Metode Asimilasi Kreatif Creative Assimilation

pembasuhan kaki para babtisan baru 76 . Dalam konteks budaya-budaya di Indonesia, metode ini dilakukan dalam bentuk penyesuaian pada bangunan gedung gereja yang memiliki corak budaya setempat, tari-tarian yang digunakan dalam perarakan pembuka dan perarakan bahan-bahan persembahan 77 .

3.1.5.3 Metode Pengembangan Organis Organic Progression

78 Chupungco berpendapat bahwa metode pengembangan organis ini merupakan usaha untuk melengkapi dan menambahkan bentuk liturgi yang sejak awal sudah dibentuk dan ditetapkan oleh Takhta Suci setelah Konsili Vatikan II. Buku-buku liturgi dibaca kembali untuk dilengkapi kekurangannya 79 . Metode ini merupakan pengembangan, karena adanya bentuk baru yang diberikan pada liturgi. Sedangkan, metode ini organis karena pengembangan ini dilakukan dengan tetap mengikuti tujuan dasar dari bentuk-bentuk liturgi yang sudah ada dan pada tradisi liturgi. SC 23 menegaskan metode pengembangan organis ini dengan mengatakan, bahwa “hendaknya diusahakan dengan cermat, agar bentuk- 76 Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 44- 45. 77 E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 42. 78 Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 47- 51. 79 Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 47. bentuk baru itu bertumbuh secara kurang lebih organis dari bentuk-bentuk yang sudah ada ” 80 . Jika tidak ada pengembangan secara organis dalam praktek liturgi yang berdasarkan pada buku-buku liturgi, Gereja tidak akan menjadi semakin diperkaya. Atau, jika pengembangan tidak mempengaruhi usaha inkulturasi yang dilakukan oleh Gereja-gereja lokal, liturgi untuk Gereja lokal akan kecil kemungkinannya untuk menjadi kenyataan 81 . Contoh dari penerapan metode ini adalah masuknya tradisi sungkeman dalam tata perayaan perkawinan dan tahbisan imam. Sungkeman adalah tradisi Jawa untuk melakukan penghormatan dan memohon doa restu pada kedua orang tua. Dalam tata perayaan perkawinan, kedua mempelai melakukan sungkeman setelah mereka mengucapkan janji perkawinan dan sah menjadi suami-istri. Dengan sungkeman ini, kedua mempelai mengungkapkan bahwa kini mereka telah menjadi bagian keluarga dari kedua mempelai, mau berbakti pada orangtua masing-masing dan keluarga masing-masing pasangan. Sedangkan, sungkeman dalam perayaan tahbisan imam dilakukan sebelum calon imam ditahbiskan. Ia meminta doa restu kepada kedua orangtuanya untuk dipisahkan dan menjadi pemimpin umat 82 . 80 Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 48. 81 Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 51. 82 E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 42.