Teologi Inkulturasi Inkulturasi Liturgi

diinterupsi oleh dosa Adam. Penciptaan ini pun diperbarui, diperbaiki dan disusun kembali dalam pribadi Yesus Kristus yang menjadi Adam kedua 26 . Demikian pula, kebudayaan-kebudayaan yang pada dasarnya adalah baik, dapat digunakan di dalam inkulturasi. Dasar teologis inkulturasi adalah misteri perutusan trinitaris. Misteri perutusan trinitaris ini adalah perutusan Putra oleh Bapa di dalam Roh Kudus, sekaligus perutusan Roh Kudus oleh Bapa dan Putra. Kedua perutusan ini, perutusan Putra dan perutusan Roh Kudus, tidak bisa dipisahkan karena mengalir dari satu sumber, yaitu Allah Bapa, dan melayani rencana keselamatan Bapa yang terlaksana melalui Putera-Nya, dalam Roh Kudus di dalam rentang sejarah 27 . Inkulturasi merupakan konsekuensi logis dari realitas penyelamatan. Karya keselamatan itu terlaksana secara konkret di dalam sejarah manusia: di dalam ruang, waktu dan pribadi manusia yang tertentu. Demikian juga, pewartaan iman Kristiani, yang merupakan penghadiran karya keselamatan Allah melalui Yesus Kristus, juga perlu membumi 28 . Selain itu, inkulturasi berdasar pada tiga misteri yang saling berhubungan, yaitu misteri inkarnasi, misteri Paska, dan misteri Pentakosta. Pertama, misteri inkarnasi. “Misteri inkarnasi dapat menjadi alasan pertama dan pola yang sempurna bagi inkulturasi ” 29 . Lebih jauh dari itu, inkulturasi benar-benar dituntut oleh hakikat Injil itu sendiri, karena Injil pada dirinya sendiri berisi mengenai 26 Nico Syukur Dister, OFM., Teologi Sistematika 2, 51-52. 27 E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 267. 28 E. Martasudjita, Pr., Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi, 82. 29 Pedro Arrupe, On Inculturation: A Letter of Father General Pedro Arrupe to the whole Society, 13. kehadiran Yesus Kristus di dalam sejarah keselamatan manusia 30 . “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” Yoh 1:14. Yesus Kristus yang adalah Putera Allah yang menjadi manusia dengan segala keterbatasannya 31 . Ia masuk dalam konteks hidup manusia dengan segala keterbatasannya. Karena menjadi manusia, Ia pun terikat pada budaya, adat kebiasaan, bahasa dan pola pikir tertentu 32 . Seperti Yesus yang menjadi orang Yahudi, demikian pula Gereja tidak hanya menjadi Gereja yang berada in, tetapi menjadi Gereja yang berasal dari from lokalitas tertentu 33 . Demikian pula, Injil harus diungkapkan dan diwujudnyatakan dalam adat, budaya, bahasa, dan pola pikir suatu bangsa yang konkret 34 . Manusia yang berasal dari kebudayaan tersebut pun pada akhirnya dapat sungguh merasakan wujud konkret dari karya penyelamatan Allah melalui diri Yesus Kristus. Melalui misteri inkarnasi ini, Allah mengangkat, menerima dan menjadikan seluruh segi kehidupan manusia, termasuk kebudayaannya, sebagai medan komunikasi dan perjumpaan antara manusia dengan Allah 35 . Kedua, Misteri Paskah. Misteri Paskah adalah puncak sejarah keselamatan Allah. Dengan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus, manusia ditebus dari dosa dan diselamatkan. Segala segi hidup yang manusia bawa, termasuk kebudayaan, pun turut ditebus, dibersihkan, dimurnikan, dan disucikan 36 , 30 E. Martasudjita, Pr., Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi, 83. 31 Pedro Arrupe, On Inculturation: A Letter of Father General Pedro Arrupe to the whole Society, 14. 32 E. Martasudjita, Pr., Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi, 82. 33 Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 17. 34 E. Martasudjita, Pr., Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi, 82. 35 E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 267. 36 E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 267. sehingga layak menjadi sarana perjumpaan antara Allah dengan manusia. Hal ini perlu dilakukan karena tidak semua unsur-unsur budaya baru sesuai dengan nilai- nilai Injil SC 21 37 . Sebagai contoh, cerita-cerita legenda mengenai asal mula gamelan, tidak mewarnai atau ikut dibawa dalam liturgi Gereja. Asal mula gamelan dapat dijelaskan secara lebih ilmiah melalui ilmu etnomusikologi, yang menerangkan mengenai sejarah asal-usul, perkembangan dan persebaran musik di dunia. Gamelan Jawa pun semakin dimurnikan dan dibersihkan supaya dapat digunakan di dalam liturgi. Liturgi harus menghormati kebudayaan, sekaligus mengundang kebudayaan tersebut untuk memurnikan dan menyucikan dirinya bdk. LRI 19. Ketiga, misteri Pentekosta. Karya keselamatan Allah melalui Yesus Kristus sudah terjadi 2.000 tahun yang lalu. Pertanyaannya adalah bagaimana penebusan Yesus Kristus tersebut dapat dialami oleh masing-masing orang pada zaman dan budayanya? Roh Kudus menjamin sampainya karya keselamatan Allah tersebut pada masing-masing orang pada zaman dan budayanya. Kisah Para Rasul 2 menunjukkan diterimanya Injil oleh setiap budaya manusia. Setelah mendengarkan kotbah Petrus, mereka yang tadinya hanya tercengang dan termangu Kis 2: 12, kini hatinya terbuka pada pewartaan Injil. Mereka menyediakan diri dibaptis 38 . Dengan turunnya Roh Kudus, inkulturasi Injil berlangsung terus ke dalam keragaman bahasa dan budaya di seluruh dunia. Injil pun lahir dalam pelbagai budaya dan bangsa 39 . Sebagai contoh, Kitab Suci diterjemahkan dalam banyak bahasa negara Indonesia, Inggris, Yunani, Jerman, 37 E. Martasudjita, Pr., Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi, 83. 38 E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 268. 39 Andreas Feldtkeller seperti dikutip dalam Karl-Edmund Prier, SJ., Inkulturasi Musik Liturgi, 9. Itali dan daerah Batak, Bali, Sunda, Toraja, Jawa. Penerjemahan ini membantu orang untuk mengetahui dan memahami Kabar Sukacita yang menjadi inti dari Injil. Karya keselamatan Allah pada 2.000 tahun yang lalu diterima secara personal oleh orang-orang sesuai dengan zaman dan budayanya.

3.1.3 Magisterium Gereja Mengenai Inkulturasi

40 Konsili Vatikan II memang tidak atau belum menggunakan istilah inkulturasi. Kendati demikian, istilah aptatio yang berarti penyesuaian telah digunakan. Di bagian lain, istilah accomodatio digunakan. Chupungco membedakan penggunaan istilah aptatio dan accomodatio. Aptatio menyangkut kuasa Konferensi Waligereja melakukan kemungkinan-kemungkinan berdasarkan buku-buku yang resmi. Sedangkan, accomodatio adalah penyesuaian yang dibuat oleh pemimpin ibadat berhadapan dengan keadaan, waktu dan jemaat tempat ibadat tersebut dilaksanakan, sesuai dengan aturan-aturan yang terdapat dalam buku-buku resmi 41 . Konsili Vatikan II mengajarkan dalam Konstitusi Liturgi: Dalam hal-hal yang tidak menyangkut iman atau kesejahteraan segenap jemaat, Gereja dalam Liturgi pun tidak ingin mengharuskan suatu keseragaman yang kaku. Sebaliknya, Gereja memelihara dan memajukan kekayaan yang menghiasi jiwa pelbagai suku dan bangsa. Apa saja dalam adat kebiasaan para bangsa, yang tidak secara mutlak 40 Penjelasan ini mengikuti penjelasan mengenai piagam penyesuaian liturgi dalam Anscar J. Chupungco, OSB., Penyesuaian Liturgi dalam Budaya, 57-74. 41 Anscar J. Chupungco, OSB., Penyesuaian Liturgi dalam Budaya, 64; Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 23-24. terikat pada takhayul atau ajaran sesat, oleh Gereja dipertimbangkan dengan murah hati, dan bila mungkin dipeliharanya dengan hakikat semangat Liturgi yang sejati dan asli SC 37. SC 37 didasarkan pada ensiklik Summi Pontificatus yang ditulis oleh Paus Pius XII 42 . Artikel ini berusaha untuk tetap menjaga ketegangan antara melakukan pembaruan secara wajar dan pelestarian secara sehat. Bahaya yang mungkin muncul dengan adanya pembaruan adalah semakin dibatasinya ritus Romawi. Ada kemungkinan bahwa ritus Romawi digantikan dengan ritus lokal, dan ritus Romawi dipandang sebagai kenangan masa lalu. Perubahan dan pembaruan semacam itu dapat menghancurkan ritus Romawi itu sendiri 43 . Padahal, inkulturasi tidak menuntut diciptakannya rumpun liturgi baru, tetapi untuk “menanggapi kebutuhan-kebutuhan budaya setempat dan mengarah ke penyesuaian-penyesuaian yang masih tetap berada dalam kesatuan dengan Ritus Romawi” LRI 36. Gereja memang harus mengusahakan kesatuan di dalam tubuhnya, tetapi bukan hanya kesatuan lahiriah semata 44 . Kesatuan lahiriah demi kesatuan iman bukanlah suatu asas dasar yang harus terus dipegang ketika penyesuaian liturgi ingin dilakukan berhadapan dengan bermacam-macam jemaat, bangsa-bangsa dan daerah. Persatuan jemaat regional juga perlu dipertimbangkan. Keseragaman memang tetap dibutuhkan, tetapi dalam kadar tertentu yang sesuai dengan situasi dan kondisi jemaat, bangsa dan daerah setempat 45 . 42 Anscar J. Chupungco, OSB., Penyesuaian Liturgi dalam Budaya, 59. 43 Anscar J. Chupungco, OSB., Penyesuaian Liturgi dalam Budaya, 61. 44 Anscar J. Chupungco, OSB., Penyesuaian Liturgi dalam Budaya, 60. 45 Anscar J. Chupungco, OSB., Penyesuaian Liturgi dalam Budaya, 62.