V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil dan Pembahasan Rancangan Proses Penangkapan CO
2
5.1.1. Hasil Analisis Komposisi Gas Ikutan Lapangan XT
Hasil identifikasi terhadap potensi produksi gas  ikutan  di  lapangan  XT, menunjukkan  potensi sebesar  11 MMscfd setiap  tahun yang  dihasilkan  dari
industri  migas,  dan  hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa  gas  ikutan tersebut memiliki komposisi CO
2
, dan CH
4
yang cukup tinggi dengan konsentrasi masing-masing  sebesar 39,73 dan  50,14. Kedua  senyawa  ini  merupakan
bagian  dari  gas  rumah  kaca  GRK, sehingga  sangat  penting  untuk  dikendalikan dan  ditangkap sebelum  terlepas  ke atmosfir. Hasil analisis  menunjukkan pula
kandungan hidrokarbon lainnya, seperti ditunjukkan pada Tabel 25. Tabel 25 Komposisi gas ikutan
No. Composition
Feed Gas
1. Karbon Dioksida CO
2
39,73 2.
Metana CH
4
50,14 3.
Etana C
2
H
6
3,69 4.
Propana C
3
H
8
2,44 5.
iso-Butana C
4
H
8
0,45 6.
normal-Butana C
4
H
9
0,73 7.
iso-Pentana C
5
H
10
0,21 8.
normal-Pentana  2-Metil-Butana C
5
H
11
0,19 9.
normal-Heksana C
6
H
13
0,49 10.
Nitrogen N
2
1,94 Laboratorium PT. XS.
Hasil estimasi  potensi  emisi  GRK  tersebut  di  atas,  menunjukkan  bahwa jumlah  emisi  CO
2,
CH
4
,  N
2
O  dan  GRK  total  yang  dapat  dilepaskan  ke  atmosfir dari  lapangan  XT  masing-masing  sebesar 42.260,5 ton  CO
2
tahun, 211,1 ton CH
4
tahun, 6,51142 x 10
-7
ton N
2
Otahun, dan GRK total sebesar 46.692,79 ton CO
2
ekuivalentahun. Hasil estimasi GRK seperti ditunjukkan pada Lampiran A1. Hal  ini  sesuai  dengan hasil  analisis Indriani  2005, dan  Shires  dan
Loughran 2004, bahwa perbandingan dari gas yang terlepas hingga menjadi gas ikutan, dapat berpotensi menjadi emisi gas rumah kaca, disebabkan dampak dari
gas  ikutan seperti CH
4
terhadap  pemanasan  global adalah 21  kali  lebih  besar daripada  dampak  emisi  gas  CO
2
dari  hasil  pembakaran  migas. Emisi  CO
2
dari hasil pembakaran berdasarkan standar estimasi adalah sebesar 98 dari efisiensi
pembakaran yang dikonversikan dari komposisi CO
2
dalam gas ikutan. Berdasarkan hasil estimasi  tersebut  di  atas, maka sangat  penting untuk
segera melakukan  usaha  pengendalian dan  penangkapan gas  CO
2
pada  proses pengolahan  migas, terutama  pada  saat  proses removal gas  CO
2
di dalam unit amin. Hal  ini bertujuan  untuk mencegah terlepasnya  emisi  GRK khususnya  gas
CO
2
ke atmosfir yang berasal dari proses pengolahan migas di lapangan XT.
5.1.2. Hasil Identifikasi Diagram Alir Proses Unit Amin
Hasil identifikasi terhadap diagram alir proses removal gas CO
2
dalam unit amin  pada stasiun  pengumpul  migas di  lapangan  XT, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 26, menunjukkan bahwa input proses removal gas CO
2
berasal dari gas  ikutan  dialirkan  masuk  melalui  bawah  kolom absorber dan  pelarut  dalam
campuran air dialirkan masuk melalui puncak kolom absorber. Mengenai output proses removal gas CO
2
, diketahui berupa gas murni keluar melalui puncak kolom absorber
dan gas CO
2
yang keluar melalui puncak kolom stripper. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan Rangkuti 2009, dan Hartanto et
al. 2009, bahwa umpan gas ikutan dengan konsentrasi CO
2
tertentu dikontakkan dengan pelarut alkanolamin pada sebuah absorber. Gas yang keluar dari absorber
sweet gas memiliki konsentrasi CO
2
yang rendah, sedangkan alkanolamin yang keluar dari absorber memiliki konsentrasi CO
2
yang tinggi rich amine.
