Langkah 2: Lagu Jawa dengan Syair Latin

Lagu ini menggunakan tangga nada frigis, bermodus 3, dengan nada finalis mi. Setiap suku kata mendapatkan satu nada sillabis. Suasana yang diciptakan oleh tangga nada frigis adalah mistis, lembut, dan transenden 3 . Oleh C. Hardjasoebrata, syair lagu Gregorian ini diambil dan diberi tangga nada pelog nem hingga menjadi: Gambar 4.4: Bait pertama lagu Pange Lingua Tantum Ergo IV KSG 23A Lagu ini menggunakan tangga nada pelog pathet nem. Pelog pathet nem bertangga nada: ji-ro-lu-mo-nem-ji, atau mi-fa-sol-si-do-mi. Suasana khas yang ingin diciptakan pelog pathet nem adalah sabar, sareh, dan tidak terlalu nglangut 4 . Demikian pula, lagu ini menggunakan nada ro atau fa sebagai awalan untuk menghindari kesan tegas, dan menekankan suasana sareh, lembut dan transenden. C. Hardjasoebrata tetap mempertahankan suasana lagu Gregorian modus frigis dengan menggunakan lagu pelog pathet nem dengan nada finalis mi. Bentuk inkulturasi tahap ini masih terjadi separuh-separuh. Kendati umat sudah merasakan sentuhan suasana budaya Jawa melalui tangga nada pelog, syair 3 Karl-Edmund Prier, SJ., Ilmu Harmoni, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta 1994, 90. 4 Ki Hadjar Dewantara lan M. Ng. Najawirangka, Kawruh Gendhing Djawa, Sadu-Budi, Solo 1957, 56. lagunya masih berbahasa Latin dan lagunya masih terikat pada jumlah suku kata syair bahasa Latin. Tahap ini juga bisa disebut sebagai tahap penerjemahan. Bahasa syairnya memang belum diterjemahkan, tetapi tangga nadanya telah diterjemahkan. Modus frigis memiliki suasana yang serupa dengan pelog pathet nem dengan cara pengolahan tertentu.

4.1.1.3 Langkah 3: Lagu Jawa dengan Syair Jawa

Pada bagian ini, inkulturasi telah menghasilkan lagu yang bertangga nada Jawa dengan syair berbahasa Jawa. Kaitan antara lagu dan syair tetap diperhitungkan, karena “nyanyian suci yang terikat pada kata-kata adalah bagian liturgi yang integral dan meriah” SC 112. Isi syair diungkapkan semakin jelas dengan lagu. Banyak lagu jenis ini, baik proprium maupun ordinarium, telah tercipta, dan ini menjadi bukti bahwa inkulturasi pada tahap penyesuaian telah berhasil. Contoh lagu Jawa dengan syair Jawa adalah lagu Kidung Pudyastuti KA 155, Memujia Pangeran KA 156, Mba Sumujud KA 157, Andher Pra Abdi KA 158, Kula Sowan Gusti KA 160, Ordinarium Misa Rudita KA 174, 184, 219, 229, Ordinarium Misa Kratoning Allah KA 173, 183, 218, 228. Berikut ini adalah lagu Memujia Pangeran yang dapat menjadi contoh lagu Jawa dengan syair Jawa: Gambar 4.5: Memujia Pangeran KA 156 Lagu Memujia Pangeran ini diciptakan oleh Al. Wahyasudibya dengan menggunakan tangga nada pelog nem. Lagu ini singkat dan terdiri dari dua bait. Keuntungannya adalah lagu ini dapat dinyanyikan berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan tanpa perlu khawatir durasi waktunya menjadi terlalu lama. Karena masuk ke dalam liturgi, durasi lagu tidak boleh terlalu panjang. Paul Widyawan mengungkapkan, bahwa “durasi gending Gereja harus pendek” 5 . Budi Santoso mengusulkan bentuk lagu yang singkat untuk mengantisipasi terlalu lamanya gending Gereja. Sebagai contoh, ia pernah membuat sebuah lagu komuni dengan durasi waktu 15 menit. Ternyata pembagian komuni dilakukan oleh banyak prodiakon dan para suster. Komuni pun hanya berlangsung selama lima menit. Lagu-lagu singkat dirasa lebih memadai, karena 5 Wawancara dengan Paul Widyawan, pada hari Kamis, 21 Februari 2013, di Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta.