Federalisme? Mungkinkah bagi Indonesia

terutama dalam perimbangan keuangabn daerah atau bahkan membuka kemungkinan federalisme secara politis. E. Federalisme? Mungkinkah bagi Indonesia Ketika Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam Pasal 1, ayat 1 dicantumkan bahwa Negara Indonesia adalah “negara kesatuan” eenheidstaat. Bentuk negara ini dipertahankan selama Republik Pertama 17 Agustus 1945 - 27 Desember 1949. Pemerintah Belanda yang berusaha menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia, menciptakan negara-negara bagian dan satuan-satuan kenegaraan yang dimaksudkan untuk melumpuhkan status Republik Indonesia yang dibentuk dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagai negara nasional, serta untuk memecah belah rakyat Indonesia. Usaha Pemerintah Belanda itu menghasilkan pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949 yang terdiri dari 16 daerah bagian, yaitu Negara Republik Indonesia Yogya, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, Sumatera Sealatan, serta sembilan satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Dengan terbentuknya Republik Ketiga sebagai Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950, maka berakhirlah seteru antara golongan “republiken” yang menghendaki negara kesatuan dan golongan “federalis” yang menghendaki negara serikat. Dengan dihapuskannya daerah-daerah bagian, maka golongan federalis ikut terhapus dalam percaturan politik. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden soekarno menmgeluarkan Keputusan Presiden No. 150 Tahun 1959 Dekrit Presiden yang antara lain menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar nasional. Terakhir UUD 1945 berlaku sebagai UUD Negara Bagian Republik Indonesia selama masa Republik Kedua 27 Desember 1949-17 Agustus 1950 dan tidak lagi merupakan hokum positif selama masa Republik Ketiga 17 Agustus 1959-5 Juli 1959. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, lahirlah Republik keempat 5 Juli 1959 - sekarang. Republik keempat ini bisa dibagi tiga periode, yaitu Orde Lama 5 Juli 1959 - 11 Maret 1966, Orde Baru 11 Maret 1966-21 Mei 1998 dan Orde Reformasi 21 Mei 1998 - sekarang. Jika dalam periode Orde Lama dan juga dalam periode Orde Baru tidak terdengar suara mengenai soal negara federal, atau setidak-tidaknya tidak sampai ke permukaan, maka dalam periode Orde Reformasi ini mulai terdengar aspirasi masyarakat mengenai negara federal. Dengan kata lain, muncul kembali golongan federalis yang bukan rekayasa dari atas. Gagasan negara serikat dipicu oleh sentralisasi pemerintahan yang dianggap berlebihan. Hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang dianggap kurang adil. Sudah beberapa kali disusun UU Pokok Pemerintahan Daerah yang menjanjikan otonomi daerah yang seluas-luasnya untuk mengusrus rumah tangganya sendiri atau otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, namun sudah lebih setengah abad dalam praktiknya tetap merupakan kata-kata yang indah belaka dan tanpa wujud yang nyata. Lama kelamaan hal ini menimbulkan rasa tidak puas di daerah terutama daerah yang kaya dengan sumber daya alam, namun tetap miskin. Kalau tidak diselesaikan dengan bijaksana, tidak tertutup kemungkinan akan timbul gejolak. Dari segi peristilahan terminologi ada hal yang kurang menguntungkan. Istilah “Negara Serikat” diartikan bahwa jika diganti dengan “Negara Kesatuan” diartikan bahwa jika diganti dengan “Negara Serikat”, maka “kesatuan” akan hilang. Padahal negara serikat tidak apriori menghilangkan persatuan dan kesatuan. Wadahnya tetap Negara Republik Indonesia dan 17 Agustus tetap dirayakan setiap tahun sebagai Hari Proklamasi. Slogan “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh” berlaku baik bagi negara kesatuan maupun bagi negara serikat. Jadi, janganlah ada persepsi bahwa negara serikat akan menimbulkan perpecahan, disintegrasi bangsa, separatisme, dan sebagainya. Kondisi yang dikemukakan oleh Mohammad Yamin pada tahun 1945, khususnya mengenai soal kemampuan daerah sehubungan dengan SDM, adalah tidak valid lagi untuk masa kini enam puluh tahun setelah merdeka. Kondisi dibeberapa daerah sudah berubah. Dengan kemajuan pendidikan yang ditunjang oleh universitas di setiap Daerah Tingakat I, bahkan ada yang mempunyai lebih dari satu universitas beberapa daerah memiliki cukup tenaga ahli yang mampu mengatur dan mengurus kesejahteraan rakyat daerahnya. Tentu saja beberapa urusan pemerintahan, seperti hubungan luar negeri, keuangan, pertahanan, dan peradilan tetap merupakan kewenangan pemerintah nasional. Untuk mengetahui seberapa jauh daerah-daerah bagian itu dapat dikaitkan dengan lingkungan hukum yang dikenal dalam hukum adat, perlu diketahui bahwa di Indonesia terdapat 19 buah lingkungan hukum adat yaitu: Aceh, Tanah Gayo, Tanah Alas, Tanah Batak, Minangkabau, Sumatera Selatan Bengkulu, Lampung, Palembang, Jambi, Enggano, Tanah Melayu Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Bangka dan Belitung, Kalimantan, Minahasa, Gorontalo, Tanah Toraja, Sulawesi Selatan, Ternate, Maluku Selatan, Irian, Kepulauan Timor, Bali dan Lombok, Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Madura, Yogya-Solo, dan Jawa Barat termasuk Banten. Perubahan bangun negara atau ikatan kenegaraan dari negara kesatuan menjadi negara serikat, tentu saja harus dengan syarat bahwa proses pembangunan bengsa dianggap sudah selesai. Setiap usaha atau gerakan yang bertujuan memecah kesatuan dan persatuan bangsa harus ditumpas. Faktor integrasi bangsa harus terus dibina dan dikembangkan. Melihat kondisi politik dewasa ini, kemungkinan besar negara kesatuan akan terus dipertahankan, stidak-tidaknya untuk satu angkatan generasi lagi. Kalau negara kesatuan yang didesentralisasi, tidak memberikan kepusan lagi daerah di masa yang akan dating, maka tuntutan agar negara kesatuan diubah menjadi negara serikat akan marak dalam abad ke-21. Pada waktu negara serikat diubah menjadi negara kesatuan 17 Agustus 1950, Soepomo mengatakan: “perubahan struktur negara dari bentuk federal menjadi bentuk kesatuan itu tidak melanggar konstitusi, bahkan adalah suatu kejadian konstitusional”. Jadi, sebaliknya kalau terjadi perubahan dari bentuk kesatuan menjadi bentuk serikat, hal ini juga merupakan peristiwa konstitusional, dan yang terus dipertahankan sebagai wadah negara nasional adalah tetap “Republik Indonesia”.

F. Pengalaman Negara-Negara Asean dalam Federalisme