Hasil  identifikasi  tersebut  diperkuat dengan  hasil identifikasi Ali  2007, dan  Erik  2007, yang  menjelaskan bahwa  gas ikutan masuk  ke  dalam absorber
melalui stream  feed dan larutan  amin  dan  air  H
2
O masuk  ke  dalam absorber melalui stream  make  up. Stream  sweet merupakan  keluaran  dari  gas  murni  dari
gas  asam,  dan stream CO
2
merupakan output dari  gas  CO
2
. Heat exchanger berfungsi untuk memanaskan fluida dari absorber dan cooler untuk mendinginkan
fluida  dari stripper,  sementara mixer berfungsi  sebagai  tempat  pencampuran antara fluida recycle dari stripper dan tambahan make up.
Menurut  Ali  2007,  pemisahan  gas CO
2
dengan  menggunakan amin membutuhkan  peralatan  tambahan,  yaitu condenser di  dalam absorber sebagai
tempat pendinginan gas yang dapat keluar melalui stream sweet, pump 1 sebagai pompa  fluida rich amine dari absorber. Khusus untuk stripper menggunakan
reboiler sebagai  alat  pemanas lean amine yang keluar  melalui stream 5  menuju
heat exchanger , dan pump 2 sebagai pompa fluida lean amine dari stripper.
Berdasarkan  hasil  identifikasi  tersebut  di  atas,  maka  dapat  diketahui diagram alir simulasi proses removal gas CO
2
dengan menggunakan Aspen Plus. Hal ini menunjukkan bahwa diagram alir dalam simulasi ini sudah sesuai dengan
diagram alir proses removal gas CO
2
dalam proses unit amin di lapangan XT.
5.1.3. Hasil Identifikasi Jenis Alat dan Model Operasi Unit Amin
Hasil identifikasi terhadap  jenis  peralatan yang digunakan  dalam proses removal
gas CO
2
dalam proses unit amin di lapangan XT seperti yang ditunjukkan pada  Tabel  6.  Peralatan  utama yang  digunakan,  adalah kolom absorber,  dan
stripper .  Peralatan  pendukung yang  dapat  digunakan dalam  proses removal CO
2
adalah heat exchanger, cooler, mixer, absorber pump, dan stripper pump. Hal ini sesuai dengan hasil identifikasi Ali 2007, dan Erik 2007, yang
menunjukkan bahwa pada tahap awal sebelum melakukan proses simulasi dengan menggunakan  program Aspen  Plus.  Identifikasi  terhadap  jenis  alat  block  dan
model  operasi  dari  setiap  peralatan  unit  operation  model  atau  UOM penting untuk  dilaksanakan dalam  proses removal gas  CO
2
.  Hal  ini bertujuan  untuk menyesuaikan proses kerja setiap alat dengan model operasi simulasi.
Berdasarkan  hasil  identifikasi  tersebut  di  atas,  maka  dapat  diketahui bahwa model  operasi yang  digunakan  sudah  dapat mewakili  kondisi  proses
removal gas CO
2
dalam proses unit amin di lapangan XT. Absorber menggunakan model operasi radfrac, stripper dengan model radfrac, heat  exchanger dengan
model heatx, cooler dengan model heater, mixer dengan model mixer, absorption pump
dengan model pump, dan stripper pump dengan model operasi pump.
5.1.4. Hasil Identifikasi Komposisi Campuran Amin dan Air
Komposisi  campuran antara  larutan  amin  dan air wt yang  digunakan dalam larutan make up dalam simulasi proses removal gas CO
2
ini, yaitu: a.
MEA : H
2
O = 20 : 80, b.
DEA : H
2
O = 30 : 70, c.
DIPA : H
2
O = 40 : 60, d.
MDEA : H
2
O = 40 : 60. Penggunaan  komposisi  campuran antara  larutan  amin  dan air tersebut  di
atas mengacu pada hasil identifikasi Maddox 1982, Arnold dan Stewart 1999, Gijlswijk et  al. 2006,  Kidnay  dan  Parrish  2006,  dan  Ali  2007.  Modifikasi
tersebut sering  digunakan  dalam  proses removal gas  CO
2
baik  itu  dalam kondisi proses di  industri  migas,  maupun  dalam  kondisi  simulasi  proses  dengan
menggunakan program simulasi. Hal ini menjadi dasar dari penentuan komposisi campuran  dalam  simulasi  proses ini,  seperti  ditunjukkan  pada  Tabel  7,  yaitu
dengan  menggunakan  komposisi campuran MEA dalam air sekitar 15 - 30wt, DEA 25 - 35wt, DIPA sekitar 30 - 50wt, dan MDEA 30 - 50wt.
