Dimensi Liturgis Makna Tangga Nada Pelog dalam Liturgi

Dari struktur tangga nadanya, tangga nada pelog memiliki interval besar- kecil yang membutuhkan konsentrasi dalam menyanyikannya, dengan intonasi yang tidak sembarangan. Karl-Edmund Prier mengungkapkan bahwa konsentrasi pada tangga nada pelog membawa kita kepada Tuhan. Tuhan bisa dicari seperti kita mencari nada-nada 37 . Dengan lagu yang tepat, hati dan pikiran umat semakin terarah kepada Allah. Umat beriman dapat “mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebih semarak ” SC 112. Seni, dalam hal ini gending Gereja bertangga nada pelog, mampu membantu manusia untuk mengungkapkan dirinya kepada Allah di dalam liturgi, secara lebih mendalam. Dalam kriteria musik dapat membantu umat untuk bertemu dengan Allah, musik memuat aspek dialog vertikal: katabatis dan anabatis. Allah mewahyukan diri-Nya, menawarkan keselamatan kepada manusia, melalui diri Yesus Kristus yang hadir dalam konteks hidup manusia, dengan segala pola pikir, adat istiadat dan budayanya. Allah hadir melalui Putra-Nya untuk menguduskan dunia. Demikian pula gending Gereja bertangga nada pelog yang bersumber dari Kitab Suci dan sumber-sumber liturgi, menjadi konteks yang menghadirkan Yesus Kristus sendiri. Lagi pula, inti dari Injil adalah Kabar Sukacita. Setelah Allah menyapa manusia dan menawarkan keselamatan pada manusia, manusia menanggapi tawaran dan sapaan tersebut dengan menyembah dan memuliakan Allah. Ini adalah gerak naik dari manusia kepada Allah. Melalui gending Gereja, umat menyembah dan memuliakan Allah. Rahmat keselamatan 37 Wawancara dengan Karl-Edmund Prier, SJ., pada hari Kamis, 21 Februari 2013, di Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta. dari Allah ditanggapi dengan segenap hati melalui nyanyian dengan syair berbahasa Jawa dan bertangga nada pelog didukung dengan bunyi gamelan.

4.2.2 Dimensi Eklesiologis

Kriteria musik liturgi dalam dimensi ini adalah bagaimana musik memungkinkan umat untuk berpartisipasi secara penuh, sadar dan aktif dalam perayaan liturgi. Musik yang sesuai dengan citarasa setempat akan semakin mendorong umat untuk berpartisipasi 38 . Partisipasi ini dituntut oleh hakikat liturgi sendiri dan berdasar pada pembaptisan, dalam bentuk partisipasi batiniah dan partisipasi lahiriah MS 15. Konstitusi Liturgi mengungkapkan bahwa perayaan liturgi hendaknya memungkinkan “semua orang beriman dibimbing kearah keikut- sertaan yang sepenuhnya, sadar dan aktif” SC 14. Musik memiliki peran penting dalam membantu memasuki misteri iman dan menangkap sabda Tuhan dan karunia sakramen yang sedang dirayakan 39 . Upaya-upaya inkulturasi telah dilakukan demi terciptanya gending Gereja yang dapat membantu umat untuk berpartisipasi secara penuh, sadar dan aktif dalam liturgi. Contohnya adalah aklamasi-aklamasi bertangga nada pelog dan berbahasa Jawa. Aklamasi ini menjadi suatu pernyataan yang diserukan atau dinyanyikan sebagai wujud jawaban iman atas misteri yang dirayakan dan sebagai 38 Emanuel Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, Kanisius, Yogyakarta 2011, 196. 39 Emanuel Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 196. wujud partisipasi umat dalam perayaan. PUMR 79b menunjukkan, bahwa Kudus adalah bagian integral dari Doa Syukur Agung yang harus dilambungkan oleh seluruh jemaat bersama iman. Bentuk partisipasi umat ini merupakan wujud pembaruan untuk gending Jawa, mengingat lagu Jawa sebenarnya hanya menggunakan satu tunggal dalang, sinden, macapat, dan masyarakat Jawa kurang mengenal lagu bersama. Proses inkulturasi telah sampai pada tahap penyesuaian dan memunculkan bentuk-bentuk aklamasi, anamnese, proprium, serta ordinarium, yang memberikan tempat bagi umat untuk ambil bagian di dalamnya. Secara sosiologis, orang Jawa mementingkan aspek kebersamaan. Musik gamelan adalah musik komunal, yang membutuhkan antara 10 sampai 15 pemain. Masing-masing instrumen dapat dimainkan dengan sebagaimana mestinya dan indah, jika dimainkan dalam kesatuan dengan yang lainnya. Hal ini tentu berbeda dengan musik orkestra Barat yang memungkinkan adanya bentuk konserto yang memperlawankan antara satu alat musik dengan keseluruhan orkestra. Instrumen gamelan itu bersifat saling membutuhkan satu sama lain. Tidak mungkinlah seseorang mengiringi suatu lagu hanya dengan menggunakan gong atau kempul. Gong maupun kempul dapat dimainkan sebagaimana mestinya bila digabungkan dengan alat-alat lain, seperti bonang, saron, demung, kendang, gender, rebab, siter dan gambang. Cara memainkan alat musik yang bersama-sama ini menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa yang mengutamakan aspek sosialitas. Orang-orang hadir dan berkumpul dalam satu tempat yang sama dan memainkan alat musik