  of  willingness  to  learn,  curiosity, participation,  and  hard  work;  has  agenuine  will  to  learn,  is  curious
about things, Able to do self assessment, willing to be responsible for own learning, Able to stay on task putting personal conversation off to
other more appropriate times, looks for constant improvement in work accomplished,  work  toward  learning  instead  of  working  to  get  out  of
learning
20
20
Ravi Chandran, To Improve the learning attitude among student http:www.learning attitude. htm
Berdasarkan pendapat tersebut maka sikap belajar yang baik dan perlu dimiliki  oleh  seorang  siswa  adalah  kemauan  untuk  belajar,  rasa  ingin  tahu,
partisipasi serta kerja keras. Siswa juga memiliki keinginan untuk belajar, rasa ingin  tahu  tentang  sesuatu,  mampu  mengerjakan  soal  sendiri  dan
mempertanggungjawabkan  jawaban  yang  dibuat,  dan  mampu  menyelesaikan masalah secara bersama-sama ataupun sendiri.
Sikap siswa pada umumnya dalam belajar matematika yang dimaksud dari  uraian  di  atas  adalah  kecenderungan  tindakan  siswa  dalam  matematika
sebagai objek yang didasarkan pada pengetahuan dan perasaan siswa terhadap objek  tersebut.  Sikap  di  atas  dapat  diuraikan  atas  komponennya,  yaitu
komponen afektif. Komponen afektif adalah kesenangan siswa terhadap matematika yang
mungkin  dipengaruhi  oleh  komponen  kognitif  atau  faktor-faktor  yang  lain seperti  cara  guru  menyajikan  pelajaran,  sering  tidaknya  melakukan  latihan
soal, siswa memiliki rasa tertentu terhadap matematika dan sebagainya. Krathwohl  dkk  menyusun  ranah  afektif  dalam  5  jenjang  yaitu  a
menerima,  b  menanggapi,  c  menilai,  d  menyusun  dan  e  pembentukan sifat melalui nilai.
21
a.  Menerima  receiving,  yakni  kemauan  untuk  memperhatikan  suatu kejadian atau kegiatan.
b.  Menanggapi  responding,  yakni  mau  bereaksi  terhadap  suatu  kejadian dengan berperan serta.
c.  Menilai  valuing,  mau  menerima  atau  menolak  suatu  kejadian  melalui pengungkapan sikap positif atau negatif.
d.  Menyusun  organizing,  bila  siswa  berhadapan  dengan  situasi  yang menyangkut  lebih dari satu  nilai,  dengan senang hati mengatur nilai-nilai
tersebut,  menentukan  hubungan  antara  berbagai  nilai  tersebut,  dan menerima  bahwa  ada  nilai  yang  lebih  tinggi  daripada  yang  lain  dari  segi
pentingnya bagi siswa perseorangan.
21
Setiawan, Prinsip-prinsip Penilaian Pembelajaran Matematika SMA, Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008, h. 12