Tahap Pertama: Pengambil-alihan Imposition

pendahuluan dari inkulturasi, untuk tidak menyebutnya sebagai bukan inkulturasi 57 .

3.1.4.2 Tahap Kedua: Penerjemahan

58 Pada tahap ini, teks-teks liturgi dari bahasa asing diterjemahkan ke dalam bahasa pribumi. Hal ini sudah menjadi suatu bentuk inkulturasi yang lumayan, karena penyesuaian bahasa sudah merupakan bagian dari budaya manusia. Penerjemahan ini bukanlah suatu usaha yang mudah. Berbagai macam segi: linguistik, sosiologis, teologis, antropologis, dll., perlu diperhitungkan. Contoh dari tahap ini adalah penerjemahan Kitab Suci, dan ajaran-ajaran Gereja. Penerjemahan teks-teks Kitab Suci adalah langkah pertama yang penting di dalam proses inkulturasi liturgi bdk. LRI 28. Keuntungan dari tahap ini adalah kesetiaan umat pada tradisi iman Gereja, terjaga 59 . Robert Schreiter 60 membagi tahap penerjemahan ini dalam dua langkah: pertama, membebaskan pesan Kristen dari budaya sebelumnya, dan kedua, penerjemahan ke dalam situasi baru. Ia juga menyebutkan dua kelemahan tahap ini, yaitu pemahaman positivis terhadap budaya dan teori biji dan kulit. Pertama, 57 Wawancara dengan Karl-Edmund Prier, pada hari Rabu, 10 April 2013, pukul 11.35 WIB di Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta. 58 E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 268-269. 59 E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 34. 60 Penjelasan mengenai kelemahan dan kekuatan ini mengikuti penjelasan Robert Schreiter seperti dikutip dalam E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 34. pemahaman positivis terhadap budaya. Model penerjemahan mengasumsikan adanya paralelisme antara budaya asing dan budaya setempat. Hal yang dilupakan adalah bahwa suatu simbol budaya yang mau diterjemahkan sering memiliki latar belakang dan makna yang berbeda dengan budaya setempat. Kedua, teori biji dan kulit. Model ini terlalu mengasumsikan bahwa isi yang diungkapkan dalam Kitab Suci itu mengatasi budaya, memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari budaya lain dan dapat langsung diterjemahkan ke dalam budaya lain. Metode ini melupakan kaitan antara isi dan ungkapan. Dalam musik liturgi, metode penerjemahan ini ada dalam lagu-lagu Gregorian berbahasa Indonesia. Syair Latin dalam lagu Gregorian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia 61 . Sebagai contoh, syair lagu Sanctus yang dalam bahasa Latin berbunyi “Sanctus, sanctus, sanctus Dominus Deus Sabaoth. Pleni sunt coeli et terra gloria tua. Hosanna in excelsis. Benedictus qui venit in nomine Domini. Hosanna in excelsis”, diterjemahkan dengan “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah segala kuasa. Surga dan bumi penuh kemuliaan-Mu. Terpujilah Engkau di surga. Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan. Terpujilah Engkau di surga”. 61 PS 386.