Dimensi Ekklesiologis Inkulturasi Musik Liturgi

dengan instrumen gamelan yang digunakan di dalamnya. Kesesuaian antara arsitektur, alat musik dan liturgi, dapat membantu umat untuk menghayati perayaan Liturgi secara lebih baik. Musik memang dapat membuat liturgi menjadi semakin semarak bdk. SC 112. Tetapi, kemeriahan liturgi tidak tergantung dari indahnya nyanyian atau bagusnya upacara. Kemeriahan yang sejati ada pada makna perayaan atau ibadat itu sendiri, dengan memperhitungkan keterpaduan perayaan liturgi tersebut serta pelaksanaan bagian-bagian sesuai dengan ciri khasnya. Musik liturgi yang indah memang diharapkan ada, namun ukuran ini tidaklah mutlak, karena tergantung dari ketersediaan tenaga-tenaga yang dapat menjalankan tugasnya secara baik bdk. MS 11. Pemazmur, solis, dan kor yang terlatih dan dapat bernyanyi dengan baik memang didambakan untuk memeriahkan suatu perayaan liturgi. Jika memang nyanyiannya terlalu sulit dan tidak tersedia tenaga-tenaga yang dapat menyanyikannya secara tepat, petugas tersebut bisa membawakannya tanpa menyanyi, yaitu dengan mendaraskannya dengan suara yang lantang dan jelas. Tapi hal ini tidak bisa dilakukan hanya demi mudahnya saja bdk. MS 9. Para pengiring, yaitu organis dan pemain alat musik lain, perlu memiliki disposisi batin yang baik saat mengiringi ibadat liturgi. Mereka hendaknya mengikuti ibadat liturgi dengan penuh kesadaran. Dengan begitu, mereka dapat memainkan alat musik tersebut dengan sebagaimana mestinya MS 67. Bermusik di dalam liturgi adalah bermusik dalam konteks berdoa. Saat para pemain musik dapat menghayati musiknya sebagai doa, ia pun dapat membantu umat yang hadir untuk berdoa. Peran sertanya sebagai petugas liturgi menuntutnya untuk bersikap serius dan khidmat dalam mengiringi. Peran serta aktif para petugas liturgi dan umat akan semakin meriah jika dilakukan dengan bahasa setempat bdk. SC 36 dan 113. Musik liturgi pun akan semakin mengena pada hati umat jika menggunakan bahasa yang diketahui umat setempat. Penggunaan bahasa Latin memang tetap dipertahankan, namun penggunaan bahasa pribumi pun dapat menjadi sangat bermanfaat bagi umat bdk. SC 36 [1] dan [2]. Inkulturasi dalam tahap terjemahan minimal telah membantu umat untuk mengerti apa yang mereka ungkapkan. Gereja menghargai tradisi musik orang-orang di tanah misi, baik yang sudah menjadi musik ibadat maupun yang belum. Tradisi tersebut diletakkan sewajarnya di dalam liturgi. Gereja juga masih berhati-hati dengan penyesuaian yang dilakukan, sebagai antisipasi dari penyesuaian yang bersifat serampangan. Kriteria penghargaannya adalah musik yang berperan penting dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat SC 119. Gereja tidak ingin mengambil begitu saja musik dari budaya setempat, tetapi musik setempat dimajukan dalam ibadat dengan melalui proses pengolahan terlebih dahulu 91 . Kriteria musik liturgi di sini adalah bagaimana musik memungkinkan umat untuk berpartisipasi secara penuh, sadar dan aktif dalam perayaan liturgi. Musik yang sesuai dengan citarasa setempat akan semakin mendorong umat untuk berpartisipasi 92 . 91 Karl-Edmund Prier SJ., Konstitusi Liturgi Bab VI: Tentang Musik Ibadat, 10. 92 E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 196.

