Metode Pengembangan Organis Organic Progression

bentuk baru itu bertumbuh secara kurang lebih organis dari bentuk-bentuk yang sudah ada ” 80 . Jika tidak ada pengembangan secara organis dalam praktek liturgi yang berdasarkan pada buku-buku liturgi, Gereja tidak akan menjadi semakin diperkaya. Atau, jika pengembangan tidak mempengaruhi usaha inkulturasi yang dilakukan oleh Gereja-gereja lokal, liturgi untuk Gereja lokal akan kecil kemungkinannya untuk menjadi kenyataan 81 . Contoh dari penerapan metode ini adalah masuknya tradisi sungkeman dalam tata perayaan perkawinan dan tahbisan imam. Sungkeman adalah tradisi Jawa untuk melakukan penghormatan dan memohon doa restu pada kedua orang tua. Dalam tata perayaan perkawinan, kedua mempelai melakukan sungkeman setelah mereka mengucapkan janji perkawinan dan sah menjadi suami-istri. Dengan sungkeman ini, kedua mempelai mengungkapkan bahwa kini mereka telah menjadi bagian keluarga dari kedua mempelai, mau berbakti pada orangtua masing-masing dan keluarga masing-masing pasangan. Sedangkan, sungkeman dalam perayaan tahbisan imam dilakukan sebelum calon imam ditahbiskan. Ia meminta doa restu kepada kedua orangtuanya untuk dipisahkan dan menjadi pemimpin umat 82 . 80 Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 48. 81 Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 51. 82 E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 42.

3.2 Inkulturasi Musik Liturgi

Makna musik liturgi menurut Konsili Vatikan II dapat dirumuskan dalam tiga poin dimensi 83 :

3.2.1 Dimensi Liturgis

Musik liturgi adalah musik yang berbeda dari musik profan pada umumnya, karena fungsi dan tujuan musik ini dibuat untuk kepentingan ibadat liturgi. Tidak mungkinlah musik dilepaskan dari konteksnya 84 . Musik ini menjadi tradisi Gereja yang tidak ternilai harganya, dan lebih gemilang dari ungkapan-ungkapan seni lainnya. Keterikatan antara nyanyian dan syairnya membuat musik ini menjadi bagian yang meriah yang penting atau integral. Musik bukanlah sekadar hiasan, tetapi liturgi itu sendiri 85 . Karena menjadi bagian yang integral, pilihan nyanyian ibadat harus bisa dipertanggungjawabkan. 83 Pembagian makna musik liturgi ke dalam tiga dimensi ini dibuat berdasarkan penjelasan yang ada pada E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 195-197. 84 Karl-Edmund Prier, SJ., Pedoman untuk Nyanyian dan Musik dalam Ibadat Dokumen Universa Laus, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta 1987, 9. 85 Bdk. SC 112; E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 195; lihat pula komentar Karl-Edmund Prier SJ., Konstitusi Liturgi Bab VI: Tentang Musik Ibadat, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta 1988, 3-4. Dibedakan antara nyanyian liturgi sebagai pengiring dan nyanyian sebagai liturgi itu sendiri. Nyanyian liturgi sebagai pengiring adalah nyanyian-nyanyian yang menyertai ritus tertentu, seperti perarakan imam dan para petugas liturgi menuju altar, iringan persiapan persembahan, dan iringan imam dan para petugas liturgi yang menuju ke sakristi. Nyanyian pengiring ini disebut proprium. Sedangkan, nyanyian sebagai bagian dari liturgi itu sendiri adalah bagian tertentu dari liturgi yang memang perlu dibawakan dengan cara dinyanyikan, seperti Kyrie, Gloria, mazmur tanggapan, bait pengantar Injil, prefasi, Sanctus dan Agnus Dei. Nyanyian sebagai bagian liturgi ini disebut ordinarium. Musik liturgi menjadi musik khusus yang digunakan upacara-upacara liturgi. Melaluinya, umat beriman dapat “mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebih semarak ” SC 112. Seni membantu manusia untuk mengungkapkan dirinya secara lebih mendalam dalam ungkapan doa, iman dan rasa syukur pada Allah di dalam liturgi. Berbeda dengan musik profan, musik liturgi memiliki tujuan untuk “kemuliaan Allah dan pengudusan Umat beriman” SC 112. Dua hal ini merupakan relasi vertikal-dialogis antara manusia dengan Allah: katabatis dan anabatis 86 . Segi katabatis adalah gerakan turun dari Allah kepada manusia. Allah menawarkan diri agar manusia memperoleh keselamatan. Ini merupakan pengudusan yang dilakukan Allah pada manusia. Sedangkan, segi anabatis adalah gerakan naik dari manusia kepada Allah. Manusia menganggapi tawaran Allah tersebut dengan menyembah dan memuliakan Allah 87 . Konsili membuka kesempatan agar kesenian-kesenian sejati dapat masuk ke dalam ibadat. Kriteria utamanya adalah kesesuaian dengan tujuan musik liturgi, yaitu demi kemuliaan Allah dan pengudusan umat beriman. Karenanya, diandaikan adanya proses pemilihan dan pemilahan antara kesenian yang sejati dan tidak sejati 88 . Kriteria utama musik liturgi dalam dimensi ini adalah bagaimana suatu musik atau nyanyian dapat membantu umat dalam berliturgi, 86 E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 119. 87 E. Martasudjita, Pr., Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 120. 88 Karl-Edmund Prier SJ., Konstitusi Liturgi Bab VI: Tentang Musik Ibadat, 4.