Pada periode ini untuk pertama kalinya setelah merdeka diselenggarakan Pemilihan Umum . Partai politik berpaling pada aparat birokrasi, karena dari segi jumlah merupakan
potensi untuk memenangkan partai dalam Pemilu. Pada waktu itu timbul kelompok- kelompok pegawai negeri yang berafiliasi dengan partai politik Miftah Thoha,
1995:155. Dengan demikian dapat dilihat pada masa demokrasi parlementer, birokrasi menjadi
ajang pertarungan partai politik, hubungan demokrasi dan birokrasi juga sangat tergantung pada politisi yang memegang kekuasaan. Akan tetapi sistem yang mengatur
hubungan birokrasi yang dibentuk oleh politisi lebih cenderung kepada spoil system.
C. Birokrasi Masa Demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin dimulai sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh presiden Soekarno yang berisi pembubaran badan konstituante dan berlakunya kembali
UUD 1945. Afan Gafar 1999:26 menyatakan bahwa dekrit presiden tersebut merupakan palu godam bagi demokrasi parlementer yang kemudian membawa dampak yang sangat
besar bagi kehidupan politik nasional. Sebenarnya sudah sejak lama Soekarno menunjukkan ketidaksenangan terhadap
partai-partai politik karena partai politik sangat berorientasi pada kepentingan politiknya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional. Di beberapa kesempatan
Soekarno mengatakan ingin mengubah partai politik dan mengemukakan idenya bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa yang dijiwai oleh
semangat gotong royong dan kekeluargaan. Ia mengkritiknya sebagai suatu cara berpolitik yang tidak Indonesia, tidak bertanggungjawab kepada mayoritas rakyat,
mendorong lebih jauh polarisasi masyarakat yang memang sudah pluralistik. Demokrasi terpimpin ini memang didominasi oleh kepribadian Soekarno walaupun prakarsa untuk
pelaksanaannya diambil bersama-sama dengan pimpinan angkatan bersenjata. Selama penggal terakhir masa demokrasi terpimpin, politik Indonesia pada umunya
adalah refleksi dari dinamika hubungan kekuasaan yang saling bersaing di antara tiga kekuatan politik, yaitu: presiden Saekarno, Angkatan Darat, dan PKI, dimana Soekarno
bertindak sebagai balance of power antara dua kekuatan politik lainnya. Di dalam hubungan kekuasaan seperti ini, Soekarno dibutuhkan PKI sebagai pelindung melawan
Angkatan Darat. Sedangkan bagi Angkatan Darat, Soekarno berfungsi sebagai pemberi legitimasi bagi keterlibatannya dalam politik. Di pihak lain, Soekarno membutuhkan
Angkatan Darat untuk menghambat PKI, tetapi juga membutuhkan PKI untuk memberikan organisasi yang efektif dalam rangka menggerakkan dukungan rakyat dan
mendapatkan massa yang besar untuk mendengarkan pidatonya Alfian, 1981:40-41, Harapan untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dari pengaruh partai politik
rupanya masih sulit untuk dicapai. Meskipun langkah-langkah kea rah itu sudah dimulai, namun semua itu lenyap oleh gagasan Soekarno sendiri. Soekarno mulai gencar dengan
gagasan Nasakom Nasionalis-Agama-Komunis. Tujuan yang terkandung dalam gagasan
Nasakom dimaksudkan
oleh Soekarno
bermakna persatuan,
yaitu mempersatukan seluruh kekuatan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Soekarno yakin
bahwa apabila ketiga kekuatan itu bersatu dan bahu-membahu dalam setiap lembaga Negara, maka diperkirakan bangsa Indonesia dapat berkembang.
Akan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Birokrasi pemerintah dipaksakan untuk menerima konsep Nasakom sehingga yang terjadi adalah pengkotak-kotakan birokrasio
pemerintah sesuai dengan Nasakom. Hal ini memberikan keleluasaan bagi parpol untuk menamatkan kepentingan ideologisnya kedalam tubuh birokrasi melalui pembinaan-
pembinaan. Perlombaan yang gigih untuk meraih kekuasaan telah memperhebat faksionalisme dalam tubuh birokrasi. Sikap yang saling curiga dan saling mencari
kesalahan di kalangan birokrasi sering kali terjadi, sehingga kerja sama antar birokrat dan institusi sulit direalisasikan Haswan B. Harahap, 2000:54.
Kondisi seperti itu terus berlanjut selama demokrasi terpimpin hingga pada peristiwa G30 S PKI 1965 meletus yang menjadi akhir pengaruh demokrasi terpimpin, juga belum
terealisasikan. Dapat ditarik benag merah bahwa pada masa demokrasi terpimpin ini birokrasi juga mengalami faksiopnalisasi yang luar biasa melalui pemaksaan Nasakom.
Hubungan antara demokrasi dan birokrasi sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan Soekarno dan ide-ide Nasakom itu.
D. Birokrasi Masa Orde Baru