menerjemahkan kata dignitas dengan kata-kata “menggunakan bulu burung
elang”. Dalam konteks budaya bangsa Nigeria, bulu-bulu elang yang disematkan di rambut menunjukkan martabat dan posisi seseorang di dalam masyarakatnya.
Tuhan yang memberikan martabat kepada manusia, sejajar dengan Tuhan yang memberikan bulu elang kepada manusia
72
.
3.1.5.2 Metode Asimilasi Kreatif Creative Assimilation
Metode ini menyangkut dua hal, yaitu apa yang ditawarkan budaya asli dan apa yang dapat ditambahkan untuk liturgi kristiani
73
. Penyesuaian dilakukan pada simbol-simbol dan bagian-bagian liturgi tanpa mengusik tata liturgi Gereja itu
sendiri
74
. Menurut ketentuan SC 38-39 dan 63b, metode asimilasi kreatif ini tidak dapat dianggap sebagai metode inkulturasi liturgi biasa. Inkulturasi normalnya
dimulai dari sumber-sumber yang telah ada, karena inkulturasi lebih sama dengan penerjemahan dari pada suatu bentuk penciptaan baru
75
. Metode ini berperan penting dalam proses perkembangan liturgi selama
masa patristik. Para bapa Gereja, seperti Tertullianus, Hipolytus dan Ambrosius juga memberikan sumbangan terhadap perkembangan ritus inisiasi. Contoh klasik
yang dapat digunakan adalah pemberian secangkir susu dan madu, dan
72
Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 40.
73
E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 41.
74
E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 42.
75
Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 45.
pembasuhan kaki para babtisan baru
76
. Dalam konteks budaya-budaya di Indonesia, metode ini dilakukan dalam bentuk penyesuaian pada bangunan
gedung gereja yang memiliki corak budaya setempat, tari-tarian yang digunakan dalam perarakan pembuka dan perarakan bahan-bahan persembahan
77
.
3.1.5.3 Metode Pengembangan Organis Organic Progression
78
Chupungco berpendapat bahwa metode pengembangan organis ini merupakan usaha untuk melengkapi dan menambahkan bentuk liturgi yang sejak
awal sudah dibentuk dan ditetapkan oleh Takhta Suci setelah Konsili Vatikan II. Buku-buku liturgi dibaca kembali untuk dilengkapi kekurangannya
79
. Metode ini merupakan pengembangan, karena adanya bentuk baru yang diberikan pada
liturgi. Sedangkan, metode ini organis karena pengembangan ini dilakukan dengan tetap mengikuti tujuan dasar dari bentuk-bentuk liturgi yang sudah ada
dan pada tradisi liturgi. SC 23 menegaskan metode pengembangan organis ini dengan mengatakan, bahwa “hendaknya diusahakan dengan cermat, agar bentuk-
76
Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 44- 45.
77
E. Martasudjita, Pr., Injil Yesus Kristus dalam Perayaan Iman Gereja Lokal: Catatan Matakuliah Teologi Inkulturasi, 42.
78
Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 47- 51.
79
Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 47.