Hasil identifikasi tersebut di atas sudah sesuai dengan komposisi campuran larutan  amin  dan  air  yang  saat  ini  digunakan  oleh  industri  migas PT.  XS dalam
proses removal gas CO
2
dalam unit amin di lapangan XT. Komposisi campuran MDEA dan air yang digunakan sekitar 30 - 50wt. Berdasarkan hasil identifikasi
terhadap komposisi  campuran  pelarut  tersebut  di  atas,  maka  dapat  diketahui bahwa  larutan  amin  dalam  campuran  air  yang  digunakan  dalam  simulasi  proses
removal gas  CO
2
sudah  sesuai  dengan  kondisi nyata di  lapangan, sehingga komposisi larutan make up dapat digunakan dalam proses removal gas CO
2
.
5.1.5. Rancangan Proses Removal Gas CO
2
Simulasi proses penangkapan gas CO
2
dalam penelitian ini mengacu pada rancangan proses removal gas CO
2
yang berasal dari gas ikutan yang masuk pada stasiun  pengumpul  migas, dengan  konsentrasi CO
2
sebesar 39,73  seperti ditunjukkan  pada  Tabel  25.  Aliran  gas  ikutan  yang  masuk  melalui feed stream
pada  bagian  bawah  kolom absorber diseragamkan pada semua  kondisi  simulasi proses, yaitu temperatur 40
o
C dan tekanan 1,1 bar, dengan total flow CO
2
sebesar 85.000 kmolhr. Aliran masuk larutan amin MEA, DIPA, DEA dan MDEA, yang
masuk  melalui make  up  stream pada  bagian  atas  kolom absorber,  berlangsung pada kondisi simulasi proses dengan temperatur 40
o
C dan tekanan 1,1 bar, dengan total flow larutan amin dalam air sebesar 120.000 kmolhr.
Hal  ini  sesuai  dengan  hasil  identifikasi  Ali  2007,  bahwa  setelah mengetahui kondisi dan komposisi gas ikutan, peralatan unit amin dan komposisi
amin, maka data  primer  dan  sekunder  selanjutnya dapat disimulasikan  dengan program simulasi Aspen  Plus.  Program ini bekerja dalam proses  yang  praktis
dengan  data  termodinamik  yang steady-state dan sesuai  dengan kondisi  operasi yang  nyata.  Program  ini dapat pula digunakan dalam berbagai riset, rancang-
bangun, dan simulasi proses yang stabil dengan bentuk model yang lebih efektif. Variasi jumlah stage dalam  penelitian ini telah  digunakan oleh  Aliabad
dan Mirzaei 2009, Bimark et al. 2008, dan Erik 2007, yang bertujuan untuk mengetahui  perbedaan  proses removal gas  CO
2
oleh  larutan  amin  MEA,  DIPA, DEA dan MDEA, pada variasi jumlah stage 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, dan
17 di dalam absorber. Stripper yang digunakan dalam simulasi ini menggunakan jumlah stage 6,  bertujuan untuk memudahkan  pengamatan  terhadap  proses
absorpsi  di dalam kolom absorber dan untuk mengetahui perbedaan tingkat efisiensi removal gas  CO
2
pada kolom stripper. Hal  ini  sesuai  dengan  hasil simulasi oleh Erik 2007, yang telah menetapkan batasan jumlah stage di dalam
kolom stripper berada pada jumlah 6. Berdasarkan hasil modifikasi  jumlah stage tersebut  di  atas,  maka  dapat
diketahui  metode  dasar  yang dapat digunakan  dalam  model  simulasi, adalah gas processing  with  metric  units
,  dalam fase vapor-liquid, dengan menggunakan
electrolyte non random two liquid NRTL sebagai model koefisien aktivitas untuk
fasa cair, dan peng robinson untuk fasa uap. Hal ini sesuai dengan hasil simulasi yang dilakukan oleh Aliabad dan Mirzaei 2009, dan Hartanto et al. 2009, yang
menggunakan metode  dasar  NRTL  dan peng robinson  dalam  proses  simulasi larutan amin untuk pemurnian gas, dengan menggunakan Aspen Plus dan Hysys.
Kondisi tersebut  di atas diperkuat  oleh  hasil  simulasi Erik  2007, bahwa dalam merancang proses pengendalian dan penyerapan gas CO
2
dapat digunakan simulasi berbasis  pelarut  alkanolamin  dengan  model  kesetimbangan  uap-cair
KUC. Kondisi serupa dilakukan oleh Hartanto et al. 2009, bahwa dalam proses absorpsi  berbasis  pelarut  alkanolamin  ini  telah  diadopsi  sebagai  modul  baku
dalam  banyak simulator
proses  komersial dengan  menerapkan  model
kesetimbangan  uap-cair  KUC  yang  berbeda-beda.  Bentuk  fasa  uap  dapat digunakan  persamaan  keadaan soave redlich kwong atau peng robinson,
sedangkan  di  fasa  cair  digunakan  model-model  koefisien  aktivitas  seperti kent- eisenberg, li-mather
, electrolyte non random two liquid NRTL,  dan electrolyte extended long range
. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap komposisi gas ikutan, diagram alir
proses  unit  amin, jenis alat  dan  model  operasi  peralatan,  serta komposisi  larutan amin  dalam  campuran air telah sesuai  dengan  kondisi  proses  simulasi.  Hal  ini
menunjukkan  bahwa rancangan proses removal gas  CO
2
dengan  menggunakan program Aspen Plus dalam penelitian ini sudah layak untuk disimulasikan.
