Regulasi Sektor Migas dalam Era Otonomi Daerah

2.16. Regulasi Sektor Migas dalam Era Otonomi Daerah

Menurut DPE-LPPM 2003, terdapat tiga peraturan perundang-undangan yang mendasari tata cara regulasi dan kebijakan di sektor migas pada sistem pemerintahan otonomi daerah saat ini. Beberapa perangkat perundang-undangan tersebut adalah undang-undang UU. Nomor No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan UU. No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pasal 2 ayat 1 dan pasal 10 ayat 2 UU No. 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa wilayah negara kesatuan Republik Indonesia NKRI dibagi dalam daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang bersifat otonom. Pasal 18 ayat 3 menjelaskan bahwa kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut meliputi: 1. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; 2. Pengaturan administratif; 3. Pengaturan tata ruang; 4. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; 5. Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan 6. Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. Pasal 18 ayat 4 menjelaskan bahwa kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling jauh adalah 12 dua belas mil laut. Pengukuran dilakukan dari garis pantai ke arah laut lepas danatau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi, dan 13 sepertiga dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten atau kota. Pasal 18 ayat 5, menjelaskan bahwa apabila wilayah laut antara 2 dua provinsi kurang dari 24 dua puluh empat mil. Kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 dua provinsi tersebut. Kewenangan untuk kabupaten atau kota memperoleh 13 sepertiga dari wilayah kewenangan provinsi yang dimaksud. Pasal 14 huruf e UU. No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan. Pembagian dilakukan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu: 1. 84,5 delapan puluh empat setengah persen untuk pemerintah; dan 2. 15,5 lima belas setengah persen untuk daerah. Pasal 14 huruf f UU. No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan. Pembagian dilakukan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan perimbangan: 1. 69,5 enam puluh sembilan setengah persen untuk pemerintah; dan 2. 30,5 tiga puluh setengah persen untuk daerah berlaku dibagi dengan perimbangan 70 untuk pusat dan 30 untuk daerah. Pasal 19 UU. No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa penerimaan pertambangan minyak bumi dan gas bumi yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi dan gas bumi dari wilayah daerah yang bersangkutan, setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Dana bagi hasil dari pertambangan minyak bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 sebesar 15 lima belas persen dibagi dengan rincian sebagai berikut: 1. 3 tiga persen dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; 2. 6 enam persen dibagikan untuk kabupaten atau kota penghasil; dan 3. 6 enam persen dibagikan untuk kabupaten atau kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Dana bagi hasil dari pertambangan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf f angka 2 sebesar 30 tiga puluh persen dibagi dengan rincian sebagai berikut: 1. 6 enam persen dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; 2. 12 dua belas persen dibagikan untuk kabupatenkota penghasil; dan 3. 12 dua belas persen dibagikan untuk kabupatenkota lainnya dalam provinsi bersangkutan. Bagian kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c dan ayat 3 huruf c tersebut di atas, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten atau kota dalam provinsi yang bersangkutan. Pasal 9 ayat 1 dan ayat 2 UU. No. 22 Tahun 2001 menjelaskan bahwa badan usaha milik negara BUMN, badan usaha milik daerah BUMD, swasta, dan koperasi; pengusaha kecil berhak untuk turut serta dalam usaha migas. Khusus untuk swasta maka pemerintah membagi menjadi dua, yaitu yang berbentuk badan usaha BU dan bentuk usaha tetap BUT. BUT adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI dan melaksanakan kegiatan di wilayah NKRI, sedangkan BU adalah perusahaan berbadan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia. BUT dalam menjalankan usahanya hanya diperbolehkan melaksanakan kegiatannya di sektor hulu pasal 9 ayat 2. BU atau BUT yang melaksanakan kegiatan di sektor hulu dilarang mengerjakan kegiatan di sektor hilir dan BU yang melakukan kegiatan di sektor hilir dilarang melaksanakan kegiatan di sektor hulu. Dalam pasal 11 ayat 1 dijelaskan bahwa kegiatan usaha hulu sebagaimana dilaksanakan oleh BU atau BUT berdasarkan kontrak kerjasama dengan badan pelaksana BP. Kepada BU atau BUT hanya diberikan satu wilayah kerja sebagaimana tercantum dalam pasal 13 ayat 1. BU atau BUT dapat mengusahakan beberapa wilayah kerja, dengan membentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja sebagaimana dijelaskan dalam pasal 13 ayat 2. Dalam pasal 14 ayat 1 dijelaskan bahwa jangka waktu kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1 dan 2 dilaksanakan paling lama 30 tiga puluh tahun, dan BU atau BUT dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu kontrak kerjasama paling lama 20 dua puluh tahun. Masing-masing BU diberi kewenangan untuk menetapkan harga jual bahan bakar minyak BBM dan gas bumi sebagaimana dijelaskan dalam pasal 28 ayat 2.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dan pengambilan data dilaksanakan pada lapangan migas XT di Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat, yang merupakan tempat pengambilan data primer berupa komposisi gas ikutan, dan data sekunder berupa proses pengolahan migas dan penangkapan CO 2 pada stasiun pengumpul migas. Lokasi tersebut di atas dikelola oleh PT. XS, dan termasuk dalam areal milik salah satu badan usaha milik negara BUMN, yang bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas alam. Waktu penelitian dilaksanakan sekitar 6 bulan, terhitung sejak dimulai pengambilan data primer dan sekunder di lokasi penelitian, termasuk dengan pengolahan data, yaitu dari bulan Oktober 2009 hingga Agustus 2010. Penulisan disertasi dan perbaikan data hasil penelitian dimulai dari bulan September 2010 hingga Maret 2011. Lokasi penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 24. Gambar 24 Lokasi penelitian di lapangan XT.