Beberapa Ketentuan dalam Otonomi Khusus Pasal 32:

sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua yang terdiri atas: a. Kelompok Kerja Adat: yang mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan adat dan budaya asli. b. Kelompok Kerja Perempuan: yang mempunyai tugas melindungi dan memberdayakan perempuan dalam rangka keadilan dan kesetaraan gender. c. Kelompok Kerja Keagamaan: yang mempunyai tugas memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama. Majelis Rakyat Papua MRP merupakan representasi cultural orang asli Papua yang mempunyai kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua, dengan berlandaskan penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan dan pemantapan kerukunan umat beragama. Sementara itu, pengawasan check and balances terhadap MRP tidak secara eksplisit terdapat dalam UU No. 21 tahun 2001, sehingga tidak ada kekuasaan atau otoritas lain di Papua yang secara langsung dapat meminta pertanggungjawaban Majelis Rakyat Papua MRP bersifat built-in control dalam MRP dan berlangsung diantara sesama anggota MRP.

E. Beberapa Ketentuan dalam Otonomi Khusus Pasal 32:

1. Dalam rangka meningkatkan efektivitas pembentukan dan pelaksanaan hukum di Provinsi Papua, dapat dibentuk Komisi Hukum Ad Hoc. Penjelasan Pasal 32 1: Pembentukan Komisi Hukum Ad Hoc dimaksudkan untuk membantu Gubernur, DPRD, dan MRP dalam menyiapkan rancangan Perdasus dan Perdasi sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-undang ini. 2. Komisi Hukum Ad Hoc sebagaimana dimaksud apa ayat 1 yang fungsi, tugas, wewenang, bentuk dan susunan keanggotannya diatur dengan Perdasi. Pembukaan rancangan Perdasi menyatakan bahwa Komisi Hukum bertugas membantu Gubernur, DPRD, dan MRP dalam menyiapkan rancangan Perdasus dan Perdasi sebagai tindak lanjut pelaksanaan UU No. 21 tahun 2001. Ini adalah tugas utama tetapi Komisi Hukum memiliki tugas umum untuk meningkatkan efektivitas pembentukan dan pelaksanaan hukum di Provinsi Papua sebagaimana ditetapkan dalam pasal 32 1 Otsus. Tugas umum ini harus juga dimasukkan dalam Pembukaan untuk mendefinisikan lingkup tugas pokok terms of reference dari Komisi Hukum Ad Hoc dalam pasal 1. Menurut pasal 2, keanggotaan Komisi Hukum terdiri dari para pakar, praktisi hokum, dan LSM. Semua persyaratan keanggotaan lain harus ditetapkan dengan keputusan gubernur. Pasal 4 dan 5 menyebutkan tugas dan fungsi Komisi Hukum Ad Hoc. Pasal-pasal ini memusatkan pada tugas pokok yaitu merancang Perdasus dan Perdasi. Untuk masalah Hukum Adat, Otsus berisi banyak sekali ketentuan tentang hak adat, hokum adat, dan pengadilan adat pasal 43, 50, dan 51. Mengingat pentingnya hukum adat di Papua, Komisi Hukum berkewajiban mempertimbangkan dan menghormati hokum adat ketika melakukan semua fungsi lainnya. Komisi Hukum juga harus melakukan riset khusus tentang hokum adat jika diperlukan. Sedangkan masalah keuangan termuat dalam pasal 6 menyatakan bahwa semua keuangan yang diperlukan oleh Komisi Hukum harus dianggarkan dalam APBD Provinsi Papua. Komisi hukum harus menyerahkan laporan tahunan kepada gubernur, DPRP, dan MRP. Laporan ini harus berisi ringkasan tentang: 1. pelaksanaan kerja Komisi Hukum selama tahun sebelumnya 2. program kerja yang diusulkan untuk tahun mendatang 3. laporan lengkap keuangan dengan rincian biaya membayar pegawai dan semua pengeluaran yang terjadi Pembiayaan untuk tahun yang akan datang harus disyaratkan bahwa Komisi Hukum telah menggunakan uang dengan baik pada tahun sebelumnya. Ketua Komisi Hukum diwajibkan secara lisan menjelaskan fungsi dan kerja komisi kepada DPRP sekurang- kurangnya setahun sekali juga atas permintaan Gubernur atau DPRP. Mekanisme pelaporan semacam ini sangat penting untuk menjamin pengguanaan sumber-sumber dana dan sumber lain secara benar.

F. Hambatan dalam Implementasi Otonomi Khusus