32 juga psikomotorik berupa sikap dan keterampilan peserta didik.
Hasil pembelajaran dapat diukur oleh guru menggunakan teknik tes dan non tes untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran tersebut. Selain itu, juga sebagai langkah untuk melakukan evaluasi perbaikan proses pembelajaran
agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan optimal.
2.1.5 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Setiap anak mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan dan kemampuan dalam tingkatan usianya. Berkaitan dengan
pendidikan anak di sekolah dasar, guru perlu memahami sifat dan karakteristik siswa agar mampu mendidik dan mengajar dengan baik dan benar, sehingga
potensi dan kemampuan siswa dapat berkembang secara optimal. Piaget 1988 dalam Rifa‟i dan Anni 2012: 32-35 mengklasifikasikan tingkat-tingkat
perkembangan kognitif anak sebagai berikut: a Tahap sensori motor 0-2 tahun
Pada tahap ini bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengordinasikan pengalaman indera sensori mereka seperti melihat dan mendengar dengan
gerakan motorik otot mereka menggapai, menyentuh. Pada awal tahap ini, bayi hanya memperlihatkan pola reflektif untuk beradaptasi dengan dunia dan
menjelang akhir tahap ini, bayi menunjukkan pola sensorimotorik yang lebih kompleks.
Selama dalam tahap ini, pengetahuan bayi tentang dunia adalah terbatas pada persepsi yang diperoleh dari penginderaannya dan kegiatan motoriknya. Perilaku
yang dimiliki masih terbatas pada respon motorik sederhana yang disebabkan oleh
33 rangsangan penginderaan. Anak menggunakan keterampilan dan kemampuannya
yang dibawa sejak lahir, seperti melihat, menggenggam, dan mendengar untuk mempelajari lingkungannya.
b Tahap Praoperasional 2 –7 tahun
Tahap di mana pemikiran lebih bersifat simbolis, egoisentris dan lebih bersifat intuitif, sehingga tidak melibatkan pemikiran operasional. Pemikiran pada
tahap ini terbagi menjadi dua sub-tahap, yaitu simbolik dan intuitif. Sub-tahap simbolis 2
–4 tahun, yaitu tahap di mana anak secara mental sudah mampu mempresentasikan objek yang tidak nampak dan penggunaan bahasa mulai
berkembang ditunjukkan dengan sikap bermain, sehingga muncul egoisme dan animisme. Sementara, sub-tahap intuitif 4
–7 tahun, yaitu tahap di mana anak mulai menggunakan penalaran dan ingin tahu jawaban dari semua pertanyaan,
disebut intuitif karena anak merasa yakin akan pengetahuan dan pemahaman mereka, namun tidak menyadari bagaimana mereka bisa mengetahui cara-cara apa
yang mereka ingin ketahui. Mereka mengetahui, tetapi tanpa menggunakan pemikiran rasional.
c Tahap Operasional Konkret 7 – 11 tahun
Tahap di mana anak mampu mengoperasikan berbagai logika, namun masih dalam bentuk benda konkret. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif,
namun hanya pada situasi konkrit dan kemampuan untuk menggolong-golongkan sudah ada namun belum bisa memecahkan masalah abstrak. Sebagai contoh, guru
menggambar beberapa tongkat dari ukuran yang terpanjang sampai yang terpendek. Anak diminta untuk mengurutkan tongkat yang terpendek sampai yang
34 terpanjang. Anak pada tahap ini mampu melakukan, karena anak dalam
berpikirnya sudah mampu menyusun rangkaian seriation, yakni operasi konkret untuk mengurutkan dimensi kuantitatif, dan pengalihan transitivity, yakni
kemampuan untuk mengkombinasikan hubungan-hubungan secara logis guna memahami kesimpulan tertentu. Seperti pada contoh tadi, siswa mampu
memahami perbandingan yang ada antara panjang dan pendek. d Tahap Operasional Formal 11
– 15 tahun Tahap operasional formal merupakan tahap di mana anak sudah mampu
berpikir abstrak, idealis, dan logis. Dalam tahap ini, mereka seringkali menunjukkan keinginan untuk segera mewujudkan cita-citanya. Disamping itu,
anak sudah mampu menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji solusinya.
Berdasarkan teori Piaget tersebut, peserta didik usia sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret, di mana peserta didik sudah mampu
mengoperasionalkan berbagai logika, namun masih dalam bentuk benda konkret dan belum bisa berpikir secara abstrak. Jadi, dalam penyampaian materi
pembelajaran guru perlu untuk menghadirkan contoh-contoh konkrit sehingga siswa dapat lebih mudah menerima materi yang disampaikan oleh guru. Dengan
adanya benda-benda konkrit dalam proses pembelajaran, maka akan menghasilkan pencapaian hasil belajar siswa yang optimal.
Selain pemahaman mengenai kemampuan kognitif anak dalam proses pembelajaran, diperlukan juga pemahaman mengenai karakteristik siswa usia
sekolah dasar. Sumantri dan Syaodih 2007: 6.3-4, mengemukakan bahwa ada empat karakteristik anak usia SD di antaranya yaitu:
35 1 Senang bermain. Siswa sekolah dasar pada umumnya masih suka bermain.
Oleh karena itu, guru dituntut untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang menerapkan permainan, sehingga anak dapat mengikuti
pembelajaran dengan baik dan menyenangkan. 2 Senang bergerak. Siswa sekolah dasar berbeda dengan orang dewasa yang
bisa duduk dan diam mendengarkan ceramah selama berjam-jam. Siswa sekolah dasar sangat aktif bergerak dan hanya bisa duduk dengan tenang
sekitar 30 menit saja. Oleh karena itu, guru harusnya merancang model pembelajaran yang dapat menjadikan keaktifan anak menjadi lebih bernilai
dalam proses pembelajaran. 3 Senang bekerja dalam kelompok. Guru perlu menerapkan model
pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk bekerjasama secara berkelompok dalam menyelesaikan tugas. Dengan bergaul dalam
kelompoknya, siswa dapat belajar untuk bersosialisasi, belajar bagaimana bekerja dalam kelompok, dan belajar mematuhi aturan-aturan dalam
kelompok. 4 Senang Merasakan atau Melakukan Secara Langsung
Terkait dengan perkembangan kognitif, anak usia sekolah dasar memasuki tahap operasi konkret. Pada masa ini, anak belajar untuk membentuk konsep-
konsep tentang angka, fungsi badan, peran, jenis kelamin, moral. Pembelajaran di sekolah dasar cepat dipahami anak, apabila anak dilibatkan
secara langsung dalam pembelajaran. Dengan demikian, guru hndaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung
dalam proses pembelajaran
36 Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru seharusnya
dapat menerapkan model-model pembelajaran yang mengandung unsur-unsur permainan yang dapat melibatkan siswa secara langsung dalam proses
pembelajaran. Sehingga, pembelajaran berlangsung menyenangkan dan efektif serta hasil belajar menjadi optimal.
2.1.6 Ilmu Pengetahuan Alam IPA