5.1.6. Hasil Simulasi Proses Removal Gas CO
2
Menurut  Yeon et  al. 2004,  perhitungan  CO
2
removal  efficiency dapat
dijelaskan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : Cin
= Mol atau fraksi mol gas CO
2
yang masuk ke dalam absorber Cout
= Mol atau fraksi mol gas CO
2
yang keluar dari absorber
Hasil simulasi proses removal gas CO
2
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa  tingkat  efisiensi removal gas  CO
2
yang paling  tinggi dicapai oleh larutan DEA pada jumlah stage 17 di dalam kolom absorber, yaitu sebesar 99,54, jika
dibandingkan  dengan  larutan  amin  lainnya, seperti MEA 97,17, DIPA 96,59 dan MDEA 91,93. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada tahap awal proses
removal gas  CO
2
,  yaitu dari jumlah stage 7  hingga  10, terjadi  perbedaan tingkat efisiensi yang sangat nyata dari DIPA 90,97, DEA 89,03, MEA 80,53, dan
MDEA 80,27. Titik balik proses removal CO
2
ditunjukkan pada jumlah stage 11 dan  12,  khususnya  oleh  larutan  MEA  yang menunjukkan  tingkat  efisiensi  yang
lebih  tinggi  jika  dibandingkan  dengan  DIPA  dan  DEA.  Pada jumlah stage yang lebih besar tingkat efisiensi DEA menunjukkan perbedaan yang nyata dan cukup
signifikan  jika  dibandingkan  dengan  larutan  amin  lainnya, seperti  ditunjukkan pada Gambar  29 dan  Tabel  26. Keseimbangan  material proses removal gas  CO
2
dari setiap amin dapat dilihat pada Lampiran A2.
Gambar 29 Hasil simulasi proses removal gas CO
2
.
Tabel 26 Tingkat efisiensi removal gas CO
2
Jumlah Stage
Tingkat Efisiensi MEA
DEA DIPA
MDEA
7 74,80
79,50 86,39
79,09 8
75,87 82,66
87,99 79,52
9 76,95
85,83 89,59
79,95 10
80,53 89,03
90,97 80,27
11 92,97
91,66 92,16
84,19 12
93,64 93,67
93,19 85,34
13 94,23
95,33 94,08
86,29 14
95,63 96,70
94,85 88,33
15 97,03
97,83 95,52
89,13 16
97,09 98,77
96,09 90,67
17 97,17
99,54 96,59
91,93 Keuntungan dan kelebihan dalam pemilihan dan penggunaan DEA sebagai
absorbent dalam  proses removal CO
2
adalah harga dasar relatif dari  DEA  yang sama dengan MEA, yaitu sebesar 0,5 dan lebih murah jika dibandingkan dengan
harga dasar relatif  dari DIPA 0,95 dan  MDEA 1,0, seperti  ditunjukkan  pada Lampiran A6. Kelebihan dari DEA jika dibandingkan dengan MEA adalah lebih
tahan  terhadap  degradasi, karena hanya  sedikit membentuk  garam  yang  stabil ketika  bereaksi  dengan  CO
2
dan  tidak  korosif selama  proses  berlangsung, sehingga
tidak  banyak mengakibatkan
kehilangan  material  proses  dan terbentuknya hasil reaksi yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap peralatan.
Kelebihan lainnya dari DEA adalah lebih ekonomis, karena memiliki laju sirkulasi,  tekanan  uap  dan  panas  reaksi  yang  lebih  rendah jika  dibandingkan
dengan MEA, sehingga lebih mudah diregenerasi dari proses unit amin dan dapat digunakan kembali sebagai larutan make up untuk menggantikan material proses
yang hilang, khususnya gas CO
2
. Hal inilah yang menyebabkan DEA lebih sedikit dalam mengkonsumsi energi sistem dan bahan baku proses, sehingga lebih murah
dan ekonomis jika dibandingkan dengan sistem amin lainnya.
a. Pembahasan Proses Removal Gas CO