benar-benar independen dan bukan menjadi bagian dari eksekutif. Kedua, perlunya pemberdayaan di kalangan parlemen daerah agar bisa berfungsi menyerap dan
memperjuangkan aspirasi rakyat. Perlu disadari bahwa anggota dewan adalah para pemain baru yang akan berhadapan dengan pemain lama yang kawakan. Untuk hal yang
kedua ini, parlemen daerah perlu membuka diri, sehingga akses dan dukungan dari masyarakat lebih besar, agar dapat bekerja secara maksimal.
6. Catatan Umum.
Dapat dikatakan bahwa semangat pembaruan termuat dalam kebijakan baru. Semangat tersebut pada dasarnya merupakan realisasi dari aspirasi yang berkembang, dan
bukan wujud dari kepedulian pemerintah pusat pada daerah. Bila UU No. 51974 menekankan fungsinya sebagai bagian dari kewajiban yang diemban daerah untuk ikut
melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan dilaksanakan denganpenuh tanggungjawab. Sebaliknya UU No.
221999, menekankan bahwa otonomi yang dikembangkan dimaksudkan dan dijalankan dengan prinsip demokrasi dan untuk menumbuhkan peran serta masyarakat. Dari
penjelasan dapat dibaca bahwa otonomi yang diberikan mengandung dimensi bertanggungjawab, yang berarti adanya konsekuensi atas pemberian kewenangan dalam
wujud tugas dan kewajiban, yakni..... pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.
Perbedaan nyata adalah bahwa UU yang baru lebih menekankan aspek demokrasi dan peran serta masyarakat. Namun jika ditilik lebih lanjut: Otonomi daerah dimaknai sebagai
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, yang relatif sama dengan makna dalam UU No. 51974, mengurus rumah tangganya sendiri. Jika rakyat punya posisi tawar maka pernyataan
prakarsa rakyat akan punya arti. Sebaliknya rakyat dibelenngu, maka hal tersebut hanya lip service.
Pada UU 1974 otonomi dimaksudkan sebagai jalan untuk memantapkan pembangunan sebagai sarana untuk mencapai kesejahtetraan rakyat. Dengan demikian UU 1974 lebih
menekankan pada pencapaian target, sedangkan UU No. 221999, lebih menekankan
kepada proses. Dari prinsip demokrasi dipahami bahwa yang harus termuat setidak- tidaknya adalah input, proses dan output. Jika hanya salah satu saja, maka tidak akan ada
jaminan bagi pencapaian tujuan sebagaimana dikehendaki rakyat. Dalam tuntutan reformasi sangat jelas tercetus ide partisipasi. Namun memuat partisipasi tanpa didukung
oleh infrastruktur politik yang memadai, hanya merupakan taktik akomodasi yang tidak menyentuh substansi. Dengan kata lain, semangat pembaruan yang termuat dalam
kebijakan otonomi daerah yang baru, masih membutuhkan sejumlah syarat yang harus diciptakan.
7. Ancaman di Balik Semangat Pembaruan.