Qanun Pilkada di NAD 1. Pemilihan Gubernur Wakil Gubernur

membuka peluang bagi pencalonan kandidat independen untuk pemilihan kepala daerah di Aceh. Ada beberapa ketidaksesuaian antara UU No.18 tahun 2201 dengan UU No.32 tahun2004. Pertama menyangkut penyelenggara pilkada langsung di NAD. UU No.18 tahun 2001 menggariskan bahwa penyelenggara pilkada di NAD adalah Komisi Independen Pemilihan yang terdiri dari anggota KPU nasional. Qanun pilkada langsung menetapkan bahwa anggota KIP adalah 9 orang termasuk 1 orang anggota KPU nasional dengan masa jabatan 5 tahun. UU No. 32 tahun 2004 merinci keanggotaan KIP dengan menetapkan bahwa wakil KPU nsional dalam KIP adalah ketua dan anggota KPU Provinsi yang dibentuk berdasarkan UU No.12 tahun 2003 tentang Pemilu. Kini DPRD NAD mengalami dilemma karena telah menyeleksi dan melantik 8 orang anggota KIP, namun karena ketentuan UU No.32 tahun 2004 maka ada tekanan untuk melantik pula seluruh anggota KPU provinsi sebanyak 5 orang menjadi KIP sehingga keseluruhan anggota KIP menjadi 13 orang. Seharusnya bila pemerintah nasional menghormati prinsip otonomi khusus Provinsi NAD, maka perintah UU No.18 tahun 2001 serta Qanun No.2 tahun 2004 ditegakkan secara penuh dengan tetap hanya melantik 9 orang anggota KIP termasuk 1 wakil KPU Nasional yang dapat diisi oleh Ketua KPU Provinsi NAD sebagai wakil kolektif KPU Provinsi. Ketidaksesuaian lain adalah menyangkut peluang kandidat independen dalam Qanun No.2 tahun 2004 tentang pilkada langsung di Aceh. Tentu ini bertentangan dengan UU No.32 tahun 2004 yang sama sekali tidak membuka peluangn adanya kandidat independen karena semua calon kepala daerah harus dicalonkan oleh parpol atau gabungan parpol.

1. Qanun

Pemberlakuan UU No.18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi daerah Istimewa Aceh sebafgai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sesungguhnya memeberi peluang lahirnya peraturan perundang-undangan berupa Qanun yang mengatur aspek-aspek yang berhubungan antara relasi pemerintah dengan masyarakat. Qanun adalah istilah yang digunakanm di Aceh untuk merujuk kepada Peraturan Daerah Perda. Di dalam UU Pemerintahan Aceh, qanun diartikan sebagai Peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarkat di Aceh. UUPA memandatkan lahirnya sejumlah qanun. Saat ini, ada 59 qanun yang termuat di dalam Prolega Program Legislasi Aceh- Prolegda. Qanun dapat diinisiasi baik oleh lembaga eksekutif maupun lembaga legislative di Aceh. Setelah pengajuan, sebuah rancangan qanun Raqan akan dibawa ke dalam uji public dan pembahasan di dalam badan legislative DPRA,. Setelah proses ini dan pemuatan usulan-usulan perubahan terhadap raqan tersebut, qanun akan disahkan oleh legislatif dan ditandatangani oelh badan eksekutif. Beberapa contoh qanun yang berlaku di Aceh: a. Qanun No.10 tahun2002 tantang Peradilan Syariat Islam. Disahkan pada tanggal 14 Oktober 2002 dan diundangkan 6 Januari 2003. . b. Qanun No. 11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam. Disahkan tanggal 14 Oktober 2002, dan diundangkan tanggal 6 Januari 2003. Kandungan utama qanun ini berupaya memilah dan mengelaborasi lebih jauh paraturan daerah No.5 tahun 2003 Tentang Pelaksanakan Syariat Islam. c. Qanun No.12 tahun 2003 tentang Larangan Minuman Khamr dan sejenisnya. d. Qanun No.13 tahun 2003 tentang Maisir perjudian e. Qanun No.14 tahun 2003 tentang Khalwat mesum. BAB X GOOD GOVERNANCE PEMERINTAHAN YANG BAIK A. Paradigma Good Governance Perkembangan paradigma Good Governance ini juga untuk sebagian akibat adanya globalisasi suatu ide, kegiatan fenomena menjadi sesuatu yang global: tidak hanya untuk suatu masyarakatbangsa tertentu. Globalisasi memang bukan hanya ekonomi, tetapi juga ideology, HAM dan politik Bintoro Tjokroamidjojo, 2000. Ismail Muhammad 2000, mengatakan bahwa ahli juga sepakat bahwa Good Governance merupakan paradigma baru dan menjadi ciri yang harus ada dalam sistem administrasi publik, yang dalam penyelenggaraannya harus secara politik akseptabel, secara hokum efektif dan secara administrasi efisien. Bintoro Tjokroamidjojo 2000 Governance artinya memerintah, menguasai, mengurus. Bondan Gunawan 2000 menawarkan kata penyelenggaraan World Bank 2000 merumuskan pelaksanaan kekuasaan politik untuk memanage masalah-masalah suatu Negara. Karshi Nisjar 1997 istilah Governance secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu kegiatan, pengarahan, pembinaan atau dalam bahasa inggrisnya adalah guilding. Governance adalah suatu proses dimana suatu system soaial, ekonomi, atau system organisasi komel lainnya dikendalikan dan diatur. Paquet 1994 Sedangkan Pinto 1994 mendefinisikan Governance sebagai praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintah secara umum dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Proses penyelenggaraan kekuasaan Negara dalam melaksanakan penyediaan publik goods and services disebut governance pemerintah kepemerintahan. Sedangkan praktek terbaik disebut Good Governance kepemerintahan yang baik. Istilah Good Governance diartikan kepemerintahan yang baik Sofyan Effendi 2000. Bondan Gunawan 2000 mengajukan padanan kata penyelenggaraan yang baik atau pemerintah yang bersih, - pemerintahan yang berwibawa Ismail Muhammad 1997.

B. Unsur-Unsur Good Governance