Dimensi Kristologis Makna Tangga Nada Pelog dalam Liturgi
misteri iman yang dirayakan. Lagu yang sesuai dengan jiwa perayaan liturgi akan menciptakan suasana yang mendukung untuk doa dan perjumpaan umat dengan
Allah
42
. Kriteria musik liturgi di sini bukan pada popularitas lagu di tengah umat, tetapi pada adanya kecocokan antara musik dengan jiwa dan misteri iman akan
Kristus yang dirayakan di dalam liturgi
43
. Seperti sudah diungkapkan di atas, syair diutamakan di dalam gending
Gereja. Syair harus bersumber dari Kitab Suci dan sumber-sumber liturgi. Gending-gending Gereja yang merupakan hasil terjemahan dari nyanyian
Gregorian tidak mengalami masalah dalam hal isi, sejauh terjemahannya betul, karena syair Latin yang diterjemahkan bersumber dari sumber-sumber tradisi
Gereja. Contoh gending Gereja yang bersumber pada Kitab Suci adalah Pindha Sangsam KA 241 yang bersumber dari teks Mazmur 42: 1-12.
42
Emanuel Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 197.
43
Emanuel Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 197.
Gambar 4.10: Refren dan bait pertama lagu Pindha Sangsam KA 241
Selain itu, ada pula inkulturasi syair dengan bentuk penerjemahan isi teks Kitab Suci secara idiomatis. Lagu Memujia Pangeran KA 156 bersumber dari
teks Mazmur 150. “Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan
gambus dan kecapi Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting,
pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang” Mzm 150: 3-5. Teks ini diterjemahkan dalam lagu tersebut dengan syair: Memujia Pangeran mahaagung,
kang ngratoni jagad alam sawegung. Caosana rerepen gendhing kidung, iringana gender, gong, saron, demung. Alat-alat musik yang disebutkan dalam Mzm 150:
3-5 gambus, kecapi, rebana, seruling, dan ceracap diterjemahkan ke dalam budaya Jawa dengan gender, gong, saron dan demung.
Lagu yang ada dapat membantu umat untuk mengkontemplasikan dan merenungkan misteri iman yang sedang dirayakan. Di dalam liturgi, tangga nada
pelog memiliki proporsi yang lebih dibandingkan tangga nada slendro. Hal ini karena struktur tangga nada ini yang dekat dengan tangga nada diatonis, dan
berbagai macam suasana lagu yang dapat diciptakan melaluinya. Tiga pathet dalam tangga nada pelog dapat diolah menjadi gending-gending Gereja dengan
berbagai macam suasana. Lebih jauh dari itu, satu pathet dapat diolah menjadi gending Gereja dengan suasana yang berbeda. Contohnya adalah lagu Dak
Sawang Mareming Ati KA 255 dan Gusti Midhangetna KA 302. Kedua lagu ini menggunakan tangga nada pelog pathet nem, tetapi dengan pengolahan dan
fungsi lagu yang berbeda. Lagu Dak Sawang Mareming Ati memiliki suasana yang gembira dan bersemangat, sedangkan lagu Gusti Midhangetna merupakan
lagu Prapaska yang bertema pertobatan.