Berikut ini adalah contoh-contoh balungan
88
: 1.
Gending ketawang
Gambar 2.7 : Ketawang O Sang Sinuci KA 431
2. Gending ladrang
Gambar 2.8: Ladrang Dhuh Sang Sekar KA 434
3. Gending lancaran
Gambar 2.9: Lancaran Rawuha Roh Kang Suci KA 378
88
Diambil dari Kidung Adi: Buku Balungan Jilid II, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta 2000.
Penggolongan gending dengan menyebutkan ketuk kerep atau awis, sebenarnya kurang begitu umum digunakan di Yogyakarta, yang biasa menyebut
gending hanya dengan menyebutkan jenis kendangannya saja. Kendati demikian, penyebutan ketuk kerep atau awis ini dirasa baik karena membantu para pemain
untuk segera mengetahui bentuk dan cara memainkan gending tersebut
89
. Pengertian ketuk kerep adalah pukulan ketuk yang dilakukan setiap 8
tabuhan balungan atau 2 gatra dimulai dari gatra pertama setelah gong. Sedangkan ketuk awis adalah pukulan ketuk yang dilakukan setiap 16 tabuhan balungan atau
4 gatra, dimulai dari gatra kedua setelah gong.
90
Ketuk kerep tanda + adalah bunyi ketuk:
Gambar 2.10: Skema ketuk kerep
Ketuk awis:
Gambar 2.11: Skema ketuk awis
89
Subuh, Gamelan Jawa Inkulturasi Musik Gereja: Studi Kasus Gending-gending Karya C. Hardjasoebrata, 54.
90
Subuh, Gamelan Jawa Inkulturasi Musik Gereja: Studi Kasus Gending-gending Karya C. Hardjasoebrata, 55.
2.4 Perbandingan Musik Barat dan Timur
Musik Barat umumnya harmonis dengan tonalitas mayor dan minor sebagai nada pusat
91
. Nada-nada dan akor-akor dibentuk berdasar pada kedua tonalitas ini, dengan adanya suatu perpaduan antara keselarasan dan ketegangan. Permainan
akor menjadi dominan, dan lompatan-lompatan nada yang besar dimungkinkan sejauh memiliki hubungan dengan akornya
92
. Musik Barat sangatlah dinamis
93
dan memiliki suatu bentuk yang siklis dengan mengandalkan pengulangan-pengulangan
94
. Variasi di dalam pengulangan menunjukkan adanya gerak dinamis di dalam siklus tersebut. Sebagai contoh,
sonata memiliki suatu alur yang tetap. Di bagian awal, tema disajikan sebagai perkenalan, tanpa suatu pengembangan apapun. Tema ini menjadi suatu garis
besar yang akan dikembangkan di dalam lagu. Selanjutnya tema tersebut dikembangkan dengan berbagai macam cara, misalnya dengan diberi motif,
modulasi, dan perubahan ritme. Pada akhir sonata, disajikanlah suatu bentuk kesimpulan berupa tema awal dengan segala perkembangannya. Selain itu, musik
Barat ditulis dalam notasi balok yang memastikan nada. Gaya homofon menjadi bentuk yang banyak dipakai dalam musik Barat
sejak abad ke-17. Perpaduan nada secara vertikal atau akor sangatlah penting untuk menunjukkan suatu kekompakan. Gaya polifon memang digunakan, namun
tetap perlu menjaga kecocokan nada dengan memperhatikan perpaduan vertikal
91
Karl-Edmund Prier, SJ., Ilmu Harmoni, 83.
92
Karl-Edmund Prier, SJ., Ilmu Harmoni, 84.
93
J. Kunst, The Music of Java, 1.
94
Karl-Edmund Prier, SJ., Ilmu Harmoni, 84.
dari nada-nada tersebut
95
. Peranan akor kembali ditekankan, namun belum tentu dalam urutan tertentu. Musik Barat penuh dengan aksi dan tegangan. Ekspresi
krisis dan konflik ingin dicapai
96
. Ada antitesis yang menjadi jawaban atas tesis. Berbeda dengan musik Barat, musik Timur umumnya bertangga nada
pentatonis tangga nada lima nada dan heterofonis
97
, dengan dua macam pembagian, yaitu tangga nada pentatonis tanpa setengah laras dan tangga nada
pentatonis dengan setengah laras. Tangga nada slendro masuk dalam jenis pentatonis tanpa setengah laras, sedangkan tangga nada pelog masuk dalam jenis
pentatonis dengan setengah laras
98
. Musik pentatonis modal, dalam hal ini tangga nada slendro dan pelog,
memiliki ciri yang berbeda dari musik Barat. Musik pentatonis tidak dapat serta merta diaransemen menggunakan teknik aransemen musik tonal yang
mengutamakan keselarasan dan ketegangan antar nada melalui akor-akor. Pada dasarnya, musik pentatonis berjalan melangkah, sedangkan musik Barat berdasar
pada jarak antar nada. Tegangan-tegangan dan langkah interval diatonis menjadi ciri khas dari musik ini. Akor tidak main peranan, karena musik lebih
mengutamakan gerakan horisontal dari nada-nada. Akor-akor memang dapat terjadi, namun hanya berupa kebetulan dan sebagai akor peralihan
99
. Jika aransemen musik tonal dipaksakan, tidak diragukan lagi bahwa ciri khas musik
pentatonis modal akan hilang dan menjadi miskin. Para musisi perlu lebih
95
Karl-Edmund Prier, SJ., Ilmu Harmoni, 84.
96
J. Kunst, The Music of Java, 1.
97
Karl-Edmund Prier, SJ., Inkulturasi Musik Liturgi, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta 1999, 15.
98
Karl-Edmund Prier, SJ., Ilmu Harmoni, 82-83.
99
Karl-Edmund Prier, SJ., Ilmu Harmoni, 84.