Dimensi Kristologis Inkulturasi Musik Liturgi
beriman dan u ntuk menyatakan doa Gereja kepada Tuhan” LRI 39. Penyesuaian
yang perlu diperhitungkan antara bahasa pribumi dengan lagu-lagu baru. Kekhasan bahasa pribumi tidak boleh diabaikan, dan aturan-aturan musik ibadat
tetap harus dijalankan bdk. MS 54. Kesulitan yang dapat muncul dalam inkulturasi adalah kurang
diperhatikannya keindahan dalam permainan kata pada bahasa daerah dalam lagu baru pada versi Indonesia
95
. Bahasa daerah memiliki nuansa gaya sastra dan istilah-istilah yang khas menggambarkan diri masyarakatnya. Pada lagu-lagu
terjemahan, hilangnya suasana ini lebih terasa. Perlu juga diperhatikan mengenai unsur-unsur bahasa mana yang layak dimasukkan ke dalam perayaan liturgi LRI
39. Setelah Konsili Vatikan II dilaksanakan, perkembangan khazanah musik
liturgi menjadi semakin pesat. Dinamika liturgi yang baru ternyata menghasilkan ciptaan-ciptaan musik liturgi yang baru
96
; di sisi lain, perayaan liturgi berubah secara musikal karena musik yang berbeda atau baru
97
. Tradisi musik ibadat selama 2.000 tahun tetap layak untuk dilanjutkan pada zaman sekarang
98
. Muncul ribuan karya yang menggunakan syair dari proprium, dengan lebih
sedikit karya yang menggunakan syair ordinarium. Jumlah ini semakin bertambah bukan hanya karena banyaknya bahasa yang digunakan, tetapi juga karena
banyaknya kelompok di dalam jemaat. Hasilnya adalah melimpahnya jumlah
95
Karl-Edmund Prier, SJ., Inkulturasi Musik Liturgi, 52.
96
Bernard Huijbers, “Liturgical Music after the Second Vatican Council”, Concilium 132, 106; lihat pula Karl-Edmund Prier SJ., Konstitusi Liturgi Bab VI: Tentang Musik Ibadat, 12.
97
Bernard Huijbers, “Liturgical Music after the Second Vatican Council”, 106.
98
Karl-Edmund Prier SJ., Konstitusi Liturgi Bab VI: Tentang Musik Ibadat, 12.
karya-karya di seluruh dunia. Karya-karya tersebut sulit untuk dikenali dan dipertukarkan satu sama lain, tidak seperti Ordinarium Latin pada zaman dahulu
99
. Dalam konteks Indonesia yang memiliki 1.128 suku bangsa
100
dan 746 bahasa daerah
101
, keanekaragaman dapat menjadi potensi inkulturasi musik liturgi yang sangat subur. Para pemusik daerah setempat perlu disadarkan dan
menyadari, bahwa mereka memiliki potensi besar untuk mengembangkan musik liturgi setempat. Mereka adalah orang-orang yang memiliki budaya tersebut dan
mengetahui seluk beluk dan filosofi hidupnya. Yang menjadi pencipta musik terkadang bukanlah para ahli musik yang terbiasa mencipta dan mengolah musik,
tetapi mereka dapat pula datang dari kalangan petani, guru dan katekis
102
. Mereka memiliki kemampuan untuk menyusun lagu yang puitis, menciptakan lagu baru,
menghafalkan lagu-lagu daerah yang dapat digunakan sebagai contoh lagu baru, dan mengiringi lagu dengan alat sederhana
103
. Ciri khas musik tradisional ini tidak bisa diabaikan dan begitu saja diukur
baik-buruknya menggunakan teori musik Barat. Sebaliknya, keunikan musik daerah dan kemampuan para musisi setempat dalam menciptakan lagu baru untuk
kepentingan liturgi, semakin memperkaya khazanah musik Gereja. Kriteria musik liturgi di sini bukan pada popularitas lagu di tengah umat, tetapi pada adanya
99
Bernard Huijbers, “Liturgical Music after the Second Vatican Council”, 102.
100
Fitri Diana Wuryanti, “Implementasi Konvensi Diskriminasi Rasial”, 2013, Diakses dari http:www.ham.go.iddownload.php3Fid3D73220826mod3D32Bjumlah+suku+bangsa
+di+indonesiahl=entbo=dbiw=1346bih=618gbv=1sei=_I8dUZbTCcW4rAeB3oHgCA ct=clnk. 15 Februari 2013.
101
Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, “10 Persen Bahasa Dunia Ada di Indonesia”, 2013, Diunduh dari http:www.menkokesra.go.idcontent10-persen-bahasa-dunia-
ada-di-indonesia. 15 Februari 2013.
102
Karl-Edmund Prier, SJ., Inkulturasi Musik Liturgi, 49.
103
Karl-Edmund Prier, SJ., Inkulturasi Musik Liturgi, 48-49.
kecocokan antara musik dengan jiwa dan misteri iman akan Kristus yang dirayakan di dalam liturgi
104
.