375 cent. Dalam gamelan dengan nada nem=Bes, nada-nada tersebut berbunyi kurang lebih: D-Es-F-A-Bes-
D‟, atau mi-fa-sol-si-do-mi. Contoh lagu dari tangga nada ini: Memujia Pangeran KA. 156,
Andher Pra Abdi KA. 158, Klawan Sukeng Wardaya KA. 206, Amba Asih Mring Pangeran KA. 240, O Sakramen Maha Suci KA.
245, Dak Sawang Mareming Ati KA. 254, Magnificat KA. 255.
2. Pelog pathet barang, dengan nada pangkal 3, bertangga nada: ro-lu-
ma-nem-pi-ro. Modus ini tidak memiliki nada ji dan pat.
Nada : ro
lu ma
nem pi
Jarak cent: 125
375 125
175
Gambar 2.5 : Pelog pathet barang
Nada ro-lu berinterval sekon kecil 125 cent, lu-ma berinterval terts besar 375 cent, ma-nem berinterval sekon kecil 125 cent, dan nem-
pi berinterval sekon 175 cent. Dalam gamelan dengan nada nem=Bes, nada-nada tersebut berbunyi kurang lebih: EsE-F-AsA-
Bes- C‟, atau si-do-mi-fa-sol. Contoh lagu dari tangga nada ini: Bumi
Horeg KA. 356, Cempeku Paskahan KA. 357, Cempe Paskah KA. 358, Mendah Kita Tanpa Panuwun KA. 390.
3. Pelog pathet lima, dengan nada pangkal 5, bertangga nada: ji-ro-pat-
ma-nem-ji. Modus ini tidak memiliki nada lu dan pi. Nada :
ji ro
pat ma
nem ji
Jarak cent: ±125
±375 175
125 375
Gambar 2.6: Pelog pathet lima
Nada ji-ro berinterval sekon kecil 125 cent, ro-pat berinterval terts besar 375 cent, pat-ma berinterval sekon 175 cent, ma-nem
berinterval sekon kecil 125 cent, dan nem-ji berinterval terts besar 375 cent. Dalam gamelan dengan nada nem=Bes, nada-nada tersebut
berbunyi kurang lebih: D-Es-G-AsA-Bes- D‟, atau mi-fa-sol-si-do-mi.
Contoh lagu untuk tangga nada ini: Para Kadang Galilea KA. 368, Allah Minggah KA. 369, Kawula Aturi KA. 376.
Menurut Karl-Edmund Prier, keunikan dari tangga nada pelog adalah nada ro yang menjadi nada kompromi. Dalam pathet nem nada ro ditafsirkan sebagai fa
ro rendah, dan dalam pathet barang ditafsirkan sebagai si ro tinggi. Sedangkan nada ma dalam pathet nem ditafsirkan sebagai si ma tinggi, dan dalam pathet
lima ditafsirkan sebagai fa ma rendah.
2.3 Bentuk Gending pada Umumnya
Dalam karawitan, bentuk gending dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu gending dalam arti balungan dasar gending dan tembang atau nyanyian.
Balungan adalah kerangka lagu gending yang dimainkan menggunakan instrumen gamelan. Kata balungan berasal dari kata balung dalam bahasa Jawa, yang berarti
tulang atau kerangka. Balungan sendiri dapat digunakan dalam dua arti, yaitu sebagai kerangka lagu pokok gending dan sebagai kelompok instrumen tertentu
saron, demung, dan slentem di dalam gamelan yang khusus memainkan nada- nada inti
67
. Sedangkan istilah tembang didefinisikan sebagai musik vokal, suatu karya sastra yang harus dilagukan dalam penyajiannya
68
.
2.3.1 Jenis-jenis Tembang
Tembang dapat dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu:
2.3.1.1 Tembang Macapat atau Alit
Tembang Macapat atau Alit adalah tembang yang biasa digunakan untuk membaca buku dan juga sebagai gerongan dibawakan dalam paduan suara
67
R. L. Martopangrawit seperti dikutip dalam Sumarsam, Hayatan Gamelan: Kedalaman Lagu, Teori dan Perspektif, 13.
68
Subuh, Gamelan Jawa Inkulturasi Musik Gereja: Studi Kasus Gending-gending Karya C. Hardjasoebrata, STSI Press, Surakarta 2006, 45.
dengan irama yang metris dengan menggunakan bahasa Jawa baru
69
. Tembang- tembang macapat terdiri dari: Dandanggula, Mijil, Asmaradana, Sinom, Pangkur,
Durma, Kianti, dan Pucung
70
. Dalam perkembangannya, beberapa tembang tengahan pun masuk dalam kelompok tembang ini, yaitu Gambuh, Megatruh atau
Duduwuluh, Balabak, Wirangrong, dan Jurudemung. Tembang ageng yang masuk dalam kelompok ini adalah Girisa
71
. Setiap tembang macapat diatur dalam ketentuan gurulagu jatuhnya bunyi
akhir pada tiap baris, guruwilangan jumlah suku kata pada tiap baris, dan gurugatra jumlah baris pada tiap bait. Aturan ini bersifat tetap dan ketat, kendati
tembang ini dinyanyikan dengan cengkok atau lagu yang berbeda-beda. Masing- masing tembang macapat memiliki lebih dari satu cengkok
72
. Berikut ini adalah contoh syair Sinom
73
: Pawarta Kratoning swarga
Mangsa cacawis mring Gusti Bakal rawuh paring warta
Kratoning Allah wus prapti King Yoanes Pambaptis
Pawarta ing ngrara samun Jroning tlatah Yudhea
Martobata sira aglis Mrih widada ing tembene bagya mulya.
69
Subuh, Gamelan Jawa Inkulturasi Musik Gereja: Studi Kasus Gending-gending Karya C. Hardjasoebrata, 47.
70
R. Ng. Ranggawarsita, Mardawalagu, Sadubudi, Solo 1957, 38.
71
J. Kunst seperti dikutip dalam Subuh, Gamelan Jawa Inkulturasi Musik Gereja: Studi Kasus Gending-gending Karya C. Hardjasoebrata, 46.
72
Subuh, Gamelan Jawa Inkulturasi Musik Gereja: Studi Kasus Gending-gending Karya C. Hardjasoebrata, 46-47.
73
Diambil dari “II. Pawarta Bab Kratoning Swarga: A. Mangsa Cacawis: Gusti Bakal Rawuh Martakake Kratoning Allah” dalam G. P. Sindhunata, SJ dan Ag. Suwandi, Injil Papat: Piwulang
Sang Guru Sejati Ing Tembang Macapat, Boekoe Tjap Petroek, Yogyakarta 2008, 67.