Substansi Pembaruan: Otonomi di Bawah Reformasi.

2. Substansi Pembaruan: Otonomi di Bawah Reformasi.

UU No. 51974 menekankan fungsinya sebagai bagian dari kewajiban yang diemban daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab. Sebaliknya UU baru, menekankan bahwa otonomi yang dikembangkan dimaksudkan dan dijalankan dengan prinsip demokrasi dan untuk menumbuhkan peran serta masyarakat. Jika dilihat dari konteks politik, maka kehadiran UU No. 51974, ada pada kondisi politik yang represif, dimana kekuasaan orde baru sedang dalam proses penguatan. Sedangkan UU No. 221999, lahir dalam situasi reformasi, paska tumbangnya kekuasaan orde baru. Nampak bahwa kebijakan otonomi merupakan bagian dari pemenuhan tuntutan rakyat bukan kebijakan yang merepresentasikan praktek konsolidasi kekuasaan. Sebagai bahan perbandingan mengenai pelaksanaan asas-asas hubungan pemerintah pusat dan daerah lihat bagan Pelaksanaan asas-asas Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Asas Sifat Pemberian Kewenangan Perbedaan Kewenangan pada Pemerintah Pusat Wilayah Daerah Desentra- lisasi Penyerahan Pengawasan Pengendalian Pertanggungja waban umum Koordinasi pengawasan Kebijakan Perencanaan Pelaksanaan Pembiayaan kecuali gaji pegawai Dekonsen- trasi Pelimpahan Kebijaksanaan Perencanaan Koordinasi Menunjang Melengkapi Pembiayaan Pengawasan Pemban- tuan Pengikutserta- an Kebijaksanaan Perencanaan Pelaksanaan Koordinasi Membantu pelaksanaan Pembiayaan Pengawasan. Otonomi diberi makna sebagai: kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dikatakan pula bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk lebih menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah; bagian c menekankan, bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerahdengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsioanal, yang diwujudkan denganpengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sini nampak adanya suatu keinginan untuk mengembangkan suatu pemerintahan transisi, yang lebih mengakomodasi dinamika daerah, yang didasarkan pada prinsip demokrasi. Otonomi yang dikembangkan secara tegas menekankan pemisahan antara asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi. Mengingat otonomi bertumpu di tingkat II dan bukan di propinsi. Maka dalam hal ini propinsi masih merupakan wakil pemerintah pusat di daerah. Sedangkan daerah otonom akan berdiri sendiri –tidak hirarkis. Secara keseluruhan, prinsip-prinsip otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam kebijakan adalah: a. Penyelenggaran otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah; b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab; c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedangkan otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas. d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan Daerah, serta antar daerah. e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan daerah otonom. f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. g. Pelaksaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. h. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melapor pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. i. Point tersebut, menunjukkan adanya kecenderungan pergeseran dari paradigma lama, yang menyatukan asas dekonsentrasi dengan asas desentralisasi, sehingga menghilangkan makna otonomi. Pada sisi yang lain, demokrasi hendak dijadikan dasar utama, dan tidak semata-mata mengembangkan misi efisiensi dan kontrol birokrasi negara. Hal ini tentu saja memberikan peluang bagidaerah untuk tumbuh dengan potensi dan kehendak rakyat.

3. Kewenangan Daerah.