Luas dan Kondisi Terumbu Karang Luas dan Kondisi Padang Lamun Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya II-96 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2015 oleh sungai yang bermuara ke titik sampling. Oleh sebab itu perlu adanya tindakan tegas bahwa setiap industri wajib melakukan pengolahan air buangannya sebelum dibuang ke badan air supaya daya dukung sungai dan badan air lainnya dapat melakukan purifikasi sebelum akhirnya lepas ke laut. Selain itu perlu hendaknya pemerintah daerah perlu memperbaiki penanganan dan pengelolaan persampahan sehingga masyarakat sekitar tidak menjadikan laut sebagai tempat sampah yang berakibat pada peningkatan beban pencemaran air laut.

2. Luas dan Kondisi Terumbu Karang

Wilayah di Provinsi Jambi yang memiliki kawasan perairanpesisir adalah Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Pada tahun 2012, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI menyebutkan bahwa terumbu karang di Provinsi Jambi seluas 146 hektar itu berada di perairan Pulau Berhala. Namun, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi MK yang mengacu pada putusan uji materil MA Nomor 49 PHUM2011 tanggal 9 Februari 2011 atas penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, maka MK menetapkan Pulau Berhala menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau dan bukan menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Sehingga sampai saat ini belum ada kajian dan data lain yang menyebutkan adanya terumbu karang di wilayah Provinsi Jambi sebagaimana yang terlampir pada Buku Data Tabel SD-19.

3. Luas dan Kondisi Padang Lamun

Wilayah laut Provinsi Jambi yang terletak di kawasan pantai timur Pulau Sumatera memiliki kawasan pesisir dan pantai yang berlumpur sehingga keberadaan habitat dari padang lamun belum ditemukan. Pada saat musim penghujan dimana kondisi curah hujan tinggi, aliran sungai di wilayah Provinsi Jambi membawa sedimentasi lumpur yang dialirkan sampai ke muara di pantai timur tersebut sehingga endapan lumpur semakin bertambah ke arah laut dan hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab belum adanya habitat padang lamun di wilayah laut Provinsi Jambi sebagaimana yang terlampir pada Buku Data Tabel SD-20. Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya II-97 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2015

4. Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove

Hutan mangrove yang sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut, atau hutan payau merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan memiliki daya adaptasi yang khas untuk dapat terus hidup di perairan laut dangkal. Daya adaptasi tersebut meliputi perakaran yang pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung akar yang tumbuh dari batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya batang; berdaun kuat dan mengandung banyak air; dan mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi. Berdasarkan informasi Dinas Kehutanan Provinsi Jambi penanaman hutan mangrove sendiri sudah berkembang sejak lama sebelum tahun 2000 dan pada tahun 2005-2006 melalui program GNRHL GERHAN Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan telah dilakukan penanaman jenis tanaman mangrove di wilayah Provinsi Jambi yaitu di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kelompok flora mangrove di Provinsi Jambi dibagi menjadi dua kelompok yang meliputi : Flora mangrove mayor flora mangrove sebenarnya, yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus bentuk akar dan viviparitas terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam dan Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas. Sedangkan jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove di pangkal babu, yaitu :api-api Avicennia sp.,Bakau Rhizophora sp., Pidada Sonneratia sp., Tancang Bruguiera sp., Mentigi Ceriops sp., Teruntum Lumnitzera sp., Buta-buta Excoecaria sp., Nyirih Xylocarpus sp., Perpat kecil Aegiceros sp., Perpat Scyphyphora sp. dan Nipah Nypa sp. dan lain-lain. Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi, luas lokasi hutan mangrove yang terdapat di Provinsi Jambi adalah seluas 4.126,60 Ha dengan persentase tutupannya pada tahun 2014 sekitar 82,90 dan kerapatan pohon1.164 pohonHa sebagaimana yang terlihat pada Buku Data Tabel SD-21. Hutan Mangrove di Provinsi Jambi tersebar di sepanjang pantai Timur meliputi Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur di Kabupaten Tanjung Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya II-98 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2015 Jabung Timur seluas 4.041 Ha dan Cagar Alam Sungai Betara di Kabupaten Tanjung Jabung Barat seluas 85 Ha. Besarnya luas tutupan mangrove di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sekitar 83 dengan kerapatan pohon 1.167 pohonHa, sedangkan di Kabupaten Tanjung Jabung Baratdengan luasan lokasi yang lebih kecil dengan tutupan sekitar 78 dan kerapatan pohon1.004 pohonHa. Kondisi hutan mangrove di Provinsi Jambi semakin kritis dan selalu mengalami penurunan jumlah tutupan vegetasi dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat pada Tabel2.43. Tabel 2.39. Tutupan Vegetasi Mangrove di Wilayah Provinsi Jambi. NO Lokasi Tutupan Vegetasi 2013 2014 2015 1 Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur di Kabupaten Tanjung Jabung Timur 93,43 83 89,71 2 Cagar Alam Sungai Betara di Kabupaten Tanjung Jabung Barat 95 90,5 78 Sumber : Data Olahan Tabel SD-21 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015. Semakin menurunnya jumlah populasi mangrove di sepanjang pantai timur sebagai akibat dari eksploitasi yang dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan ekonomi. Seperti penebangan kayu mangrove yang digunakan oleh masyarakat untuk kayu bakar, membuat arang bahkan untuk konstruksi beton. Para nelayanpun banyak menggunakan kayu mangrove untuk memasang jaring belat. Selain itu juga akibat dari tingginya abrasi sehingga hantaman gelombang semakin mengikis wilayah pesisir. Berkurangnya tutupan mangrove dari tahun ke tahun telah mengisyaratkan kritisnya kondisi wilayah pesisir di Provinsi Jambi. Hal ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius bagi semua pihak terutama bagi masyarakat pesisir yang akan merasakan dampaknya secara langsung.

F. Iklim