1.5 Sistematika Penulisan
Secara garis besar, tema skripsi ini akan dijabarkan dalam lima bab. Bab I akan membahas mengenai latar belakang tulisan ini dibuat, rumusan masalah, metode
penulisan, tujuan dan sistematika penulisannya. Bagian ini menjadi garis besar alur dan cara penulisan skripsi ini.
Bab II akan membahas musik gamelan Jawa dari sisi sejarah, sistem tangga nada gamelan Jawa slendro dan pelog, bentuk tembang dan gending pada
umumnya, dan C. Hardjasoebrata sebagai pelopor inkulturasi gending Gereja. Gamelan Jawa merupakan produk kebudayaan Jawa melalui interaksinya dengan
kebudayaan Hindu-Jawa, dan Islam-Jawa. Tangganada yang digunakan adalah tangganada slendro dan pelog, masing-masing dengan tiga pathet. Tangganada
pelog lah paling mendekati tangganada diatonis. Bab III akan membahas istilah inkulturasi, teologi inkulturasi, tahap-tahap dan
metode inkulturasi, serta dimensi-dimensi musik liturgi. Konsili Vatikan II membuka pintu dan jendela bagi perkembangan jaman. Tanpa terbuka pada
adanya penyesuaian, Gereja hanya akan menjadi seonggok museum yang sekadar menyimpan dan meneruskan tradisi tanpa mempedulikan orang-orang yang ada di
dalamnya. Perayaan liturgi pun menjadi kurang menyentuh karena hanya merupakan urusan hierarki saja, dan partisipasi umat kurang diperhitungkan.
Konsili Vatikan II, di antaranya, memberikan pembaharuan liturgi dalam hal partisipasi aktif umat dan penghargaan terhadap kekayaan budaya sebagai upaya
pengembangan Gereja lokal. SC 37 menunjukkan bahwa Gereja memelihara dan
memajukan kekayaan budaya setempat serta mempertimbangkannya untuk dapat dipelihara dengan semangat liturgi yang asli dan sejati.
Setelah membahas mengenai tangganada pelog dan dasar inkulturasi musik liturgi di dalam dokumen Gereja, bab IV akan membahas peran dan makna tangga
nada pelog di dalam liturgi. Gending-gending Jawa memuat nilai kerohanian yang tinggi. Hal ini dikarenakan masyarakat Jawa tidak memisahkan antara musik
sakral dan musik profan. Dalam hidup sehari-hari, mereka pun menghubungkan tindakan-tindakan dan kebersamaan hidup dengan Yang Transenden. Musik
gamelan yang memuat nilai kerohanian yang tinggi ini, pun disesuaikan dengan semangat liturgi Gereja. Dengan begitu kebudayaan Jawa dan liturgi Gereja dapat
saling memperkaya. Bab V adalah kesimpulan dan saran atas topik yang dibahas dalam skripsi ini.
Bab ini diharapkan dapat menutup dan menyimpulkan rangkaian penjelasan dan analisis dari bab-bab sebelumnya.