3.2.3 Dimensi Kristologis

Misteri Kristus dapat semakin diperjelas dengan musik liturgi melalui syair dan lagunya. Isi syair dapat membantu umat untuk memperdalam misteri iman yang sedang dirayakan di dalam liturgi 93 . Syair yang dibuat harus sesuai dengan ajaran Katolik dan ditimba dari Kitab Suci dan sumber-sumber liturgi bdk. SC 121. Melalui lagu, umat dapat terbantu untuk berkontemplasi dan merenung pada misteri iman yang dirayakan. Lagu yang sesuai dengan jiwa perayaan liturgi akan menciptakan suasana yang mendukung untuk doa dan perjumpaan umat dengan Allah 94 . Para pencipta lagu perlu memiliki kesadaran untuk mengembangkan musik Gereja. Mereka memiliki tanggung jawab untuk semakin memperkaya khazanah musik Gereja, entah dengan menciptakan musik vokal maupun instrumental, yang tetap disesuaikan dengan kebudayaan setempat. Syaratnya, syair-syair lagu tersebut harus selaras dengan ajaran Katolik dan ditimba dari Kitab Suci dan sumber-sumber Liturgi bdk. SC 121, serta memiliki mutu sastra yang indah bdk. LRI 40. Yang dinyanyikan pertama-tama adalah teks liturgi, sehingga suara umat dapat didengar dalam tindakan liturgi yang mereka lakukan bdk. LRI 48. Bahasa menjadi elemen penting yang secara jelas menunjukkan penyesuaian yang terjadi. Bahasa yang merupakan sarana komunikasi di antara umat, “digunakan untuk mewartakan kabar gembira keselamatan kepada orang-orang 93 E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 196. 94 E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 197. beriman dan u ntuk menyatakan doa Gereja kepada Tuhan” LRI 39. Penyesuaian yang perlu diperhitungkan antara bahasa pribumi dengan lagu-lagu baru. Kekhasan bahasa pribumi tidak boleh diabaikan, dan aturan-aturan musik ibadat tetap harus dijalankan bdk. MS 54. Kesulitan yang dapat muncul dalam inkulturasi adalah kurang diperhatikannya keindahan dalam permainan kata pada bahasa daerah dalam lagu baru pada versi Indonesia 95 . Bahasa daerah memiliki nuansa gaya sastra dan istilah-istilah yang khas menggambarkan diri masyarakatnya. Pada lagu-lagu terjemahan, hilangnya suasana ini lebih terasa. Perlu juga diperhatikan mengenai unsur-unsur bahasa mana yang layak dimasukkan ke dalam perayaan liturgi LRI 39. Setelah Konsili Vatikan II dilaksanakan, perkembangan khazanah musik liturgi menjadi semakin pesat. Dinamika liturgi yang baru ternyata menghasilkan ciptaan-ciptaan musik liturgi yang baru 96 ; di sisi lain, perayaan liturgi berubah secara musikal karena musik yang berbeda atau baru 97 . Tradisi musik ibadat selama 2.000 tahun tetap layak untuk dilanjutkan pada zaman sekarang 98 . Muncul ribuan karya yang menggunakan syair dari proprium, dengan lebih sedikit karya yang menggunakan syair ordinarium. Jumlah ini semakin bertambah bukan hanya karena banyaknya bahasa yang digunakan, tetapi juga karena banyaknya kelompok di dalam jemaat. Hasilnya adalah melimpahnya jumlah 95 Karl-Edmund Prier, SJ., Inkulturasi Musik Liturgi, 52. 96 Bernard Huijbers, “Liturgical Music after the Second Vatican Council”, Concilium 132, 106; lihat pula Karl-Edmund Prier SJ., Konstitusi Liturgi Bab VI: Tentang Musik Ibadat, 12. 97 Bernard Huijbers, “Liturgical Music after the Second Vatican Council”, 106. 98 Karl-Edmund Prier SJ., Konstitusi Liturgi Bab VI: Tentang Musik Ibadat, 12.