terutama mengenai pelayanan Sakramen-sakramen, sakramentali, perarakan, bahasa Liturgi, musik Gereja dan kesenian bdk. SC 39. Contoh dari tahap ini
adalah diciptakannya musik liturgi dengan gaya daerah, misalnya gaya Batak, Jawa, Sunda, dan Flores.
3.1.4.4 Tahap Keempat: Inkulturasi yang Paling Mendalam
Tahap keempat ini adalah tahap inkulturasi yang paling mendalam; oleh karena itu, tahap ini tidak mudah untuk dilakukan bdk. SC 40. Budaya setempat
adalah titik tolak inkulturasi yang sejati
63
. Melalui inkulturasi, unsur-unsur budayanya tetap, tetapi maknanya telah dibaptis oleh Injil Yesus Kristus
64
. Misteri iman kristiani diungkapkan melalui unsur-unsur budaya setempat. Yohanes
Paulus II dalam RM 54 menunjukkan dua prinsip proses inkulturasi: pertama, kesesuaian dengan Injil, dan kedua, persekutuan dengan Gereja semesta
65
. Inkulturasi perlu dilakukan dengan perlahan-lahan dengan melibatkan seluruh
umat Allah, karena umat beriman secara keseluruhan memiliki sensus fidei yang tidak bisa diabaikan RM 54
66
.
63
E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 270.
64
E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 36.
65
E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 37.
66
E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 37.
Karena kemendesakan dan ketidakmudahan dalam proses inkulturasi ini, Gereja menetapkan beberapa aturan dalam Sacrosanctum Concilium artikel 40:
1. Hendaknya pimpinan gerejawi setempat yang berwenang, seperti
dalam art. 22 2, dengan tekun dan bijaksana mempertimbangkan, unsur-unsur manakah dari tradisi-tradisi dan ciri khas masing-masing
bangsa yang dalam hal itu sebaiknya ditampung dalam ibadat Ilahi. Penyesuaian-penyesuaian, yang dipandang berfaedah atau memang
perlu, hendaklah diajukan kepada Takhta Apostolik, supaya atas persetujuannya dimasukkan dalam Liturgi.
2.
Namun, supaya penyesuaian dijalankan dengan kewaspadaan seperlunya maka Takhta Apostolik akan memberikan wewenang
kepada pimpinan gerejawi setempat, untuk –bila perlu- dalam
beberapa kelompok yang cocok untuk itu dan selama waktu yang terbatas
mengizinkan dan
memimpin eksperimen-eksperimen
pendahuluan yang diperlukan. 3.
Ketetapan-ketetapan tentang Liturgi biasanya menimbulkan kesulitan-kesulitan khas mengenai penyesuaian, terutama di daerah-
daerah Misi. Maka, dalam menyusun ketetapan-ketetapan ini hendaknya tersedia ahli-ahli untuk bidang yang bersangkutan.
Dengan demikian, inkulturasi yang sejati membutuhkan suatu usaha yang keras untuk menentukan menentukan unsur-unsur budaya asli mana yang dapat
dimasukkan ke dalam liturgi. Inkulturasi pun tidak bisa dilakukan secara sembarangan, membutuhkan pengawasan, dan melibatkan berbagai pihak. Hal ini
demi menjaga kesatuan antara inkulturasi yang dilakukan dengan ritus Romawi. Karena inkulturasi bukanlah untuk menciptakan rumpun liturgi baru, tetapi untuk
“menanggapi kebutuhan-kebutuhan budaya setempat dan mengarah ke penyesuaian-penyesuaian yang masih tetap berada dalam kesatuan dengan Ritus
Romawi” LRI 36.