Tahap Keempat: Inkulturasi yang Paling Mendalam
Karena kemendesakan dan ketidakmudahan dalam proses inkulturasi ini, Gereja menetapkan beberapa aturan dalam Sacrosanctum Concilium artikel 40:
1. Hendaknya pimpinan gerejawi setempat yang berwenang, seperti
dalam art. 22 2, dengan tekun dan bijaksana mempertimbangkan, unsur-unsur manakah dari tradisi-tradisi dan ciri khas masing-masing
bangsa yang dalam hal itu sebaiknya ditampung dalam ibadat Ilahi. Penyesuaian-penyesuaian, yang dipandang berfaedah atau memang
perlu, hendaklah diajukan kepada Takhta Apostolik, supaya atas persetujuannya dimasukkan dalam Liturgi.
2.
Namun, supaya penyesuaian dijalankan dengan kewaspadaan seperlunya maka Takhta Apostolik akan memberikan wewenang
kepada pimpinan gerejawi setempat, untuk –bila perlu- dalam
beberapa kelompok yang cocok untuk itu dan selama waktu yang terbatas
mengizinkan dan
memimpin eksperimen-eksperimen
pendahuluan yang diperlukan. 3.
Ketetapan-ketetapan tentang Liturgi biasanya menimbulkan kesulitan-kesulitan khas mengenai penyesuaian, terutama di daerah-
daerah Misi. Maka, dalam menyusun ketetapan-ketetapan ini hendaknya tersedia ahli-ahli untuk bidang yang bersangkutan.
Dengan demikian, inkulturasi yang sejati membutuhkan suatu usaha yang keras untuk menentukan menentukan unsur-unsur budaya asli mana yang dapat
dimasukkan ke dalam liturgi. Inkulturasi pun tidak bisa dilakukan secara sembarangan, membutuhkan pengawasan, dan melibatkan berbagai pihak. Hal ini
demi menjaga kesatuan antara inkulturasi yang dilakukan dengan ritus Romawi. Karena inkulturasi bukanlah untuk menciptakan rumpun liturgi baru, tetapi untuk
“menanggapi kebutuhan-kebutuhan budaya setempat dan mengarah ke penyesuaian-penyesuaian yang masih tetap berada dalam kesatuan dengan Ritus
Romawi” LRI 36.
E. Martasudjita menjelaskan tahap inkulturasi yang paling mendalam ini dengan contoh inkulturasi antara teologi dan liturgi Paskah
67
. Paskah adalah tradisi Yahudi untuk merayakan karya pembebasan Allah atas bangsa Israel dari
penindasan bangsa Mesir. Tradisi ini berasal dari Perjanjian Lama. Tetapi, setelah peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus, Paskah Yahudi ini
mendapatkan isi yang baru bagi orang Kristen. Simbol-simbol yang digunakan masih tetap dari lingkungan Yahudi, tetapi isinya sudah betul-betul baru. Paskah
Yahudi yang merupakan perayaan karya pembebasan Allah bagi bangsa Israel dari penjajahan bangsa Mesir, kini mendapatkan kepenuhannya dalam misteri
Paskah Yesus Kristus yang merupakan karya pembebasan Allah bagi manusia terhadap penjajahan dosa.
Karl-Edmund Prier berpendapat, bahwa inkulturasi yang mendalam memang sampai pada kreativitas
68
. Unsur-unsur baru muncul dari pertemuan antara dua budaya. Masing-masing budaya semakin diperkaya dengan hal baru
yang sebelumnya belum didapatkan.
67
Contoh tahap inkulturasi yang paling mendalam ini mengikuti contoh yang dibuat dalam E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah
Teologi Inkulturasi, 37.
68
Wawancara dengan Karl-Edmund Prier, pada hari Rabu, 10 April 2013, pukul 11.35 WIB di Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta.